Find Us On Social Media :

Memedi Sawah, Mengusir Hama Juga Anak Muda: Sebuah Satir dari Mbah Jantit

By Moh. Habib Asyhad, Sabtu, 28 September 2024 | 11:03 WIB

Dalam penampilannya di 1st International Summit and Art Performance Memedi Sawah, seniman Mbah Jantit mengritik terminologi hama yang dipahami manusia selama ini.

- Terus memedi sawah iki gunane opo, bo?

- Memedi sawah, sing digawe ne kene serem-serem, berhasil mengusir omo, neng ojo lali, omone mlayu wedi karo memedi, ning cah nom-nome yo do mlayu, cil, ora enek yang nunggoni sawah. Keno lumpur e wegah, lho. Opo maneh sawah-sawah dadi pabrik, akhire cah enom-enom do kuliah mlebu pabrik gawe tuku make-up, mergo ora enek kesadaran terhadap ekosistem di jagat raya ini…

- Mbok piye iki critane mbok?

- Wiwit aku isih bayi, wong tuwo sing ngopeni, mangkat sekolah disangoni, kudu aku gelem ngabekti, hutan gunung sawah lautan, simpanan kekayaan, kini ibu sedang lara, merintih dan berdoa…

Secara garis besar, Mbah Jantit mau menyindir sifat manusia yang tamak tapi suka merusak. Mereka seolah tidak peduli dengan keseimbangan ekosistem, yang penting kepentingannya terpenuhi.

Lewat obrolan kancil dan kerbau, Mbah Jantit juga ingin meluruskan terminologi hewan-hewan atau serangga-serangga yang masuk ketegori omo alias hama seperti tikus, wereng, ular, dan lain sebagainya. Menurutnya, hewan-hewan itu bukanlah hama. "Seng ngarani omo kuwi menunso (yang bilang itu hama adalah manusia)," tegas Mbah Jantit.

Soal memedi sawah, Mbah Jantit juga melihat ada paradoks di sana. Memedi-memedi sawah yang kerap dicitrakan dengan wajah menyeramkan memang berhasil mengusir hewan-hewan yang dianggap omo, tapi di sisi lain, ia juga menjauhkan anak-anak muda dari sawah yang membesarkannya.

"Tidak ada yang menunggui sawah, terkenal lumpur saja ogah. Apalagi sawah-sawah sudah jadi pabrik, akhirnya anak-anak muda, yang kuliah dan pintar, masuk pabrik-pabrik itu, dan kesadaran akan ekosistem jagat raya akhirnya hilang dari mereka," tutup Mbah Janti.