Find Us On Social Media :

Kurikulum 1975 Sebagai Awal Munculnya Jurusan IPA, IPS, Dan Bahasa Di SMA Kita

By Moh. Habib Asyhad, Sabtu, 20 Juli 2024 | 12:17 WIB

Menteri Nadiem Makariem resmi menghilangkan jurusan IPA, IPS, dan Bahasa di jenjang pendidikan SMA. Memang sejak kapan ada jurusan di SMA kita?

Menteri Nadiem Makariem resmi menghilangkan jurusan IPA, IPS, dan Bahasa di jenjang pendidikan SMA. Memang sejak kapan ada jurusan di SMA kita?

---

Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini

---

Intisari-Online.com - Mulai tahun ajaran 2024 ini, tidak ada lagi jurusan IPA, IPS, dan Bahasa di SMA-SMA di Indonesia. Kementerian Pendidikan, Budaya, Riset, dan Teknoloni (Kemendikbud Ristek) telah resmi menghapusnya.

Dilansir Kompas.com, Kepala Badan Standar Nasional Kurikulum dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) Kemendikbud Ristek Anindito Aditomo mengungkapkan, sebenarnya peniadaan jurusan ini berkaitan dengan Kurikulum Merdeka. Karena itulah peniadaan jurusan di SMA ini sudah diterapkan secara bertahap sejak 2021.

"Pada tahun ajaran 2022, sudah sekitar 50 persen satuan pendidikan menerapkan Kurikulum Merdeka. Pada tahun ajaran 2024 saat ini, tingkat penerapan Kurikulum Merdeka sudah mencapai 90-95 persen untuk SD, SMP, dan SMA/SMK,” ucap dia dikutip dari Antara, Rabu (17/7/2024).

Alasannya, menurut Anindito, selama ini penjurusan seperti itu cenderung mencerminkan asas ketidakadilan. Pasalnya, ia menilai bahwa rata-rata orangtua akan memilih untuk memasukkan anaknya ke jurusan IPA saat SMA.

"Salah satunya itu (karena orangtua rata-rata memilihkan anaknya masuk IPA). Kalau kita jurusan IPA kita bisa memilih jurusan lain," kata Anindito, dilansir Kompas.com, Selasa (16/7/2024).

Menurutnya, para orangtua bersikap begitu karena nantinya jika anaknya masuk IPA, maka pilihan program studi (prodi) yang bisa dipilih lebih banyak saat masuk perguruan tinggi. Dengan adanya sikap seperti itu, maka kuota siswa yang masuk ke jurusan IPS dan Bahasa menjadi semakin menipis. Karena itulah Kemendikbud sengaja menghapus penjurusan jurusan di SMA agar tidak ada diskriminasi terhadap jurusan non-IPA.

Terkait hilangnya penjurusan di SMA, ada pertanyaan penting yang harus dijawab: sejak kapan ada jurusan IPA, IPS, dan Bahasa di SMAkita?

Untuk menjawab pertanyaan di atas, kita harus mundur jauh ke belakang, ke pendidikan era pemerintahan Orde Baru. Mengacu pada penjelasan buku Sekolah Menengah Atas Dari Masa Ke Masa yang diterbitkan oleh Direktorat Pembinaan SMA, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar Dan Menengah, Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan pada 2017 lalu, sistem pendidikan Indonesia pada masa Orde Baru ternyata disesuaikan dengan program Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita) yang menjadi kebijakan unggulan Soeharto.

Pada Repelita I, target pendidikan adalah pendidikan dasar 9 tahun serta perbaikan kualitas, akses, dan relevansi pendidikan yang semakin terarah demi peningkatan sumber daya manusia (SDM). Kebijakan ini tertuang pada GBHN tahun 1973.

Lalu pada Repelita II (1974-1979) target kebijakan pendidikan meliputi empat butir: peningkatan kualitas, pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan, relevansi pendidikan, dan efisiensi pendidikan. Ketika Repelita II masuk tahun kedua, pemerintah menerapkan kurikulum baru, yaitu Kurikulum 1975, dan dalam kurikulum inilah muncul tiga penjurusan di SMA: IPA, IPS, dan Bahasa.

Kurikulum SMA 1975

Masih dari sumber yang sama, munculnya Kurikulum 1975 adalah peningkatan dari kurikulum sebelumnya yaitu Kurikulum 1968. Tujuan kurikulum ini adalah tercapainya empat target pendidikan yang dicanangkan pemerintah seperti yang disebutkan di atas.

Kurikulum 1975 punya karakteristik khusus yang membedakannya dari kurikulum-kurikulum sebelumnya. Pendekatan yang digunakan sistem ini adalah pendekatan yang berorientasi pada tujuan. Artinya, segala beban pelajaran dan kegiatan belajar-mengajar dipilih, direncanakan dan diorganisasikan sesuai dengan tujuan pendidikan yang hendak dicapai.

Dalam organisasi pelajarannya, Kurikulum 1975 menganut pendekatan bidang studi. Dari situlah lahir bidang studi IPA, IPS, PMP (Pendidikan Moral Pancasila), dan lain sebagainya. Dalam sistem belajar-mengajar juga menggunakan pendekatan PPSI (Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional).

