Find Us On Social Media :

Bagaimana Proses Perubahan dari Piagam Jakarta Menjadi Pembukaan UUD NRI Tahun 1945

By Afif Khoirul M, Selasa, 20 Agustus 2024 | 10:10 WIB

Para penyusun Piagam Jakarta.

Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini

---

Intisari-online.com - Indonesia, tahun 1945. Perang Pasifik berkecamuk, Jepang yang semula berkuasa mulai melemah. Di tengah situasi genting ini, bangsa Indonesia melihat secercah harapan untuk meraih kemerdekaan.

Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK) dibentuk Jepang sebagai langkah awal menuju kemerdekaan, namun dengan pengawasan ketat.

Piagam Jakarta: Kompromi yang Rentan

Salah satu tonggak penting dalam perjalanan ini adalah perumusan Piagam Jakarta pada tanggal 22 Juni 1945.

Piagam ini menjadi cikal bakal konstitusi Indonesia, namun mengandung klausul kontroversial, "Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya."

Klausul ini merupakan hasil kompromi antara kelompok nasionalis dan kelompok Islam dalam BPUPK.

Kelompok Islam menginginkan syariat Islam menjadi dasar negara, sementara kelompok nasionalis menginginkan negara yang lebih inklusif. Piagam Jakarta dianggap sebagai jalan tengah, namun benih perpecahan sudah tertanam.

Proklamasi Kemerdekaan: Harapan Baru

Pada tanggal 17 Agustus 1945, Soekarno-Hatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Euforia kemerdekaan menggema di seluruh negeri, tetapi tantangan besar masih menanti.

Salah satunya adalah merumuskan konstitusi yang bisa diterima oleh seluruh rakyat Indonesia, terlepas dari agama dan keyakinannya.

Penolakan dari Timur

Berita tentang Piagam Jakarta sampai ke telinga masyarakat Indonesia bagian timur, khususnya di wilayah yang mayoritas penduduknya non-Muslim.

Mereka merasa keberatan dengan klausul syariat Islam dan khawatir akan diskriminasi di negara yang baru lahir ini.

Sehari setelah proklamasi, seorang tokoh Kristen dari Indonesia Timur, Mr. A.A. Maramis, menyampaikan keberatannya kepada Mohammad Hatta.

Hatta yang dikenal sebagai negarawan yang bijaksana dan inklusif, menyadari potensi perpecahan yang bisa ditimbulkan oleh Piagam Jakarta.

Sidang PPKI: Momen Krusial

Pada tanggal 18 Agustus 1945, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) mengadakan sidang untuk mengesahkan konstitusi.

Suasana sidang dipenuhi ketegangan. Piagam Jakarta yang sudah disiapkan sebagai dasar negara, tiba-tiba menjadi polemik.

Hatta menyampaikan keberatan dari masyarakat Indonesia Timur kepada sidang. Ia mengusulkan agar klausul syariat Islam dihapus untuk menjaga persatuan dan kesatuan bangsa.

Perdebatan Sengit

Usulan Hatta memicu perdebatan sengit. Kelompok Islam bersikukuh mempertahankan klausul syariat Islam, sementara kelompok nasionalis mendukung usulan Hatta. Sidang PPKI nyaris menemui jalan buntu.

Di tengah ketegangan, Ki Bagus Hadikusumo, seorang tokoh Islam yang dihormati, mengambil sikap bijaksana.

Ia mengusulkan agar klausul syariat Islam dihapus demi persatuan bangsa. Sikap Ki Bagus Hadikusumo menjadi titik balik. Kelompok Islam lainnya mulai melunak dan akhirnya menerima usulan Hatta.

Kelahiran Pembukaan UUD 1945

Dengan dihapusnya klausul syariat Islam, Piagam Jakarta mengalami perubahan signifikan. Kalimat "Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya" diubah menjadi "Ketuhanan Yang Maha Esa".  

Perubahan ini mencerminkan semangat inklusivitas dan toleransi, sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. Piagam Jakarta yang telah diubah kemudian disahkan sebagai Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.

Warisan Persatuan

Perubahan Piagam Jakarta menjadi Pembukaan UUD 1945 adalah tonggak penting dalam sejarah Indonesia.

Keputusan ini menunjukkan bahwa para pendiri bangsa lebih mengutamakan persatuan dan kesatuan daripada kepentingan kelompok tertentu.

Pembukaan UUD 1945 menjadi landasan bagi negara Indonesia yang beragam, melindungi hak-hak semua warga negara tanpa memandang agama, suku, atau ras.

Semangat inklusivitas ini terus menjadi inspirasi bagi generasi penerus untuk menjaga persatuan dan kesatuan bangsa.

Pelajaran Berharga

Perjalanan dari Piagam Jakarta menjadi Pembukaan UUD 1945 mengajarkan kita tentang pentingnya dialog, kompromi, dan sikap kenegarawanan.

Para pendiri bangsa menunjukkan bahwa perbedaan bukanlah penghalang untuk mencapai tujuan bersama.

Mereka juga mengajarkan kita tentang pentingnya menjaga persatuan dan kesatuan bangsa di tengah keberagaman. Pembukaan UUD 1945 adalah bukti nyata bahwa Indonesia adalah negara untuk semua, bukan hanya untuk kelompok tertentu.

Tantangan Masa Kini

Meskipun Pembukaan UUD 1945 telah meletakkan dasar yang kuat bagi negara Indonesia, tantangan untuk menjaga persatuan dan kesatuan bangsa masih ada hingga kini. Isu-isu seperti intoleransi, radikalisme, dan diskriminasi masih mengancam kerukunan bangsa.

Oleh karena itu, penting bagi kita untuk terus mengingat semangat para pendiri bangsa dalam merumuskan Pembukaan UUD 1945. Kita harus terus memperjuangkan nilai-nilai inklusivitas, toleransi, dan persatuan, agar Indonesia tetap menjadi negara yang damai dan sejahtera bagi semua.

Perubahan Piagam Jakarta menjadi Pembukaan UUD 1945 adalah kisah tentang perjuangan, kompromi, dan semangat persatuan.

Keputusan ini menjadi landasan bagi negara Indonesia yang beragam dan inklusif. Mari kita terus menjaga warisan berharga ini, agar Indonesia tetap menjadi rumah bagi semua.

*

Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini

---