Berdasarkan dokumen yang telah dibuka untuk umum dari arsip CIA, wawancara dalam empat bahasa, dan biografi para saksi mata, terungkaplah jaringan CIA yang mendukung tindakan penghancuran massal di negara-negara berkembang selama periode 1945 hingga 1990.
Tindakan ini ditujukan kepada mereka yang terkait atau bahkan hanya dicurigai bersimpati dengan gerakan komunis.
Dalam periode 1965-1966 di Indonesia, sekitar satu juta orang, termasuk komunis dan warga sipil, menjadi korban teror yang didukung oleh Amerika Serikat. Pada masa itu, Indonesia, di bawah kepemimpinan Presiden Soekarno, memiliki partai komunis terbesar di luar Uni Soviet dan Cina yang beroperasi secara legal.
Penulis bernama Vincent Bivens mengeksplorasi bagaimana persepsi politik tentang Jakarta telah berubah sejak tahun 1948. Di bawah Presiden Truman, Amerika Serikat menganggap kebangkitan Indonesia sebagai simbol gerakan anti-kolonial yang kuat, namun juga sangat anti-komunis.
Akibatnya, nama ibu kota Indonesia, Jakarta, menjadi simbol toleransi terhadap negara-negara non-blok.
Bivens mengadopsi istilah "Metode Jakarta" dari sejarawan Perang Dingin, Odd Arne Westad, yang memandang Perang Dingin sebagai kelanjutan dari kolonialisme.
Menurut Bivens, kebijakan intervensi Amerika Serikat yang agresif setelah serangan teroris pada September 2001 merupakan kelanjutan dari kebijakan Perang Dingin, meskipun dalam bentuk yang kurang ekstrem.
Bivens mengutip buku Westad, "The Global Cold War: Third World Interventions and the Making of Our Times," yang mendukung pandangannya bahwa konflik antara gaya hidup di Dunia Ketiga adalah inti dari Perang Dingin, sebagaimana halnya dengan konflik antara negara-negara adidaya.
Setelah Perang Dunia II, masih belum jelas bagaimana pertarungan antara kapitalisme dan komunisme akan berlanjut, dan bagaimana Amerika Serikat akan menghadapi gelombang gerakan radikal di Dunia Ketiga yang menentang imperialisme Eropa dan menolak aliansi dengan Washington melawan Moskow.
Baca Juga: Kisah Teruo Nakamura 'The Last Samurai' yang Bersembunyi di Indonesia
Bivens menjelaskan bahwa negara-negara kaya yang menjadi kaya melalui kolonialisme, seperti Amerika Utara, Eropa Barat, Australia, dan Jepang, dianggap sebagai "dunia pertama," sedangkan Uni Soviet dan wilayah Eropa yang dikuasai oleh Tentara Merah dianggap sebagai "dunia kedua."
Sementara itu, istilah "Dunia Ketiga" merujuk pada negara-negara yang sebagian besar penduduknya tinggal hingga saat ini, yang mencoba menciptakan dunia baru yang penuh energi dan kemungkinan.
Menurut buku berjudul"Metode Jakarta" mengisahkan perjuangan negara-negara Dunia Ketiga untuk melepaskan diri dari dominasi kekuatan luar, menunjukkan potensi mereka, dan mendapatkan pengakuan internasional.
Namun, aspirasi anti-kolonial mereka sering kali bertentangan dengan kepentingan Amerika Serikat, yang telah mengembangkan metode intimidasi dan penindasan yang efektif, seperti yang terjadi di Indonesia.
Di Chili, menjelang kudeta militer tahun 1973, grafiti yang mengancam dengan kata-kata "Operação Jacarta" dan "Plan Yakarta" mengisi jalanan Santiago, mengubah asosiasi nama "Jakarta" dari prinsip toleransi menjadi simbol pembunuhan massal oleh kelompok anti-komunis dan pembentukan rezim otoriter kapitalis yang setia kepada Amerika Serikat.
Dalam buku "Metode Jakarta", menunjukkan bagaimanaAS menggunakan provokasi, isian, pementasan, dan manipulasi ideologi yang sama di berbagai negara.
Menurut Bivens menemukan paralel antara situasi di Brasil dan Indonesia, di mana kedua negara mengalami kudeta militer yang didukung oleh Washington dan memperingati peristiwa tersebut dengan cara yang serupa selama beberapa dekade.
Di bab terakhir, buku tersebut menyatakan dengan sedih bahwa kampanye Washington melawan komunis tidak hanya menghancurkan jutaan orang yang tidak bersenjata, tetapi juga menghapus berbagai pilihan alternatif untuk perkembangan dunia.
Gerakan Dunia Ketiga runtuh sebagian karena masalah internal, tetapi juga karena upaya mereka untuk menciptakan sesuatu yang baru dihalangi oleh kekuatan terkuat dalam sejarah yang berusaha menghentikan mereka.
*
Intisari kini telah hadir di WhatsApp Channel, dapatkan artikel terupdate di sini
-----
Dapatkan artikel terupdate dari Intisari-Online.com diGoogle News