Find Us On Social Media :

Perubahan Wajah Babarsari Yang Kini Dapat Julukan 'Gotham City'

By Moh. Habib Asyhad, Rabu, 19 Juni 2024 | 21:11 WIB

Menurut sosiolog dari Universitas Gadjah Mada, salah satu penyebab seringnya terjadi perselisihan di Babarsari adalah beragamnya masyarakat yang tinggal di situ.

Ternyata Hamengkubuwona IX pernah berkunjung ke Babarsari, begitu kata Suwadi. Tujuannya adalah untuk menanam dua pohon beringin di bumi perkemahan yang ada di wilayah itu. Nama Babarsari makin dikenal setelah bumi perkemahan itu diresmikan oleh Presiden Soeharto pada 12 September 1981.

Bumi perkemahan itu kemudian diberi nama Bumi Perkemahan Taman Tunas Wiguna. Tempat perkemahan yang dikelola Kwartir Daerah Gerakan Pramuka DIY itu juga dikenal dengan nama Bumi Perkemahan Babarsari. ”Setelah bumi perkemahan ini diresmikan Pak Harto, semua orang nyebut wilayah ini Babarsari,” ujar Suwadi.

Nama Babarsari kemudian juga dipakai sebagai nama jalan raya di dekat Padukuhan Tambakbayan dan sekitarnya. Wilayah di sekitar Jalan Babarsari itu kemudian berkembang pesat karena adanya pembangunan perkantoran dan kampus perguruan tinggi. Pada Desember 1978, misalnya, Badan Teknologi Nuklir Nasional (Batan) meresmikan kompleks laboratorium dan perkantoran di wilayah Babarsari.

Selain itu, sejumlah perguruan tinggi juga membangun kampus di sekitar Babarsari, misalnya Universitas Pembangunan Nasional (UPN) ”Veteran” Yogyakarta, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta, dan Institut Teknologi Nasional Yogyakarta.

Kehadiran kampus-kampus itu membuat banyak mahasiswa dari luar daerah kemudian tinggal di wilayah Babarsari dan sekitarnya. Kondisi itu membuat indekos dan berbagai tempat usaha yang melayani kebutuhan para mahasiswa bermunculan. Babarsari yang dulu hanya kampung pun berkembang pesat.

Seiring berkembangnya waktu, wilayah Babarsari semakin ramai karena banyak rumah makan, kafe, tempat karaoke, dan berbagai jenis usaha lain yang muncul. Wilayah Babarsari dan sekitarnya lalu dikenal sebagai pusat tempat hiburan malam di DIY karena banyak kafe dan tempat karaoke di daerah tersebut beroperasi hingga dini hari.

Secara administratif, lokasi tempat-tempat hiburan malam itu sebenarnya tersebar di tiga padukuhan di Desa Caturtunggal, yakni Tambakbayan, Kledokan, dan Seturan. Namun, sebagian wilayah tiga padukuhan itu lebih sering disebut dengan nama Babarsari. Oleh karena itu, nama Babarsari pun menjadi lebih dikenal.

Peristiwa perusakan ruko dan pembakaran sepeda motor pada Senin (4/7/2022) lalu, misalnya, lebih dikenal dengan istilah ”kerusuhan Babarsari” atau ”kericuhan Babarsari”. Padahal, menurut Dukuh Kledokan, Supriyono (59), sejumlah ruko yang dirusak itu secara administratif masuk Padukuhan Kledokan.

Namun, karena lokasi ruko-ruko itu berdekatan dengan Jalan Babarsari, orang lebih mengenal wilayah itu dengan nama Babarsari. ”Memang terkenalnya Babarsari karena jalannya Jalan Babarsari,” kata Supriyono.

Supriyono menuturkan, perkembangan pesat wilayah Babarsari dan sekitarnya terjadi sejak tahun 2000-an. Dia menyebut, area yang pertama kali berkembang adalah wilayah Padukuhan Tambakbayan, baru kemudian area Padukuhan Kledokan dan Seturan.

”Mulai tahun 2007 ke atas, perkembangannya pesat sekali karena investor-investor banyak buka usaha di sini. Dulu di sini daerah tegalan yang gersang. Tidak bisa ditanami padi, hanya bisa ditanami singkong dan kacang. Ada juga yang ditanami tebu,” ujar Supriyono.

Supriyono mengakui, selama beberapa tahun terakhir, di wilayah Babarsari dan sekitarnya memang kerap terjadi keributan dan perkelahian. ”Itu sudah seperti agenda tahunan,” katanya. Tak jarang, keributan-keributan itu berujung pada perusakan barang hingga penganiayaan yang menyebabkan korban luka-luka.

Seringnya terjadi keributan itulah yang membuat Babarsari kerap diperbandingkan dengan Gotham City, kota fiksi yang menjadi tempat tinggal tokoh superhero Batman. Seperti dilukiskan dalam sejumlah film, di Gotham City sering terjadi aksi kejahatan yang dilakukan oleh kelompok kriminal.

Salah satu faktor yang menyebabkan sering terjadinya keributan dan perselisihan di Babarsari adalah beragamnya masyarakat yang tinggal di situ, begitu kata sosiolog kriminalitas Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Soeprapto. Tak hanya warga setempat, yang tinggal di situ juga para pendatang baik untuk kuliah maupun bekerja.

”Kondisi heterogen ini telah membuat kawasan ini menjadi rawan konflik, baik konflik antarindividu maupun kelompok. Bahkan, yang awalnya konflik individu bisa berkembang menjadi konflik kelompok dengan alasan solidaritas suku, agama, ras, maupun asal daerah,” ungkap Soeprapto.

Soeprapto menyebut, keberadaan banyak tempat hiburan yang menjual minuman keras dan buka hingga dini hari di Babarsari juga ikut berpotensi memicu terjadinya keributan. Sebab, saat orang-orang dalam kondisi mabuk, hal sepele pun bisa menjadi pemicu keributan.

Kepala Divisi Humas Jogja Police Watch Baharuddin Kamba menyatakan, rangkaian kasus kekerasan di Babarsari harus diusut secara tuntas oleh pihak kepolisian. Semua pihak yang terbukti melakukan tindak pidana harus diproses hukum. ”Kepolisian sebagai alat negara tidak boleh kalah dengan aksi premanisme dan anarkisme oleh siapa pun,” ujarnya.

Baharuddin menyebut, ke depan, dibutuhkan upaya pencegahan dini agar keributan di Babarsari dan sekitarnya tidak terus terulang. Selain itu, pemerintah daerah juga harus rutin melakukan dialog dengan kelompok pendatang yang tinggal di DIY. Dialog ini penting untuk menjaga kondusivitas DIY dan menghindari konflik antarkelompok.

Baharuddin juga meminta pemerintah daerah melakukan razia secara rutin di tempat-tempat hiburan di DIY. Razia harus dilakukan untuk mencegah terjadinya pelanggaran aturan yang bisa mendorong terjadinya keributan. ”Jika ada tempat hiburan yang melanggar aturan, harus ditindak tegas,” ungkapnya.