Find Us On Social Media :

Dari dalam Panti Jompo, Nenek-nenek yang Di-'PKI'-kan Ini Minta Keadilan

By Moh. Habib Asyhad, Rabu, 18 September 2024 | 12:50 WIB

Eyang Sri Sulistiawati dan Eyang Lestari, dua wanita yang di-PKI-an oleh Orde Baru. Belasan tahun jadi tahanan politik.

Kabar baik datang ketika ada umat sebuah gereja datang rutin melakukan pembinaan. Kesempatan ini dimanfaatkan dengan baik oleh para tahanan untuk meminta makanan yang lebih layak kepada gereja.

Gayung bersambut, saban dua minggu ketika umat gereja tersebut datang melakukan pembinaan, para tahanan pun bisa mendapat asupan makanan yang lebih layak.

-------------------------------------------------------------

Kesempatan bertemu anak

Satu hal yang begitu disesalkan oleh para penghuni Panti Jompo Waluyo Sejati Abadi adalah “terpaksa” terpisah dari keluarga. Bahkan ada beberapa yang keluarganya sudah tidak berbekas. Saat menjadi buronan, Sri meninggalkan seorang anak yang masih sangat kecil bernama Erianto (nama tersebut pemberian Bung Karno).

Untungnya, Sri memiliki keluarga yang selalu mendukungnya. Erianto, dia titipkan kepada salah satu saudaranya. Di sana Erianto tumbuh dan berkembang. Setelah bebas dari penjara, Sri beberapa kali berkesempatan bertemu dengan putranya yang kini sudah berkeluarga itu.

Meski tak tinggal satu rumah, bagi Sri, bisa bersua dengan anak yang statusnya saat ini adalah “anak angkat” itu—karena menurut catatan militer Sri sudah tidak punya anak—adalah kebahagiaan yang tak terkira.

Nasib sedikit tragis dialami oleh Lestari. Dari pernikahannya dengan Suwandi, seorang tokoh partai besar di Jawa Timur waktu itu, Lestari dikaruniai dua orang anak, laki-laki dan perempuan. Kedua anaknya itu dibawa dalam pelariannya ke Blitar Selatan, tempat terakhir Sri sebelum resmi menjadi tahanan.

Tapi sayang, dalam sebuah penggerebekan, anak bungsunya tewas, sementara si sulung terpisah entah ke mana. Setelah beberapa tahun tidak diketahui rimbanya, Lestari akhirnya tahu bahwa anaknya diasuh oleh seseorang tidak jauh dari lokasi di mana ia ditangkap. “Genduk sekarang sudah jadi guru di Blitar,” ungkapnya.

Sehat dan ceria dengan kunjungan-kunjungan

Meski sudah tidak selincah dahulu, bukan berarti nenek-nenek penghuni Panti Jompo Waluyo Setia Abadi miskin kegiatan. Seperti laiknya nenek-nenek lainnya, para penghuni tersebut pergi ke pasar setiap pagi untuk membeli kebutuhan sehari-hari.

Selain itu, mereka masih menyempatkan membaca koran setiap pagi dan sore dan mengikuti berbagai program televisi. Tidak jarang juga bau-bau aktivisnya muncul kembali, misalnya terlibat dalam acara-acara diskusi, konferensi, dan juga pameran.

Beberapa kali ada kunjungan dari instansi baik swasta maupun pemerintah ke panti tersebut. Juga mahasiswa-mahasiswa yang tengah disibukkan dengan tugas penelitian atau wartawan yang sedang dikejar tenggat.

Menurut pengakuan Lestari, kegiatan-kegiatan inilah yang membuat mereka, para penghuni panti, tetap sehat dan bugar. “Tamu-tamu yang datang selalu membuat kami ceria dan tetap sehat,” kata Lestari.

Jika ada waktu, di pagi hari Lestari biasanya jalan pagi berkeliling kompleks. Patokannya adalah gereja di sebelah selatan panti dan Jalan Salemba di sebelah utara. Biasanya ia bolak-balik beberapa putaran. "Kami sudah hidup bahagia di sini, hanya satu yang masih kami perjuangkan: rehabilitasi nama," ujar Sri Sulistiawati tegas.

Sekali aktivis, tetap aktivis!