Find Us On Social Media :

Betapa Dahsyatnya Kekuatan Buku Harian: Dari Curhat hingga Catatan Sejarah

By Moh. Habib Asyhad, Sabtu, 31 Agustus 2024 | 12:41 WIB

Buku harian sedianya adalah tempat curhat dan mencatat kejadian sehari-hari. Tapi rupanya juga bisa digunakan mengungkapkan sebuah peristiwa bersejarah. Buku harian Anne Frank contohnya.

Hal lain yang menakjubkan, setiap surat yang dikirimkan ibunya kepada siapa saja juga ditulis tangan rangkap sebagai dokumentasi (maklum saat itu masih belum ada fotokopi). Catatan harian ibunya pun ada yang mengandung nilai sejarah. Misalnya, pidatonya di hadapan Serikat Kaum Ibu Sumatra tahun 1920-an. Maklum saja, ibunya ketika itu menjabat sebagai ketua serikat.

Rupanya, "resep" ibunya ini diikuti oleh Mien, putri bungsu hasil perkawinan dengan Bupati Bandung R.A.A Wiranatakoesoemah. Sama dengan ibunya yang sebagian catatan hariannya ditulis dalam bahasa Belanda, demikian pula catatan harian Mien. Bahasa Belanda dia gunakan sejak pertama kali menulis buku harian. Namun, sejak Januari 1945, dia mulai menggunakan bahasa Indonesia.

Dipamerkan

Namun, siapa sangka salah satu buku hariannya bisa dipajang di Recht Museum, Amsterdam, Belanda? Kisahnya, Belanda yang memperingati 400 tahun hubungan Belanda-Jepang tidak memiliki sebagian catatan tentang masa itu. Misalnya, kapan tepatnya dimulai pendudukan Jepang di Hindia Belanda, apa yang terjadi selama penjajahan Jepang tersebut, dan kapan Jepang keluar dari Hindia Belanda.

"Kebetulan ada kenalan yang tahu saya punya catatan tentang saat-saat itu. Ia langsung menghubungi saya," tuturnya. "Sebenarnya saya keberatan meminjamkan buku asli, takut kalau hilang. Tapi, ternyata mereka tidak mau fotokopinya. Akhirnya saya pinjamkan, asalkan buku itu diasuransikan," Mien mengutarakan kekhawatirannya saat meminjamkan buku hariannya.

Kini tulisannya dalam bahasa Belanda tentang nukilan kisah sejarah dipajang di almari kaca di museum itu. Di kanan-kirinya dipasang bagian penting yang diperbesar dan foto dirinya. Wah, sungguh membanggakan!

Bagian catatan sejarah yang menyangkut pendudukan Jepang di Hindia Belanda memang tidak pernah dilupakan Mien yang sejak lulus SR (setara SD) di Bukittinggi pindah ke Jakarta. "Situasi zaman Jepang begitu mencekam dan menakutkan. Hidup sangat sulit dan pendidikan pun terhenti. Saat itu saya berusia 18 tahun," kenangnya.

Awal pendudukan Jepang tak luput dari catatannya:

"Tanggal 13 Januari 1942 kota minyak Tarakan di Borneo Timur jatuh ke tangan Jepang. Tanggal 23 Januari lapangan udara Palembang dibom. Tanggal 3 Februari lapangan terbang Surabaya mendapat giliran. Palembang dan Singapura menyerah tanggal 16 Februari. Suasana Jakarta tambah hari tambah tegang dan tak ada satu, hari berlalu tanpa melengkingnya sirine serangan udara …"

Pengalaman lebih pribadi diungkapnya:

"Selain harus belajar bahasa Jepang, setiap hari harus menyanyikan lagu kebangsaan Jepang, Kimigayo, sambil membungkukkan badan ke arah Tenno Heika, kaisar Jepang. Siapa yang tidak mentaati peraturan dikenai hukuman. Barangsiapa ketahuan berbicara dalam bahasa Belanda pun langsung ditindak."

Bagaimana cara mendapatkan informasi dengan cepat? "Aduh, jangan bayangkan Jakarta zaman dulu seperti zaman sekarang. Dulu wilayah Jakarta masih kecil. Orang se-RT bisa saling kenal, sehingga informasi situasi terakhir mudah didapat. Selain dari mulut ke mulut, juga dari radio. Semua yang saya dengar dan alami, saya utarakan dalam buku harian saya."