Buurman Van Vreeden, Sosok Komandan Terakhir Yang Serahkan Markas KNIL Kepada TNI Sebagai Tanda Bubarnya Tentara Hindia Belanda

Moh. Habib Asyhad
Moh. Habib Asyhad

Editor

Pada Juli 1950, KNIL resmi dibubarkan, dengan ditandai sambutan oleh Komandan KNIL terakhir, Buurman van Vredeen.
Pada Juli 1950, KNIL resmi dibubarkan, dengan ditandai sambutan oleh Komandan KNIL terakhir, Buurman van Vredeen.

Pada Juli 1950, KNIL resmi dibubarkan, dengan ditandai sambutan oleh Komandan KNIL terakhir, Buurman van Vredeen.

Intisari-Online.com -Pada 26 Juli 1950, Tentara Kerajaan Hindia Belanda alias Koninklijke Nederlands-Indische Leger (KNIL) resmi dibuabarkan.

Tapi sehari sebelumnya, yaitu pada 25 Juli 1950, komandan KNIL terakhir, Dir Cornelis Buurman van Vreeden menyerahkan markas besar KNIL kepada Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat (Apris), sekarang TNI.

Pembubaran KNIL dilakukan di kediaman Komisaris Tinggi Belanda Dr. H. Hirschfeld di Jakarta.

Pembubaran itu ditandai denganpidato Dir Cornelis Buuman van Vreeden selaku Komandan KNIL.

Pembentukan pasukan militer sudah dicanangkan oleh Pemerintah Belanda untuk mengontrol dan mengawasi wilayah jajahan.

Ketika terjadinya perang Diponegoro, pasukan ini membantu untuk melindungi dan mengamankan pihak penjajah dari serangan kelompok pro Diponegoro.

Setelah perang Diponegoro selesai, secara resmi Gubernur Jenderal Van den Bosch membuat keputusan tentang pembentukan organisasi ketentaraan India Timur, Oost-Indische Leger pada 1830.

Pada 1836, Raja Willem I memberikan predikat kepada tentara ini dengan "koninklijk".

Namun dalam pemakaiannya, nama ini jarang disebut.

Pada 1933, Hendrik Colijn yang merupakan perwira Oost-Indische Leger secara resmi memberi nama Koninklijk Nederlands-Indisch Leger atau KNIL.

Tentara KNIL terdiri dari para prajurit bayaran dan sewaan dari Perancis, Jerman, Belgia, Swiss serta masyarakat pribumi dari berbagai daerah.

Peraturan Kerajaan Belanda tidak memberikan izin kepada rakyatnya untuk wajib militer di wilayah jajahannya.

Selain itu, rekrutan KNIL juga berasal dari bekas tentara Belanda yang di negaranya melakukan pelanggaran.

Mereka yang melakukan pelanggaran ini diberikan pilihan untuk masuk KNIL atau mendapat hukuman sesuai peraturan.

Oleh sebab itu, prajurit KNIL kebanyakan dari orang yang berasal dari golongan bawah, tidak disiplin, dan mendapatkan hukuman.

Pada 1936, jumlah prajurit KNIL dari golongan pribumi mencapai 34.000 orang yang kebanyakan dari Ambon, Sulawesi, dan Jawa.

Mereka merupakan garda terdepan jika KNIL berhadapan dengan rakyat Indonesia.

Ini merupakan strategi dari pihak Belanda untuk mendapat pengaruh yang lebih besar.

Penduduk pribumi yang menjadi anggota KNIL antara lain Mangkunegara VII, Sultan Hamid II, Oerip Soemohardjo, E. Kawilarang, A.H. Nasution, Gatot Soebroto, Didi Kartasasmita, T.B. Simatupang, dan Soeharto.

KNIL juga punya peran lain yaitu untuk memperluas dan mengontrol daerah jajahan dari pemerintahan Belanda.

Pada abad 19 dan awal abad 20, KNIL menaklukkan beberapa kepulauan di Nusantara.

Setelah tahun 1904, KNIL bertugas melindungi wilayah Hindia Belanda dari serangan negara lain.

Ketika Perang Dunia II, KNIL mendapatkan tekanan dari negara-negara lain.

Pasukan KNIL terpaksa dan tergesa-gesa melindungi Hindia Belanda dari serangan blok poros.

Sebagian besar kesatuan KNIL akhirnya bisa dikalahkan dan beberapa prajurit diasingkan oleh pihak Jepang selaku blok poros.

Ada juga yang melarikan diri ke Australia dengan alasan keamanan.

Beberapa kelompok KNIL yang berasal dari kelompok pribumi melakukan gerilya terhadap Jepang tanpa dibantu oleh pihak mana pun.

Ada juga tentara KNIL yang keluar dan mencoba masuk PETA (Pembela Tanah Air) yang merupakan tentara sukarela bentukan Jepang.

Setelah perang dunia II, KNIL digunakan untuk merebut kedaulatan Indonesia dengan membangun pengaruh Belanda.

Agresi Militer yang dilakukan oleh Belanda dibantu oleh tentara-tentara KNIL.

Namun, usaha yang dilakukan oleh pihak Belanda tidak bisa terealiasi setelah adanya pengakuan Belanda atas kedaulatan Indonesia pada 27 Desember 1949 di Den Haag.

Pada 26 Juli 1950, KNIL dinyatakan bubar dengan penyerahan kepemimpinan Dir Cornelis Buurman van Vreeden selaku Komandan KNIL kepada Angkatan Perang Republik Indonesia (APRIS), atau kini TNI.

Buurman mengatakan, anggota KNIL boleh bekerja sesuai dengan keinginan masing-masing.

Berdasarkan hasil keputusan Konferensi Meja Bundar (KMB), mantan tentara KNIL diperbolehkan bergabung dengan APRIS dan memperoleh kenaikan pangkat.

Sekilas profil Buurman van Vreeden

Buurvn van Vreeden menjabat sebagai Komandan KNIL sejakMei 1949 hingga Juli 1950.

Buurman van Vreeden menempuh pendidikan sekolah dasar di Den Haag dan Kampen.

Pada 1921, dia meneruskan ke Koninklijke Militaire Academie di Breda dan kemudian letnan di artileri Koninklijk Nederlandsch-Indisch Leger.

Dia belajar di Hogere Krijgsschool antara tahun 1931-1934 dan menduduki berbagai kedudukan militer KNIL di Hindia Belanda.

Saat Perang Dunia II, diamenjadi perwira ajudan atau staf Jenderal Sigit Van Rahardjo Stockower di Kesatuan elite Angkatan Darat KST Belanda di Batavia.

Setelah itu, pada 1946 menjadi staf jenderal KNIL.

Setelah kematian Simon Spoor pada tanggal 25 Mei 1949, Buurman van Vreeden diangkat untuk sementara waktu sebagai komandan KNIL berpangkat letnan jenderal, sampai tanggal 8 Juli 1950 hingga Kepala Departemen Perang di Hindia Belanda.

Pada tanggal 25 Juli 1950, ia menyerahkan markas besar KNIL ke Tentara Nasional Indonesia.

Setiba di Belanda, ia menduduki posisi di militer Belanda hingga pensiunnya pada tahun 1957.

Lalu ia bekerja di Komisi Pengendalian Senjata di Uni Eropa Barat di Paris hingga akhir hayatnya.

Artikel Terkait