Find Us On Social Media :

Bagaimana Penerapan Pancasilan Pada Masa Orde Baru? Apakah Asas Tunggal Itu?

By Moh. Habib Asyhad, Sabtu, 10 Agustus 2024 | 12:37 WIB

Secara garis besar, bagaimana penerapan Pancasila pada masa Orde Baru? Benarkah ada penyimpangan di situ? Artikel di bawah ini akan menjawabnya untuk Anda semua.

- Presiden Soeharto melanggengkan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN)

Puncak dari penyelewengan Presiden Soeharto adalah terjadinya krisis ekonomi dan moneter tahun 1997. Krismon telah membuat perekonomian Indonesia turun drastis sehingga memicu gerakan masif untuk menggulingkan rezim Orde Baru di bawah pimpinan Presiden Soeharto.

Apa itu asas tunggal?

Orde Baru juga menerapkan apa yang kelak kita kenal sebagai Asas Tunggal Pancasila. Asas Tunggal Pancasila merupakan kewajiban yang dibebankan oleh pemerintahan Soeharto pada 1985 terhadap semua partai politik dan organisasi masyarakat untuk menjadikan Pancasila sebagai satu-satunya ideologi mereka.

Asas tunggal Pancasila ditetapkan sebagai salah satu poin dalam Ketetapan MPR No. II/MPR/1983 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara, dan kewajiban untuk partai disahkan pada tanggal 19 Februari 1985 melalui Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1985 tentang Partai Politik dan Golongan Karya, sementara untuk organisasi masyarakat landasan hukumnya adalah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan yang disahkan pada 17 Juni 1985.

Meskipun mendapat sejumlah penolakan, kebijakan ini mendapat dukungan dari dua organisasi kemasyarakatan Islam terbesar di Indonesia: NU dan Muhammadiyah. Keduanya menerima Pancasila sebagai asas tunggal.

Bagi NU, asas-asas yang terkandung dalam Pancasila itu mengandung nilai-nilai yang tidak bertentangan dengan Islam. Muktamar NU juga mengeluarkan pernyataan bahwa Pancasila adalah falsafah dan bukan agama dan juga tidak akan menggantikan agama.

Setali tiga uang dengan NU, Muhammadiyah juga menyatakan bahwa organisasi yang berdiri pada 1912 ini tidak masalah menerima Pancasila karena pemimpin-pemimpin Muhammadiyah seperti Ki Bagus Hadikusumo, Kahar Muzakkir, dan Kasman Singodimedjo turut serta dalam perumusan Pancasila, sehingga Pancasila tidak bertentangan dengan Islam.

Seperti disebut di awal, kebijakan ini mendapat perlawanan, terutama dari kalangan aktivis-aktivis Islam saat itu. Salah satunya adalah Abu Bakar Ba'asyir, dia pernah ditangkap karena menolak asas tunggal Pancasila dan kemudian melarikan diri ke Malaysia selama 17 tahun. Peristiwa Talangsari di Lampung juga ekses dari kebijakan ini.

Sebagaimana banyak disebutkan dalam berbagai publikasi, Peristiwa Talangsari dilatari oleh menguatnya doktrin pemerintah Soeharto tentang asas tunggal Pancasila. Prinsip yang diterapkan Soeharto ini disebut dengan Eka Prasetya Panca Karsa dengan pedoman program bernama Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P-4).

Umumnya, program P-4 ini menyasar sejumlah kelompok Islamis yang kala itu bersikap kritis terhadap pemerintah Orde Baru. Akibatnya, aturan ini membuat sekelompok orang di Lampung melakukan pemberontakan yang dipimpin oleh Warsidi.

Mula-mula, anggota Warsidi hanya berjumlah di bawah 10 orang. Lalu, 1 Februari 1989, Kepala Dukuh Karangsari mengirimkan surat untuk Komandan Koramil Way Jepara, Kapten Soetiman. Dia menyampaikan bahwa di dukuhnya ada sejumlah orang yang diduga melakukan kegiatan yang mencurigakan.