Find Us On Social Media :

Festival Tas Nusantara 2024 Menangkal Punahnya Tas-tas Khas Indonesia

By Moh. Habib Asyhad, Selasa, 2 Juli 2024 | 13:28 WIB

Festival Tas Nusantara (FESTARA) 2024

Titus Pekei, pendiri Yayasan Ekologi Papua, adalah orang yang punya andil besar dalam diakuinya noken oleh UNESCO. Dia melakukan penelitian tentang noken dari 2008 hingga 2010. Hasil dari penelitian itulah yang dia gunakan untuk mendaftarkan noken ke UNESCO.

"Dari hasil penelitian di sejumlah wilayah di Papua dan Papua Barat, kami menemukan ‘noken’ sebagai kata universal yang dipakai masyarakat untuk menyebut kerajinan tangan ini. Kami kemudian mendaftarkan nama ‘noken’ dari ratusan nama yang diusulkan ke UNESCO. Mereka memilih kata noken sebagai sebutan yang umum untuk warisan dunia tak benda dari Papua ini,” ungkap Titus.

Mengutip situs Warisanbudaya.kemdikbud.go.id, noken merupakan hasil daya cipta, rasa dan karsa yang dimiliki oleh masyarakat Papua. Secara umum, bentuk dan fungsinya seperti tas pada umumnya.

Meski begitu, masyarakat Papua tidak menganggapnya begitu. Bagi mereka, noken punya perbedaan yang sangat signifikan dengan tas yang diproduksi pabrik, baik secara bahan, jenis, model maupun bentuknya. Lalu bagaimana masyarakat Papua melihat dan mendefinisikan noken?

Pertama, bagi mereka, noken adalah wadah yang dirajut dan dianyam dari pohon atau daun yang kadang diwarnai dan diberi berbagai hiasan termasuk pewarna demi memenuhi kepuasan batin perajin dan terutama penggemarnya.

Selain itu, noken adalah kerajinan tangan yang berasal dari hampir semua suku bangsa di Papua, yang dalam kehidupan sehari-hari sering digunakan untuk mengisi, menyimpan, dan membawa barang kebutuhan sehari-hari.

Sosiolog Universitas Cenderawasih Jayapura, Avelinus Lefaan, sebagaimana dimuat Kompas.ID, mengatakan, dari sudut pandang sosiologi, noken bermakna sebagai media untuk memanusiakan manusia. Selain dapat dimanfaatkan sebagai alat bantu, noken juga mengandung nilai kemanusiaan, seperti saling menghargai antara warga setempat dengan warga non-suku Papua.

Dia juga menambahkan bahwa simpul yang membentuk noken melambangkan jaringan struktur sosial yang dinamis. Artinya, masyarakat Papua bisa menjalin hubungan dengan siapa saja. Meskipun bentuk dan nama noken beragam, tetapi tetap menjadi representasi kultural orang Papua.

Titus sendiri, dalam bukunya Cermin Noken Papua: Perspektif Kearifan Mata Budaya Papuani (2013), mendeskripsikan noken sebagai pengikat batin anak dengan orangtua. Sering kali noken yang dibuat mama untuk anaknya menjadi obat rindu saat anak dan orangtua terpisah jarak dan waktu.

Dia menilai noken menjadi sumber kemandirian dan kreativitas masyarakat Papua yang terus berjuang di tengah era modernisasi dan minimnya dukungan dari pemerintah. Dia berharap pemerintah daerah setempat memberdayakan para perajin dan menyiapkan tempat yang layak agar mereka terus berkarya demi kelestarian noken di masa mendatang.

Noken secara umum adalah tempat membawa atau menyimpan semua barang berupa tas rajutan dan anyaman tangan. Juga tempat untuk menyimpan barang pribadi, karena dengan melihat isinya, maka orang sudah mengetahui siapa pemilik noken tersebut.