Find Us On Social Media :

Cerita Sumitro, Begawan Ekonomi-Raja Kritik Dan Alasannya Memilih ‘Gabung’ PRRI

By Moh. Habib Asyhad, Minggu, 21 Juli 2024 | 17:02 WIB

Sumitro Djojohadikusumi dikenal sebagai begawan ekonomi yang gemar melontarkan kritik, bahkan kepada besannya sendiri, Soeharto.

Sejak peristiwa itu, lebih dari setahun Ibu Tien tak mau menegur Sumitro. Kalau mereka berjumpa, Ibu Negara itu melengos, membuang muka. Biarpun begitu, terhadap Dora Sigar, istri Sumitro, sikap Ibu Tien tetap baik dan mau mengajak bicara.

Meski lima kali menjabat menteri di masa Orde Lama dan Orde Baru, toh ia tetap rendah hati. Seperti yang terjadi ketika ia menghadiri suatu resepsi pernikahan.

"Monggo ... monggo, Pak, terus ajeng kemawon (Silakan, Pak, terus saja ke depan)," pinta anggota panitia, mempersilakan Prof. Dr. Sumitro Djojohadikusumo yang berada dalam antrean para tamu untuk menyalami mempelai.

"Sampun ... matur nuwun (terima kasih)," tolak Pak Cum, panggilan akrabnya. Sementara itu para tetamu VIP dan mereka yang merasa VIP, saling menyalip maju dan sibuk berfoto ria bersama pengantin.

Sikap rendah hati barangkali bawaan sejak lahir. Tetapi sebagai orang tua ia dikenal keras dan disiplin dalam mendidik keempat anaknya. Buktinya, putri tertua, Ny. Biantiningsih yang istri mantan Gubernur BI J. Soedrajat Djiwandono, sampai memiliki dua gelar kesarjanaan. Begitu juga Ny. Marjani Ekowati, putri kedua yang menikah dengan orang Prancis.

Letjen Prabowo Subianto berhasil meniti karier cemerlang sebagai Danjen Kopassus dan Pangkostrad. Lalu si bungsu Hashim Sujono menjadi pengusaha sukses.

Namun di usia senjanya, berbagai cobaan menerpa. Karier Prabowo di militer tamat, Soedradjat Djiwandono sang menantu lengser sebagai Gubernur BI. Tapi keluarga Sumitro tetap tegar. "I've been through the worst. Ini bukan yang pertama kali!" katanya lantang. "Ujian buat saya dalam kehidupan jauh lebih dari itu, habis dari menteri lalu tiba-tiba jatuh jadi buronan, ha-ha-ha!" tutur penyandang gelar doctor honoris causa dari Erasmus University Rotterdam ini.

Doktor di usia muda

Anak pertama keluarga R.M. Margono Djojohadikusumo dan Siti Katoemi Wirodihardjo ini punya riwayat hidup yang cukup mengesankan, seperti tertuang dalam buku Jejak Perlawanan Begawan Pejuang, terbitan Pustaka Sinar Harapan, 2000.

Setamat Hogere Burger School (HBS), pria kelahiran Kebumen, Jawa Tengah, 29 Mei 1917, ini berangkat ke Belanda akhir Mei 1935. Sempat dua bulan "mampir" di Barcelona, Sumitro akhirnya ke Rotterdam untuk belajar. Dalam tempo dua tahun tiga bulan, gelar Bachelor of Arts (BA) diraihnya. Ini rekor waktu tercepat di Netherlands School of Economics. Ia lalu melanjutkan studinya di Universitas Sorbonne, Paris (1937 - 1938).

Antara 1938 - 1939 di Prancis, Sumitro bergabung dengan kelompok sosialis dan berkenalan dengan tokoh dunia seperti Andre Malraux, Jawaharlal Nehru, Henri Bergson, dan Henri Cartier-Bresson. Sempat ikut latihan militer di Catalonia, tapi gagal masuk Brigade International karena belum 21 tahun umurnya.

Dari Paris, Sumitro kembali ke Rotterdam, melanjutkan studi ekonomi. Dia memasuki periode penulisan disertasi saat Nazi Jerman menyerang Belanda, 5 Mei 1940. Pimpinan Nederlandse Economische Hogeschool menunjuk Prof. Dr. G.L. Gonggrijp sebagai promotornya.