Find Us On Social Media :

Dari dalam Panti Jompo, Nenek-nenek yang Di-'PKI'-kan Ini Minta Keadilan

By Moh. Habib Asyhad, Rabu, 18 September 2024 | 12:50 WIB

Eyang Sri Sulistiawati dan Eyang Lestari, dua wanita yang di-PKI-an oleh Orde Baru. Belasan tahun jadi tahanan politik.

Masih peduli dengan nasib perempuan

Terlepas dari stigma negatif masyarakat mengenai organisasi yang dia ikuti, Lestari adalah sosok yang bersemangat memperjuangkan hak-hak perempuan. Dia juga begitu getol memperjuangkan nasib buruh dan petani yang memang menjadi fokus organisasi Gerwani.

Semangat terhadap perjuangan perempuan bahkan masih tersisa hingga sekarang. “Dibelikan kalung saja sudah senang. Satu hal yang harus disadari kaum ibu, meski cantik, jika ada kesempatan, bukan tidak mungkin suaminya ingin beristri lagi,” ujar perempuan yang ayahnya berpoligami itu, terkekeh.

Pujiati, (pada 2014 berusia 80 tahun), juga masih terlihat energik. Perempuan kelahiran Purworejo yang pernah mendekam di penjara selama 14 tahun itu selalu teliti memeriksa tiap surat masuk yang dialamatkan ke Panti Jompo Waluyo Sejati Abadi.

Jika surat tidak sesuai ketentuan, perempuan yang pernah aktif di serikat buruh sebuah korporasi besar dunia itu tak segan-segan mengembalikannya kepada si pengirim lantas menyuruhnya datang lagi lain waktu.

“Kami tahu, sebagai wartawan Mas membutuhkan informasi. Tapi di sini (panti jompo - Red.) juga ada aturannya,” ujar Pujiati ketika menolak surat permohonan wawancara pertama dari Intisari gara-gara salah sasaran.

Di antara para penghuni panti jompo, Pujiati tampak yang paling tegas. Saat Intisari berkunjung ke sana untuk ke sekian kalinya, mantan ketua RW itu beberapa kali mengingatkan bahwa jam berkunjung atau wawancara ada batasnya. Selain karena itu sudah ketentuan pengurus panti, nenek-nenek tersebut juga membutuhkan waktu istirahat.

[...]

Saban harinya, Pujiati lebih senang berkutat dengan satu-satunya mesin jahit yang ada di panti itu, yang letaknya persis di bagian paling belakang ruangan utama. Jika tidak, dia akan berada di kamarnya yang berada di bagian depan, dekat pintu masuk, melakukan kegiatan yang menjadi kegemarannya.

Lain dengan Pujiati dan Lestari yang lebih banyak berdiam di panti karena sudah sangat uzur, Sri Sulistiawati, (pada 2014 berusia 74 tahun), masih sering wira-wiri ke berbagai acara, baik sebagai pembicara maupun sebagai undangan. Dengan kaki yang sudah tidak kokoh lagi akibat siksaan di penjara, Sri termasuk yang paling mobil di antara para penghuni panti.

Meski paling muda, dengan jaringan kerja yang dimilikinya, Sri sering “dituakan” atau dimintai pertimbangan ketika ada kunjungan-kunjungan.

Dari penuturannya, eks penghuni penjara perempuan Bukit Duri, Jakarta, itu kerap diundang Ikatan Keluarga Orang Hilang Indonesia (IKOHI) atau mengikuti kegiatan Kamisan di depan istana presiden saban Kamis sore yang digagas oleh Suciwati, istri mendiang Munir.