Find Us On Social Media :

Memedi Sawah, Mengusir Hama Juga Anak Muda: Sebuah Satir dari Mbah Jantit

By Moh. Habib Asyhad, Sabtu, 28 September 2024 | 11:03 WIB

Dalam penampilannya di 1st International Summit and Art Performance Memedi Sawah, seniman Mbah Jantit mengritik terminologi hama yang dipahami manusia selama ini.

Dalam penampilannya di 1st International Summit and Art Performance Memedi Sawah, seniman Mbah Jantit mengritik terminologi hama yang dipahami manusia selama ini. Dia juga menyinggung soal keseimbangan ekosistem yang justru dirusak oleh manusia sendiri.

---

Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini

---

Intisari-Online.com - Salah satu penampilan yang mencuri perhatian dalam acara 1st International Summit & Art Performances Memedi Sawah yang diselenggarakan oleh PUI Javanologi UNS hari kedua, Rabu (25/9) adalah penampilan yang dibawakan oleh Rus Hardjanto alias Mbah Jantit dan kawan-kawan.

Saat itu, Mbah Jantit membawakan tiga penampilan dalam satu sesi sekaligus: Hongo Colo, Wayang Keong, dan Mbabar Simbok Pertiwi.

Penampilan dibuka dengan kemunculan Mbah Jantit—mengenakan beskap dan blangkon serba putih laiknya resi-resi di film kolosal Indonesia—memainkan seruling. Itu mengingatkan kita dengan para petani yang tengah asyik dengan sawahnya. Kemunculan Mbah Jantit diikuti tiga seniman lainnya dengan tampilan yang tak kalah nyentriknya.

Hari itu, dalam satu sesi, Mbah Jantit menyuguhkan tiga penampilan sekaligus. Ketiganya tentu saja saling terkait satu dengan yang lainnya, tentang memedi sawah, sawah, dan semesta yang melingkupinya. Penampilan pertama adalah Hongo Colo, lalu diikuti Wayang Keong, dan ditutup dengan penampilan Mbabar Simbok Pertiwi.

Yang menarik dari penampilan itu adalah satir Mbah Jantit tentang memedi sawah. Tak hanya mengusir hawa dan wereng, memedi sawah juga “mengusir” atau “menjauhkan” anak muda dari semesta yang menghidupi mereka.

Siapa Mbah Jantit?

Nama aslinya adalah Rus Hardjanto. Dia adalah seniman yang juga peduli dengan lingkungan. Bahkan dia mengaku bahwa passion-nya adalah merawat alam sekitar. Sebelumnya Mbah Jantit juga pernah menjadi guru lepas, tapi pada 2006 lalu pria kelahiran 29 September 1962 itu memutuskan pensiun untuk fokus pada kegemarannya: menjaga lingkungan dan berkesenian.

Lulusan Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada (UGM) 1989 ini adalah bukti bahwa mencintai lingkungan dan berkesenian bisa sejalan. Yang paling diingat dari sosok kelahiran Jagalan, Solo, ini adalah karya-karyanya yang selalu selaras dengan kampanye pelestarian lingkungan. Lihat saja topeng dan wayang kertas kreasinya, ternyata terbuat dari koran dan kertas bekas yang dia kumpulkan dari sekitar kediamannya.