Find Us On Social Media :

Tak Hanya Agresi Militer I Dan II, Benarkah Belanda Juga Hampir Melakukan Aksi Militer Ketiga?

By Moh. Habib Asyhad, Minggu, 21 Juli 2024 | 11:21 WIB

Tak hanya Agresi Militer I dan II, Belanda juga disebut merencakan melakukan Agresi Militer III. Dicegah oleh salah satu petinggi militer Belanda.

[ARSIP]

Tak hanya Agresi Militer I dan II, Belanda juga disebut merencakan melakukan Agresi Militer III. Dicegah oleh salah satu petinggi militer Belanda.

---

Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini

---

Intisari-Online.com - 21 Juli 77 tahun yang lalu (21 Juli 1947), Gubernur Jenderal Hindia Belanda H.J van mook mengumumkan telah dimulainya "Operatioe Product", aksi polisionil Belanda dalam bentuk operasi militer di Jawa dan Sumatera terhadap Indonesia.

Aksi itu kelak lebih dikenal sebagai Agresi Militer I. Setahun kemudian, Belanda juga melakukan aksi serupa yang dikenal sebagai Agresi Militer II yang dimulai pada 19 Desember 1948 hingga 5 Januari 1949.

Tapi benarkah Belanda juga akan melakukan aksi ketiga?

Yuk kita basa arsip Majalah Intisari edisi Desember 1983 dengan judul "Belanda Hampir Melakukan Aksi Militer Ketiga" yang ditulis oleh Machfudi Mangkudilaga.

----

Setelah Belanda mengadakan serangan militer kedua, perlawanan secara gerilya timbul dari Tentara Nasional Indonesia. Hal itu mungkin telah diduga Belanda, tetapi kurang diperhitungkan konsekuensinya secara matang.

Dugaan Belanda, dengan direbutnya ibu kota Yogyakarta dan ditawannya pimpinan politik Republik Indonesia, dengan sendiri-nya tentara kita hancur. Selain itu dunia internasional juga menentang pihak Belanda.

Di India segera diadakan Konferensi Bangsa-Bangsa Asia yang mengecam tingkah laku Belanda. Dewan Keamanan PBB juga mencela sikap Belanda dan mengimbau kedua belah pihak untuk mengadakan gencatan senjata.

Rupanya pimpinan tentara Belanda kurang puas dengan pelaksanaan gencatan senjata itu dan melaporkan pada pemerintahnya bahwa pihak Indonesia sering "melanggar" gencatan senjata itu, sehingga dalam suatu rapat komandan-komandan militer Belanda yang diadakan Wakil Tinggi Makota Belanda Lovink, para komandan militer Belanda mendesak dan merasa perlu untuk melakukan suatu serangan militer yang ketiga. Hal ini dapat kita baca dalam buku karangan Dr. J.G. de Beus, Morgen, bij het aanbreken van de dag (Besok, di kala fajar menyingsing) yang juga merupakan suatu memoar.

Siapakah Dr. de Beus?

Pada tahun 1948, ketika Belanda mengadakan serangan militernya yang kedua terhadap Republik Indonesia, dia adalah anggota staf perwakilan Belanda di PBB, di bawah Duta Besar van Royen, sehingga beliau mengikuti perdebatan-perdebatan dalam Dewan Keamanan PBB, ketika membahas peperangan antara Belanda dengan Indonesia.

Belanda, tokoh-tokoh militer Belanda pada waktu itu mendesak dilakukannya aksi militer ketiga, namun berkat wibawa Lovink hal itu dapat dihindarkan, yaitu dengan mengajukan alasan bahwa suatu serangan militer baru secara internasional tidaklah menguntungkan, bahkan sangat merugikan pihak Belanda.

Juga harus diperhitungkan bahwa Amerika akan menekan terus pihak Belanda, sehingga usul serangan militer baru itu tidaklah diterima.

Apakah pihak Indonesia menduga juga bahwa Belanda akan menyerang lagi? Hal ini dapat kita baca dalam autobiografi Jenderal Nasution yang baru terbit, Memenuhi Panggilan Tugas jilid 2, yang mencakup kenangan masa gerilya, yaitu pada halaman 195:

Bahwa pihak Indonesia tetap dalam keadaan siap siaga, walaupun telah diadakan gencatan senjata. Malahan di halaman itu tertulis, "Instruksi saya tetap mengutamakan persiapan menghadapi kemungkinan agresi militer Belanda yang ketiga".

Dengan demikian dapat kita simpulkan bahwa pihak kita pun telah "mencium bau" rencana serangan militer Belanda itu.