Find Us On Social Media :

Mengapa Kita Masih Menjalankan Tradisi Dan Ritual Sumpah Pocong?

By Moh. Habib Asyhad, Sabtu, 10 Agustus 2024 | 10:48 WIB

Sumpah pocong atau sumpah mimbar kerap dijadikan alternatif terakhir sebuah sengketa hukum. Bikin ngeri karena langsung dikaitkan dengan Tuhan Yang Maha Esa. Itulah yang dilakukan Saka Tatal dalam kasus Vina Cirebon.

Sama dengan sumpah-sumpah lainnya, menurut Ali yang juga sekjen Ikatan Hakim Indonesia, sumpah mimbar lahir karena adanya perselisihan antara seseorang sebagai penggugat melawan 'orang lain sebagai tergugat. "Gugatan yang diajukan penggugat ke pengadilan ini bermacam-macam masalahnya, bisa berupa perebutan harta warisan, hak-hak tanah, utang-piutang, dsb."

Selanjutnya, dalam pemeriksaan di pengadilan menurut Hukum Acara Perdata ditentukan, setiap orang yang mengemukakan suatu dalil, harus bisa membuktikan kebenaran dalil gugatannya di muka pengadilan wajib.

"Dalil itu hanya berupa pengakuan, misalnya, pihak penggugat mengaku sebidang tanah X miliknya, maka pihak yang mengeluarkan dalil itu berkewajiban membuktikan kepada hakim perdata akan kebenaran dalilnya," kata Ali mencontohkan sambil menyebut Het Herziene Indonesisch Reglement (HIR) pasal 163.

Sebaliknya, pihak yang menyangkal bahwa tanah itu bukan milik penggugat, melainkan milik tergugat, juga mengeluarkan suatu dalil yang harus pula dibuktikan kebenarannya di muka hakim perdata. Di sinilah hakim mempunyai dasar hukum untuk memeriksa perkara itu dengan menerima bukti-bukti yang diajukan oleh pihak penggugat untuk mendukung dalil gugatannya ataupun bukti-bukti yang diajukan oleh pihak lawan atau tergugat untuk mendukung dalil sangkalannya.

Kemudian hakim akan mempertimbangkan bukti mana yang lebih kuat. Adapun bukti-bukti yang layak diajukan, "Sesuai dengan HIR pasal 164 yang pertama adalah bukti surat dan bukti saksi," jelas Ali Boediarto, S.H. Dalam situasi tidak ada bukti surat dan bukti saksi, menurut HIR pasal 164 dilakukan bukti persangkaan yaitu dengan meneliti rentetan kejadian di masa lalu. Meski demikian Ali Boediarto menilai bukti persangkaan agak rawan dilakukan.

Bukti keempat menurut Hukum Acara Perdata adalah pengakuan, "Namanya saja selisih, tentunya tidak ada pengakuan yang saling membenarkan antara pihak penggugat dengan tergugat," ujar Ali sambil menunjuk pada bukti terakhir atau yang kelima, yaitu sumpah.

Agar tak berlarut-larut

Mengingat letaknya yang paling akhir, sumpah pun menjadi alat satu-satunya untuk memutuskan sengketa tersebut. Jadi sumpah tersebut memberikan dampak langsung kepada pemutusan yang dilakukan hakim.

Hal ini terjadi karena perkara tidak bisa dibiarkan berlarut-larut, apalagi sampai bertahun-tahun, karena kedua belah pihak yang bersengketa masih coba-coba mencari bukti dan saksi lain. Dalam keadaan tertentu hakim mungkin masih meriimbang-nimbang seandainya mungkin mendapatkan bukti yang lain. Namun, kalau sudah buntu sama sekali, hakim akan langsung merujuk ke bukti sumpah.

Sumpah ada dua macam yaitu sumpah Suppletoir dan sumpah Decisoir. Sumpah Supletoir atau sumpah tambahan dilakukan apabila sudah ada bukti permulaan tapi belum bisa meyakinkan kebenaran fakta, karenanya perlu ditambah sumpah.

"Bukti-bukti permulaan bisa berupa sepotong surat sebagai penunjuk atau mungkin satu saksi yang cukup memberikan petunjuk ke arah suatu kebenaran," Ali Boediarto memberikan contoh. Bila sudah ada permulaan bukti seperti itu, maka cukup dilakukan sumpah Suppletoir untuk menguatkan saksi yang hanya satu orang tersebut.

Dalam keadaan tanpa bukti sama sekali, hakim akan memerintahkan sumpah Decisoir alias sumpah pemutus yang sifatnya tuntas, menyelesaikan perkara. "Biasanya kedua pihak hanya bisa bicara, bersikukuh pada dalil masing-masing," Ali Boediarto menggambarkan perselisihan yang tanpa didukung bukti. Meski begitu, tidak jarang kedua pihak yang bersengketa tersebut mengajukan bukti, "Sayangnya, bukti-bukti itu tidak langsung berkaitan dengan pokok perkara, hanya nyerempet sedikit-sedikit. Misalnya catatan notes yang tidak- berharga sebagai bukti," ujarnya lagi.