Find Us On Social Media :

Tak Ada Wisma atau Hotel, Para Peserta PON Pertama Menginap di Rumah-rumah Warga

By Moh. Habib Asyhad, Jumat, 6 September 2024 | 14:56 WIB

Rombongan Bung Karno tiba di Stadion Sriwedari saat pembukaan PON I di Solo pada September 1948.

Demikian pula kontingen yang mewakili daerah pendudukan lainnya. "Keresidenan Priangan (Bandung), misalnya, diwakili oleh pegawai PIT yang pindah ke Solo. Lalu Karesidenan Surabaya diwakili kaum pengungsi dari kota-kota di Jawa Timur yang tidak diduduki Belanda," ungkap Maladi.

Namun, di tengah segala keterbatasan itu akhirnya Presiden Soekarno membuka juga PON I dengan selamat. Bung Karno bersama rombongan datang dari Yogyakarta menggunakan kereta api. Lalu dengan mengendarai mobil rombongan presiden menuju Stadion Sriwedari, tempat pertandingan dan upacara pembukaan PON I.

(Sekadar untuk mengingatkan, Yogyakarta pada waktu itu menjadi ibu kota negara RI untuk sementara, setelah Jakarta diduduki Belanda yang datang membonceng NICA. Tokoh-tokoh pemerintahan penting semuanya hijrah ke Kota Gudek itu.) 

"Jangan dibayangkan seperti upacara pembukaan pesta olahraga masa kini yang sarat dengan macam-macam atraksi menarik dan pating gebyar, ting glebyar, PON I hanya mengenal defile atlet, pidato pembukaan, dan penaikan bendera PON. Sudah hanya itu," kata Maladi.

Bahkan pakaian yang dikenakan para atlet pada acara defile itu nyaris seragam. Blus warna putih dipadu dengan rok bawahan warna putih untuk atlet wanita, juga hem putih dengan celana panjang putih untuk atlet pria. ."Maklum, tekstil yang ada di zaman revolusi itu. cuma warna putih," ujar mantan penjaga gawang nasional.

Walau upacara pembukaan jauh dari gebyar semarak yang membuai mata, itu tidak mengurangi minat masyarakat untuk datang berbondong-bondong menyaksikan jalannya upacara pembukaan. Dari tribune di pinggir lapangan, kata Maladi, penonton mengikuti secara saksama setiap acara yang disuguhkan. "Saya heran, meski penontonnya banyak dan hanya dengan pembatas tali dan bambu, bukan pagar besi, kok ya bisa tertib,” kenangnya.

Dilarang IOC

Sehari sebelumnya bendera PON diserahkan oleh Presiden Soekarno di Istana Negara Yogyakarta kepada barisan pemuda-pemudi untuk diarak dengan berjalan kaki secara beranting menuju ke Solo. Sayangnya, bendera yang amat bersejarah ini dilarang IOC (Komite Olimpiade Internasional) untuk dikibarkan lagi sebagai bendera PON. Pasalnya, bendera tersebut menggunakan lambang lima lingkaran yang saling berkait menyerupai lambang bendera Olimpiade.

Pesta olahraga nasional yang pertama itu mempertandingkan 10 cabang olahraga, yakti atletik, anggar, bola basket, bola keranjang, bulu tangkis, panahan, pencak silat, renang, sepakbola, dan tenis. Diikuti oleh 13 karesidenan di Jawa, a.l. Banyumas, Kedu, Jakarta, Yogyakarta, Kediri, Madiun, Malang, Pati, Priangan, Semarang, Surabaya, dan Solo sendiri.

Kota Solo dipilih sebagai tempat penyelenggaraan PON terutama karena memiliki sport venues yang dinilai cukup lengkap pada waktu itu sebagai ajang pesta olahraga seakbar PON. Di kota itu terdapat Stadion Sriwedari, lapangan tenis, kolam renang, lapangan basket, gedung bulu tangkis dll.

Lalu atlet yang berjumlah 600 orang itu bukan menginap di hotel macam sekarang. Mereka harus puas tinggal sementara di gedung-gedung sekolah, dan juga rumah-rumah keluarga yang cukup besar. "Yang penting tersedia ruangan dan tikar, oke-lah," tutur Maladi.

Dengan anggaran yang sebagian besar disediakan oleh Panitia Besar PON dan sedikit sumbangan pemerintah, cara penampungan macam itu sudah maksimal. "Kami juga memberi ransum makanan sehari 2 kali, dengan jatah Rp5,- per hari. Sedangkan uang saku dan kebutuhan lainnya seperti sepatu, ditanggung oleh atlet sendiri," jelasnya.