Find Us On Social Media :

Purbacaraka, Doktor Leiden Dan Pakar Bahasa Jawa Yang Pernah Dikira Penjaga Sepeda Oleh Mahasiswanya

By Moh. Habib Asyhad, Senin, 8 Juli 2024 | 15:03 WIB

Dikenal sebagai ahli bahasa dan kebudayaan Jawa sekaligus doktor Leiden, Purbacaraka juga dikenal sebagai pengajar yang unik. Saking uniknya, bahkan ada mahasiswanya yang mengiranya dia penjaga sepeda.

Menurut Pak Purba kemudian, "Tentu saja Sri Sunan khawatir ada pemuda tampan dekat-dekat pada dayang."

Dia dialihtugaskan menjadi Opzichter van de hogebomen langs de grote wegen ke sunan Surakarta dengan pangkat Mantri Anom. Tugasnya adalah mandor jalan yang mengawasi agar pohon-pohon di tepi jalan jangan terlalu tinggi, agar saluran air jangan mampet.

Pekerjaan itu rupanya tidak menyita waktu terlalu banyak, sehingga ia sempat berekreasi dengan berburu di desa-desa atau main sampan di sungai.

Di samping pekerjaannya sehari-hari ia tetap menekuni studi Jawa Kunonya tanpa bimbingan guru. Berkat kecerdasannya dan ketekunannya belajar, ia mengalami kemajuan cukup pesat.

Raksasa kedinginan

Kalangan keraton yang berminat pada sastra pada waktu-waktu tertentu biasa mengadakan pertemuan untuk membahas masalah-masalah kesusastraan. Kebanyakan yang dibicarakan ialah keterangan daripada kalimat-kalimat sulit dalam syair-syair Jawa Kuno.

Sebagai putra R.T. Purbadipura, Lesya diperkenankan hadir, tetapi sebagai pemuda yang tidak berarti ia sepatutnya tak ikut serta dalam perbincangan para ahli.

Pada suatu ketika, berkat usahanya yang tekun dan bekal pengetahuan yang dia dapat dari membaca buku Kern itu ia berhasil menemukan jawaban suatu masalah yang sedang diperbincangkan.

Agaknya Lesya terlalu gembira berhasil menemukannya, sehingga ia melupakan kedudukannya sampai berani mengajukan pendapatnya tanpa ditanya. Dengan demikian ia dianggap melampaui atau menentang atasannya.

Kemudian sengketa itu makin berlarut karena Pak Purba seringkali tidak dapat menyembunyikan kebenaran. Para sastrawan merasa disaingi, di samping cemburu oleh kelebihan anak muda yang tekun dan berani itu.

"Tatkala saya bergelimang lumpur kehinaan keadaan sekeliling di Sala dan mengacungkan tangan meminta pertolongan, maka Tuanlah yang menyambut dan menolongnya," demikianlah antaranya pernyataan terima kasih yang ditujukan kepada Prof. Dr. G.A.J. Hazeu dalam buku disertasinya, Agastya in den Archipel.

Waktu itu memang ia banyak musuhnya di Sala, karena dianggap sok tahu dan kuminter. Bahkan sebuah majalah bernama Taman Pawarta langsung mencerca: "Purbacaraka edan, Purbacaraka gila."