Find Us On Social Media :

Kisah Indonesia Membeli Senjata dari Uni Soviet Menggunakan Bendera-Bendara Palsu

By Afif Khoirul M, Rabu, 12 Juni 2024 | 16:15 WIB

Ilustrasi - Kisah Indonesia membeli senjata perang dari Uni Soviet menggunakan bendera-bendera palsu.

Dengan demikian, mengganti bendera menjadi tugas yang relatif mudah.

Pada 13 Maret 1958, sebuah perjanjian penting ditandatangani antara Polandia dan Indonesia, yang menetapkan bahwa Polandia akan menyediakan peralatan militer berikut kepada Indonesia hingga akhir tahun 1959:

Untuk Angkatan Laut: Empat kapal perusak, dua kapal selam kelas menengah, dan delapan kapal anti-kapal selam, lengkap dengan senjata dan amunisi.

Untuk Angkatan Darat: Artileri dan amunisi dengan nilai total 3,5 juta dollar AS.

Untuk Angkatan Udara: Lima puluh pesawat tempur MiG-17, delapan helikopter, dan dua puluh pesawat latih TS-8, dengan total biaya termasuk amunisi, peralatan darat, dan radar sebesar 30,75 juta dollar AS.

Menurut intelijen Amerika, pada tahun 1958, Indonesia menghabiskan 229.395.600 dollar AS untuk pasokan militer dari sumber non-Amerika, terutama dari negara-negara Blok Soviet, dengan Polandia dan Cekoslowakia menyumbang 182 juta dollar AS

Dari Januari hingga Agustus 1959, tambahan 100.456.500 dollar AS dihabiskan. Angkatan Darat menerima 132.412.500 dollar AS , yang digunakan untuk membeli senjata ringan, mortir, artileri, amunisi, 275 tank, kendaraan lapis baja, dan 560 kendaraan lainnya.

Angkatan Laut (ALRI) menerima 126.201.700 dollar AS untuk pembelian empat kapal perusak, dua puluh empat kapal tempur, dua kapal selam, delapan belas pesawat terbang, serta senjata artileri, amunisi, dan suku cadang.

Angkatan Udara (AURI) menerima 69.916.200 dollar AS untuk pembelian lima puluh jet tempur, empat puluh pesawat latih, dua puluh pesawat pengebom, dua puluh pesawat angkut, delapan helikopter, serta artileri antipesawat, radar, dan amunisi.

Berdasarkan kontrak ini, tiga puluh jet tempur MiG-15UTI, dua puluh dua atau tiga puluh dua pesawat pengebom Il-28/R/U, dan dua puluh satu pesawat angkut Il-14 tiba di Jakarta dari Cekoslowakia.

Pada tahun 1960, Uni Soviet mengirim sejumlah besar helikopter Mi-4 dan sembilan Mi-6. Polandia menyediakan sekitar tiga puluh jet tempur MiG-17F dan tujuh jet tempur MiG-17PF, bersama dengan delapan helikopter Mi-1.

Pilot Polandia juga menerbangkan empat belas pesawat angkut B-33 Avia selama beberapa tahun. Di Polandia, Indonesia berhasil memperoleh dua pesawat latih tempur TS-8 Bies, serta lisensi untuk produksi pesawat bermesin ringan "Wilga," yang diproduksi dengan nama "Gelatik."