Memedi Sawah, Cara Manusia Jawa Mencintai Alam dan Kehidupan

Moh. Habib Asyhad

Penulis

Memedi sawah sebagai salah satu ikon simbolik sistem pertanian tradisional, khususnya pada masyarakat Jawa, menghiasi lokasi 1st International Summit & Art Performances Memedi Sawah 2024.

Memedi sawah adalah ikon simbolik sistem pertanian tradisional masyarakat Jawa, diangkat sebagai tema 1st International Summit & Art Performances Memedi Sawah 2024 oleh PUI Javanologi UNS

---

Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini

---

Intisari-Online.com -Rabu (25/9) kompleks Pusat Unggulan Iptek (PUI) Javanologi Universitas Sebelas Maret (UNS) tampak lain dari biasanya. Di depannya banyak terpasang memedi sawah dengan aneka pose dan ukuran.

Apakah ada hama atau wereng yang akan menyerang tempat itu–secara kita tahu, memedi sawah salah satu fungsinya adalah untuk mengusir serangga yang dianggap mengganggu itu? Ternyata tidak.

Lembaga yang berdiri pada 2011 itu sedang ada hajatan yang sudah memasuki hari kedua, dan temanya ternyata tidak jauh-jauh dari memedi dan sawah: "1st International Summit & Art Performances Memedi Sawah: A Golden Symbol of World Food Security".

Jika di depan banyak memedi sawah dengan segala ukuran, di Pendopo R. Ng. Yasadipura PUI Javanologi sudah ramai dengan kerumunan orang. Pagi menjelang siang itu sedang ada fashion show tata cara pernikahan Jawa oleh Gambir Melati dan pameran busana tradisional Surakarta oleh Mondro Boesono. Sementara di dalam gedung ada pameran tekstil oleh S1 Seni Tekstil UNS.

1st International Summit & Art Performance Memedi Sawah digelar pada Selasa-Rabu, 24-25 September 2024. Hari pertama diisi dengan seminar yang menghadirkan sembilan pembicara dari sembilan negara: Indonesia, Malaysia, Polandia, Belanda, Amerika Serikat, Madagaskar, Thailand, Singapura, dan Suriname.

"Sebenarnya ada 14 negara yang mendaftar, tapi mengingat waktu yang dibutuhkan pasti sangat panjang, maka kami pilih sembilan negara saja," ujar Prof Sahid Teguh Widodo, M.Hum., Ph.D., Ketua Javanologi UNS, di sela-sela acara.

Pada hari kedua, selain fashion show, ada performance art yang dimulai sekitar pukul 13.00 WIB. Pertunjukan ini diawali dengan ruwatan Sekar Jagad, lalu berturut Guritan Memedi Sawah, Mbabar Simbok Pertiwi, Hanacaraka Session, Wayang Keong, dan Kothek Lesung Galadut.

Kenapa memedi sawah?

Setidaknya ada dua alasan kenapa Javanologi UNS memilih memedi sawah sebagai tema acaranya. Dua alasan itu nantinya, sebagaimana disampaikan Prof Sahid, akan berpangkal pada kesimpulan bahwa memedi sawah merupakan metode lain untuk melihat Indonesia terkait program ketahanan pangan.

"Memedi sawah adalah salah satu ikon simbolik dari sistem pertanian tradisional, di mana dari masa ke masa ia selalu ada dan berkembang seiring berkembangnya manusia–dalam hal ini manusia Jawa," ujar Prof Sahid.

Untuk menarik kesimpulan itu, Javanologi setidaknya harus mengumpulkan sembilan pakar dari sembilan negara untuk bercerita tentang memedi sawah di negara masing-masing. Ternyata, “Setiap jengkal tanah yang pernah disinggahi orang Jawa, ada kebudayaan yang ditinggalkan, bahkan sampai Madagaskar,” terang pria berpenampilan necis tapai santai itu.

Dari banyaknya nilai yang tertinggal itu kemudian dipilihlah memedi sawah. Memedi sawah "adalah simbol yang kami anggap kekal dan ada di mana-mana. Tapi kemudian muncul pertanyaan lain: Pengetahuan apa yang dibawa? Falsafah apa yang terkandung di dalamnya?" lanjut Guru Besar Sastra Jawa UNS itu.

Alasan kedua, memedi sawah telah merasuk dalam tradisi atau sastra lisan masyarakat Jawa. Sejak kecil barangkali banyak dari kita yang pernah mendapat nasihat dari orangtua seperti ini: "Jangan nakal, nanti ada memedi sawah". Tapi yang harus dicatat, seramnya wujud memedi sawah sejatinya bukan untuk menakut-nakuti, tegas Prof Sahid.

"Rasa cinta terhadap alam itu memang banyak pepali, banyak larangannya. Tapi sifat dari pepali itu sejatinya adalah nasihat. Di balik wajah seram memedi sawah tersimpan nasihat supaya kita tidak melanggar aturan, merusak alam," katanya.

Pun begitu begitu dengan memedi sawah. Di balik wajahnya yang dicitrakan bengis, alih-alih menakuti, "Ia justru mencoba melepaskan manusia dari berbagai kesalahan atau ketakutan untuk mengarungi hidup. Memedi sawah adalah simbol proteksi diri supaya hidup lebih tenang sehingga bisa berpikir sehat. Alon-alon waton kelakon!" tutup Prof Sahid.

Artikel Terkait