Secara umum, tujuan pendidikan SMA berdasarkan Kurikulum SMA 1975 adalah:

1. Menjadi warga negara yang baik sebagai manusia yang utuh, sehat, kuat lahir dan batin

2. Menguasai hasil-hasil pendidikan umum yang merupakan kelanjutan dari pendidikan di Sekolah Menengah Umum tingkat Pertama

3. Memiliki bekal untuk melanjutkan studinya ke lembaga pendidikan yang lebih tinggi dengan menempuh: program umum yang sama bagi semua siswa dan program pilihan bagi mereka yang mempersiapkan dirinya untuk studi di lembaga pendidikan yang lebih tinggi

4. Memiliki bekal untuk terjun ke masyarakat dengan mengambil keterampilan untuk bekerja yang dapat dipilih oleh siswa sesuai dengan minat dan kebutuhan masyarakat.

Untuk itu, Kurikulum 1975 menyediakan tiga jurusan untuk SMA: Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS), dan Bahasa. Pembagian jurusan ini berbeda dengan pembagian jurusan menurut Kurikulum SMA 1968 yang mengenal dua jurusan (Sastra-Sosial-Budaya dan Pas-Pal) atau Kurikulum SMA 1964 yang mengenal empat jurusan (Budaya, Sosial, IPA, dan Ilmu Pasti).

Sementara Struktur program Kurikulum SMA 1975 terdiri dari tiga program, yaitu:

1. Program Pendidikan Umum: pendidikan yang bersifat umum, yang wajib diikuti oleh semua siswa, termasuk Program Pendidikan Moral Pancasila yang berfungsi bagi pembinaan warga negara yang baik.

2. Program Pendidikan Akademis: pendidikan yang diberikan sebagai persiapan untuk melanjutkan studi.

3. Program Pendidikan Keterampilan: pendidikan yang, diberikan kepada siswa agar memiliki sesuatu kemampuan untuk bekerja yang dapat digunakan bila tidak melanjutkan studinya.

Kurikulum ini menempatkan Pendidikan Moral Pancasila (PMP) sebagai mata pelajaran wajib. Terkait hal ini ada SK Menteri Pendidikan dan Kebudayaan yang mengaturnya. Dalam Pembakuan Kurikulum SMA 1975 dinyatakan bahwa: Pendidikan umum ialah pendidikan yang, bersifat umum, yang wajib diikuti oleh semua siswa dan mencakup program Pendidikan Moral Pancasila yang berfungsi bagi pembinaan warga negara yang baik.

Selain PMP, yang menjadi mata pelajaran wajib lainnya adalah Pendidikan Agama, Pendidikan Olahraga dan Kesehatan, dan Pendidikan Kesenian. 

Pendidikan Moral Pancasila (PMP)—nama pengganti untuk mata pelajaran Kewarganegaraan yang telah diterapkan sebelum tahun 1976–seperti halnya Pendidikan Agama, ditetapkan oleh GBHN 1973 untuk masuk dalam kurikulum setiap persekolahan.

Di dalam Kurikulum SMA 1975 itu, bidang studi PMP termasuk dalam satu bidang studi program pendidikan umum. Pendidikan Moral Pancasila bertujuan membentuk siswa menjadi manusia Indonesia, manusia Pancasila, yakni manusia warga negara Indonesia yang dapat hidup sesuai dengan pandangan hidup Pancasila dan hidup bernegara seperti yang diatur oleh UUD 1945.

Dalam kata pengantar Menteri Pendidikan dan Kebudayaan pada Kurikulum SMA 1975 disebutkan bahwa Pendidikan Moral Pancasila dalam kurikulum 1975 tidak hanya dibebankan kepada mata pelajaran PMP saja, melainkan juga terkandung maknanya pada mata pelajaran lain seperti Pendidikan Agama dan bidang studi lain, terutama program pendidikan umum dan bidang studi IPS (Sejarah, Geografi, Ekonomi).

Mata pelajaran yang diprioritaskan pengadaan buku teks nya untuk tingkat sekolah lanjutan atas adalah Bahasa Indonesia, Matematika, IPA dan Bahasa Inggris. Pengadaan buku teks ini dipenuhi dari dana Pelita program Pembangunan Bidang Pendidikan. Sementara buku-buku pelajaran penujang diterbitkan oleh pihak swasta.

Pada periode Pelita II dan IV atau di era tahun 1980-an, rumusan kebijakan pendidikan nasional tampaknya tidak mengalami banyak perubahan dengan apa yang dirumuskan pada periode-periode sebelumnya, yaitu Pelita I dan Pelita II. Hal ini bisa jadi mencerminkan bahwa jalannya pemerintahan pada saat itu relatif stabil, termasuk dalam bidang pendidikan nasional.

Baru kemudian muncul Kurikulum 1984 sebagai pengganti Kurikulum 1975 yang dilatarbelakangi oleh kondisi melajunya pembangunan nasional. Kurikulum ini telah melahirkan dimensi-dimensi baru dalam pembangunan, juga dalam pendidikan nasional. Meski begitu, penjurusan di SMA tetap ada hingga muncul kebijakan baru pada 2022 lalu.

Sumber: 

Sekolah Menengah Atas Dari Masa Ke Masa, Direktorat Pembinaan SMA, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar Dan Menengah, Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan (2017)

Kompas.com