Find Us On Social Media :

Begini Nasib Bumiputra Anggota KNIL Setelah Jepang Menguasai Indonesia

By Moh. Habib Asyhad, Kamis, 8 Agustus 2024 | 15:25 WIB

Tak bisa dipungkiri, banyak Bumiputra yang menjadi anggota KNIL, dinas ketentaraan kolonial Hindia Belanda. Mereka pun jadi buron setelah Jepang datang.

“Pada pukul tiga atau empat petang yang naas itu, kapal kami dikelilingi oleh sebuah eskadron kapal perang Jepang. Eskadron itu terdiri atas tiga kapal penjelajah berat, mungkin saja dari kelas Asagiri, dan dua kapal perusak,” aku Hadjiwibowo dalam Anak Orang Belajar Hidup Pendewasaan 1924-1942 (2000:193-194). Terlihat semua artileri diarahkan ke Tjisaroea. Tjisaroea yang terdesak akhirnya digiring oleh armada Jepang ke Makassar.

Mereka yang berpangkat rendah dibebaskan setelah beberapa bulan ditawan, sementara yang berpangkat perwira ditahan. Termasuk Hadjiwibowo, taruna laut Akademi Angkatan Laut Surabaya, dan salah seorang rekannya bernama Muhammad Sidik Mulyono. Keduanya ditawan di Kamp Subsistentie Kader Makassar, sebelum dipindah ke Jakarta di kamp bekas tangsi Batalyon Infanteri X, sekitar Hotel Borobudur sekarang.

Di kamp itu, mereka ditahan di barak No. 6. “Penghuninya terdiri atas tawanan perang asli Indonesia, di bawah pimpinan Kapten Thijs Nanlohy dari KNIL, yang dikenal sebagai Cabe Rawit," aku Hadjiwibowo, dalam Anak Orang Belajar Hidup: Dinamika Hidup 1942-1970 (2000:30).

Benjamin Bouman dalam Van Driekleur tot Rood-Wit: De Indonesische O cieren uit het KNIL 1900 - 1950 (1995:373) menyebut Thijs yang tertangkap pada 13 Maret 1942 berada di kamp tersebut karena mencoba kabur bersama orang-orang Ambon lainnya. Thijs pernah mencoba ke Cilacap sebelum ditawan.

Mengacu pada kartu tawanannya, Thijs adalah letnan kelas satu di batalion Infanteri XI, Resimen Pertama Divisi Pertama KNIL. Lahir pada 3 Februari 1906, dia adalah putra dari Hendrik Nanlohy dan Magdalena Wattimury. Istrinya Jeane Amalia Angenetta Niels, yang dinikahi pertengahan 1937, tinggal di Jakarta.

Bagi Jepang, Thijs adalah sosok yang mencurigakan. Karena itulah dia pernah berkali-kali dipindah. Pernah di Penjara Glodok pada Januari hingga Maret 1943, lalu dipindah ke kamp bekas depot infanteri di Bandung.

Dua Mayor Minahasa

Saat Perang Dunia II, Hindia Belanda merekrut banyak pemuda dan mengaktifkan kembali pensiunan-pensiunan militer. Termasuk Mayor Alexander Herman Hermanus Kawilarang yang pada 1942 sudah berusia sekitar 53 tahun. Bahkan putranya, Alex Evert Kawilarang, sudah jadi anggota KNIL, mengikuti jejaknya.

Alex adalah sersan taruna di Akademi Militer Bandung yang cepat-cepat diluluskan sebagai letnan muda untuk segera dikirim ke medan pertempuran. Tak lama berselang, Alex jadi tawanan Jepang.

! Jangan kembali! Maksudmu sekarang bagaimana?" gertak sang ayahnya, Kawilarang Senior, berdasar ingatan Alex seperti diakuinya dalam AE Kawilarang: Untung Sang Merah Putih (1988:10) yang disusun oleh Ramadhan KH.

“Mandi dulu, lantas ke Keluarga Suryo di Jalan Lengkong dan besok ke Batavia dengan kereta api,” jawab Alex.