Find Us On Social Media :

Jadi Presiden di Usia Muda, Kok Bisa Sukarno Sering Berseberangan dengan Para Pemuda?

By Moh. Habib Asyhad, Minggu, 18 Agustus 2024 | 13:08 WIB

Sukarno menjadi presiden Republik Indonesia di usia yang nisbi muda, 44 tahun. Tapi beberapa kali dia berseberangan dengan para pemuda.

Baca Juga: 17 Agustus 1945: Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia

Hal senada disampaikan oleh Hatta yang menulis kepada Sukarno bulan Februari 1929: "... keselamatanmu dalam bahaya ... kau harus menarik diri dari kepemimpinan puncak, untuk sementara tidak muncul di depan publik ... sangat mendesak bagimu untuk meninggalkan Indonesia sementara waktu."

Hatta menambahkan, biaya perjalanan dan tempat tinggal selama Sukarno di Belanda telah tersedia.

Ternyata peringatan itu menjadi kenyataan. Sukarno dan tiga kawannya diadili pada 1930. Ironisnya, Hatta yang mengingatkan Sukarno lebih dulu dimejahijaukan, yakni pada 1927. Hatta dibebaskan dari tuduhan pada Maret 1928. Dia menghadiri liga antikolonialisme di Jerman pada Juli 1928.

Ketika Sukarno dan tiga kawannya ditangkap di Bandung Desember 1929, Hatta menulis artikel pembelaan dalam De Socialist. Kegiatan dalam gerakan itulah yang menyebabkan masa studi Hatta molor sampai 11 tahun. Setelah lulus sarjana tahun 1932 ia pulang ke Tanah Air.

Dicemooh karena berbusana trendi?

Sukarno selaku Ketua PNI mengirim surat berisi ucapan selamat yang dibacakan dalam pembukaan Kongres Pemuda II bersama surat Tan Malaka dan Perhimpunan Indonesia di Belanda. Namun ia tidak hadir untuk berpidato. Ada beberapa alasan. Pertama, yang dikemukakan oleh Abu Hanifah sebagaimana dikutip oleh Lambert Giebels (Soekarno, Biografi 1901-1950).

Menurut Hanifah, Sukarno pernah diundang untuk berbicara di depan anggota Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia (PPPI) yang antara lain dipimpin Soegondo Djojopoespito. Ketika itu para mahasiswa sedang gandrung pemikiran Gandhi yang memboikot kain tenun buatan Barat dan menganjurkan pakaian sederhana buatan dalam negeri.

Dalam pertemuan di sebuah gedung di Jl. Kenari, Batavia, terkesan Sukarno seakan baru datang dari "suatu peragaan busana atau resepsi orang elit" sehingga dicemooh mahasiswa.

Informasi di atas perlu dipertanyakan karena buku Giebels sendiri menampilkan banyak kekeliruan fakta historis. Lagi pula ia mengutip Abu Hanifah yang baru menerbitkan tulisan tahun 1972 (Tales of a Revolution). Abu Hanifah yang pernah tinggal di asrama mahasiswa Kramat Raya 106 itu kemudian menjadi pengurus Masyumi yang berseberangan dengan Bung Kamo.

Kedua, alasan yang lebih masuk akal adalah kesibukan Sukarno dalam mengembangkan partainya. Lagi pula dalam kongres itu sudah berperan tokoh PNI seperti Mr. Sunario dan Mr. Sartono. Sukarno tampil di mana-mana. Rakyat terpesona dengan gaya berpidatonya yang penuh retorika.

"Matahari tidak terbit karena ayam berkokok. Tetapi ayam jantan berkokok karena Matahari terbit," ujar Sukarno. "Penjajahan ialah upaya mengolah tanah, mengelola harta-harta di dalam tanah, mengolah tanam-tanaman, mengolah hewan-hewan dan terutama mengolah penduduk untuk keuntungan keperluan ekonomi dari bangsa yang menjajah."