Find Us On Social Media :

Jadi Presiden di Usia Muda, Kok Bisa Sukarno Sering Berseberangan dengan Para Pemuda?

By Moh. Habib Asyhad, Minggu, 18 Agustus 2024 | 13:08 WIB

Sukarno menjadi presiden Republik Indonesia di usia yang nisbi muda, 44 tahun. Tapi beberapa kali dia berseberangan dengan para pemuda.

Terkesan bahwa perjuangan Sukarno dalam pergerakan nasional tidak bersentuhan dengan peristiwa yang terjadi tanggal 28 Oktober 1928. Pertanyaannya, apa yang dilakukan Sukarno ketika itu?

Baca Juga: [ARSIP] Cerita Lucu Bung Karno Usai Merdeka: Presiden Sudah Terpilih, Mobilnya Baru Dicari

Sumpah Pemuda tanpa Sukarno?

Tanggal 27-28 Oktober 1928 berlangsung Kongres Pemuda II yang berakhir dengan pembacaan sumpah tentang persatuan Indonesia. Peristiwa itu selalu dikenang. Nama-nama Soegondo Djojopoespito, M. Yamin, Amir Sjarifuddin, dan WR Supratman disebut-sebut dalam peristiwa bersejarah itu.

Tetapi Sukarno dan Hatta di mana? Apakah mereka tidak mendukung pernyataan penting itu Sukarno berada di Hindia Belanda dan Hatta masih di Eropa. Sukarno tidak pernah ke luar negeri pada masa penjajahan Belanda.

Hubungan antara Perhimpunan Indonesia di Belanda dengan aktivis gerakan di Tanah Air terjalin melalui penerbitan mereka Indonesia Merdeka yang dikirim ke sini dan beredar di kalangan pegiat kemerdekaan. Soegondo Djojopoespito yang belajar hukum di Batavia sejak tahun 1925 dan tinggal di sebuah rumah pegawai pos beruntung memperoleh majalah tersebut yang seharusnya disortir.

Bacaan-bacaan itu menambah wawasan kebangsaannya, kemudian mendorongnya untuk melaksanakan Kongres Pemuda II pada 1928, yang mendudukkannya sebagai ketua panitia.

Terdapat beberapa kelompok diskusi di Pulau Jawa antara lain Indonesische Studieclub di Surabaya sejak tahun 1924 yang dipimpin Sutomo. Ada juga Algemeene Studieclub di Bandung dengan tokoh utamanya Sukarno sejak tahun 1925. Wacana kebangsaan berembus lewat komunikasi media tertulis atau melalui pulang-pergi beberapa tokoh pergerakan dari Hindia Belanda ke Eropa.

Sutomo berangkat ke Belanda melanjutkan studi pada 1919 dan menjadi Ketua Indische Vereeniging 1921-1922. Dia pulang ke Indonesia tahun 1923. Di Algeemene Studieclub Bandung terdapat nama Iskaq Tjokrohadisurjo, anggota Perhimpunan Indonesia yang pulang ke tanah air tahun 1925.

Sukarno mendirikan Perserikatan Nasional Indonesia (PNI) Juli 1927 di Bandung. Partai ini pada mulanya partai kader. Secara serius Sukarno mendidik belasan kadernya yang pada gilirannya menatar calon aktivis lainnya. Bulan Oktober 1928 misalnya PNI cabang Bandung melakukan kursus kader seperti diceritakan Maskoen Soemadiredja.

Namun sebelumnya, Desember 1927, Sukarno telah berhasil merealisasikan Permufakatan Perhimpunan-Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia (PPPKI) yang semula terdiri atas tujuh organisasi (PNI, Partai Sarekat Islam, Boedi Oetomo, Pasundan, Sarekat Sumatra, Kaum Betawi, dan Indonesische Studieclub).

Kegiatan Sukarno itu dianggap berbahaya oleh pemerintah kolonial. Tabrani yang mengetuai Kongres Pemuda I tahun 1926 dan kemudian belajar di Eropa menulis kepada Sukarno bulan Desember 1928, "Lebih baik kamu di belakang layar saja atau lebih baik lagi meninggalkan Tanah Air untuk sementara."