Find Us On Social Media :

Samin Melawan Penjajah dengan Cara-cara yang Sering Disalahpahami

By Moh. Habib Asyhad, Senin, 16 September 2024 | 11:47 WIB

Ini potret sebuah gerakan perlawanan melawan penjajah yang dipandang dengan penuh sinisme. Padahal ajaran-ajarannya yang terwariskan hingga kini mencuatkan nilai-nilai kesederhanaan, kebersamaan, keadilan, dan kerja keras.

"Ditanya pekerjaannya apa, jawabnya laki (kawin/sanggama), karena kalau yang dimaksud pekerjaan semacam profesi, orang Samin menyebutnya penggautan atau nafkah. Misalnya, bertani," Darmo Subekti memberi ilustrasi gaya komunikasi lisan langgam Jawa ngoko yang sering menimbulkan salah tafsir.

Perbedaan penafsiran karena bahasa, belakangan melebar ke hal lain di luar komunikasi. Misalnya, perilaku yang dianggap tidak sejalan dengan orang lain. Sampai-sampai, kepada orang non-Samin yang menunjukkan perilaku buruk, orang tak segan menyebut "nyamin" alias berperilaku seperti orang Samin.

Istilah berkonotasi ledekan itu menyebabkan orang Samin asli enggan menyebut diri Samin, melainkan "Orang Sikep", yakni orang yang memegang teguh ajaran yang diturunkan secara turun-temurun.

Beberapa ajaran yang dicatat Suripan misalnya angger-angger pratikel (hukum tindak-tanduk), angger-angger pengucap (hukum berbicara), dan angger-angger lakonana (hukum perihal yang perlu dijalankan).

Hukum pertama berbunyi "Aja drengki srei, tukar padu, dahpen kemeren. Aja kutil jumput, mbedhog nyolong." Yang artinya jangan berbuat jahat, berperang mulut, iri hati, dan dilarang mengambil milik orang lain.

Hukum kedua berbunyi: "Pangucap saka lima bundhelane ana pitu lan pangucap saka sanga bundhelane ana pitu." Makna ungkapan simbolis itu, kita harus memelihara mulut kita dari kata-kata yang tidak senonoh atau menyakitkan hati orang lain.

Sedangkan hukum ketiga berbunyi "Lakonana sabar trokal, sabare dieling-eling, trokale dilakoni". Maksudnya, orang Samin harus ingat pada kesabaran, "bagaikan orang mati dalam hidup".

Bisa dipahami, orang Sikep, seperti dikatakan Pramugi Prawirowijoyo, generasi ke-4 Samin yang tinggal di Desa Sambongrejo, Kecamatan Sambong, Blora, sudah merasa menjadi bagian dari warga negara Indonesia sejak kemerdekaan RI.

Tidak ada perbedaan dengan warga negara lain! "Mulai detik kemerdekaan itu, apa yang jadi kewajiban masyarakat dipenuhi. Bayar pajak nomor satu, kerja bakti berangkat duluan," jelasnya.

Lebih jauh peraih Kalpataru pengabdi lingkungan tahun 1997 itu mengungkapkan, dalam soal tata pemerintahan, masyarakat Samin mengikuti dan taat pada aturan yang ada. Misalnya tata cara perkawinan secara resmi mengikuti aturan nasional.

Cuma dalam adat Sikep, dikenal istilah nyuwita. Seorang pria yang akan meminang wanita Sikep akan bekerja dan mengabdi selama beberapa waktu pada keluarga calon mempelai putri. Nyuwita terutama dilakukan bila kedua calon mempelai belum cukup umur. Tetapi bila sudah cukup, umur, keduanya bisa langsung menikah.

Selain tata cara perkawinan, berbagai ajaran Sikep masih terus dijalankan. Misalnya memulai hari dengan semacam ritus menghadap ke timur sebagai kawitan, dan mengakhiri hari sebagai wekasan menghadap ke barat.