Find Us On Social Media :

Menyambut Sejarah Jakarta: Ternyata Begini Menonton Bioskop Di Jakarta Tempo Doeloe

By Moh. Habib Asyhad, Minggu, 9 Juni 2024 | 09:17 WIB

Tanu Trh dalam buku Batavia; Kisah Jakarta Tempo Doeloe bercerita tentang bagaimana asyiknya menonton bioskop di Jakarta tempo doeloe.

Baca Juga: Sejarah Kelam Tenggelamnya Kapal Hindia Belanda yang Pembawa Harta Karun dari Batavia

Serba santai

Suasana dalam bangsal serba santai. Sampai-sampai cara berpakaian para penonton pun santai pula. Lain dengan kaum wanitanya yang, sesuai dengan kebiasaan bersolek serapi mungkin sejauh isi kantong mengizinkan, kaum pria berpakaian seenaknya.

Ada yang mengenakan setelan jas komplet (jas tutup menurut mode zaman itu dan pantalon) lengkap dengan sepatu. Ada yang menimpali jas tutup dengan celana komprang (seperti celana piyama) dan sandal saja.

Malah ada yang mengenakan piyama komplet. Golongan terakhir ini mungkin tidak tahu bahwa piyama hanya khusus untuk tidur atau di rumah saja. Di sebelah sini ada yang ngobrol keras-keras diselingi gelak tawa. Ada pula yang tiba-tiba mengenali seorang teman di kejauhan, lalu berteriak-teriak memanggil namanya sambil melambaikan tangan.

Di sebelah sana tampak orang-orang yang asyik mengunyah kwaci, palamanis atau kacang arab sambil duduk seenaknya. Di sana-sini, terutama anak-anak kecil, ada yang menunggu waktu pertunjukan dengan melipat-lipat kertas acara menjadi panah-panahan.

Sebuah orgel listrik yang berbentuk seperti lemari di sudut depan bangsal di bawah layar, mengalunkan lagu-lagu Barat berirama walz, tango, mars dan Iain-lain. Musik itu berusaha membantu penonton mengisi waktu luang sambil menantikan pertunjukan mulai. Para penonton malah asyik dengan kesibukan masing-masing.

Musik orgel tenggelam dalam kebisingan yang memenuhi ruangan, lengkap dengan teriakah para penjaja makanan yang juga merembes masuk ke dalam bangsal.

Panah-panah kertas beterbangan

Sekitar 7-8 menit menjelang jam 7.30 terdengar sebuah bel berbunyi nyaring. Tanda bahwa pertunjukan segera akan dimulai. Para pemain 'orkes mini' yang sebelumnya main di luar gedung, beriringan masuk ke bangsal dan mengambil tempat duduk di kursi-kursi deretan depan yang tersedia bagi mereka.

Tugas mereka sekarang berubah: di luar untuk menarik perhatian khalayak, di dalam sebagai pengiring adegan film yang sebentar lagi akan terbentang di layar putih. Namun sebelum itu, mereka menghibur penonton dengan beberapa lagu.

Beberapa menit sebelum jam 7.30 bel berdering lagi. Bunyi bel ketiga kali langsung disusul pemadaman lampu-lampu di dalam bangsal. Serentak di atas layar tampak gambar Ratu Wilhelmina yang kontan disambut lagu Wilhelmus oleh orkes mini tadi.