Find Us On Social Media :

Sejarah Kelam: Tiga Lokasi Eksekusi Hukuman Gantung di Batavia

By Mahandis Yoanata Thamrin, Rabu, 5 Juni 2024 | 17:20 WIB

Sahabat Museum menggelar Plesiran Tempo Doeloe bertajuk 'Hoekoeman Gantoeng di Tana Lapang'. Tampak Ade Purnama, pendiri Sahabat Museum, tengah mengisahkan tentang salah sudut Kota Batavia, Gerbang Amsterdam.

Baca Juga: Apa Tujuan VOC Terlibat Dalam Urusan-Urusan Internal Kerajaan Nusantara?

Mereka singgah sejenak di sebuah tempat di tengah kampung padat itu. Lokasi itu diduga pernah menjadi ajang eksekusi hukuman zaman VOC. "Tidak ada yang tersisa dari tiang hukuman itu," kata Adep. "Namun dari peta VOC kita tahu bahwa tempat ini disimbolkan dengan tiang gantungan"—dan simbol peranti penyiksaan menggunakan roda pemecah.

Toponimi "Kampung Bandan" sejatinya merujuk orang-orang dari Pulau Banda di Maluku. Mereka adalah "orang-orang dari Banda Naira, Maluku, yang dibawa paksa oleh VOC pada tahun 1621 setelah peristiwa 'Pembantaian Banda'," ungkap Adep.

"Mereka ditempatkan di suatu lokasi yang pada saat itu lumayan jauh dari pusat kota," imbuhnya. "Sayangnya, tiada artefak sejarah dari masa itu yang tersisa di sana kecuali sebuah masjid keramat yang dibangun seratus tahun kemudian."

Hari ini Kampung Bandan menjadi bagian kampung-kampung tua dan salah satu permukiman padat nan kumuh di pinggiran gemerlapnya Metropolitan Jakarta. Tiada lagi jejak orang-orang Banda di sepetak kawasan bersejarah ini.

Menariknya, peta karya Clement De Jonghe menunjukkan tiang gantungan dan tiang roda penyiksaan, yang mengingatkan kita pada metode hukuman menggunakan "Roda Pemecah".

Metode penyiksaan itu biasa digunakan untuk eksekusi publik terutama di Eropa pada zaman kuno hingga Abad Pertengahan. Tujuan utamanya menjemur si penjahat di roda tiang gantungan itu hingga merasa kesakitan, sampai perlahan menuju kematian lalu dibiarkan membusuk. Eksekusi ini sengaja ditunjukkan ke semua orang supaya menimbulkan dampak psikologis atau jera bagi yang menyaksikannya.

Candrian Attahiyyat, arkeolog dan peneliti sejarah kota Batavia, merupakan sosok yang memperkirakan lokasi tiang gantungan dan tiang roda penyiksaan itu berada di Kampung Bandan berdasar lokasi peta. "Sumber cerita penyiksaan saya peroleh secara umum," ungkapnya kepada Intisari dalam kesempatan berbeda. "Tetapi," imbuhnya, "untuk jalannya penyiksaan di Batavia saya belum dapat datanya, apakah benar-benar terjadi."

Untuk konteks hari ini, eksekusi zaman VOC itu tampak memamerkan kengerian. Namun, penting bagi kita untuk memahami konteks sejarah dan bagaimana pandangan tentang hukuman telah berubah seiring waktu. Apakah hukuman pada zaman sekarang tergolong hukuman yang lebih ringan dan tidak menimbulkan efek jera?

Pada zaman silam, mengapa bentuk hukuman-hukumannya begitu mengerikan? Boleh jadi, penguasa zaman itu begitu berhasrat untuk menegaskan otoritas mereka dengan menunjukkan kekuatan dan ketegasan. Demi pemulihan kekuasaan, hukuman sadis dianggap sebagai cara untuk menakut-nakuti warganya agar patuh pada hukum.

Namun, hukuman sadis dapat pula dipicu oleh pandangan moral atau agama yang membenarkan bahwa hukuman keras dianggap sebagai bentuk pemurnian jiwa dan penebusan dosa. Faktor lainnya, sistem peradilan pada masa itu sering kali tidak adil dan korup sehingga hukuman sadis dapat digunakan sebagai alat untuk menindas kelompok minoritas.

*

Semua manahan napas. Mereka yang hadir menyaksikan eksekusi Tjoe Boen Tjiang di lapangan Balai Kota Batavia itu berdebar-debar, termasuk Maurik. Ketika itu si terpidana memiringkan kepalanya untuk dimasukkan ke dalam tali yang terhubung di tiang gantungan. Sekonyong-konyong algojo menarik talinya, genderang berbunyi dan pintu bawah terbuka.

"Muka Tjoe Boen Tjiang mendadak menjadi merah darah dan matanya melotot. Lidahnya terjulur ke luar," tulis Maurik.Ia mencatat, seorang wanita menjerit sejadi-jadinya sampai pingsan. Penjual minuman memukul-mukul kaleng tanda puncak tontonan. Orang-orang pun mulai buyar meninggalkan lapangan Balai Kota Batavia.

Namun, pada malam-malam berikutnya, Maurik baru merasa terganggu dengan peristiwa eksekusi itu. "Sering saya terjaga dan tidur dan melihat orang Cina itu bergelantungan di depan mata saya," tulisnya.

Nama Tjoe Boen Tjiang menjadi nama bersejarah karena ia menjadi terpidana terakhir yang menjalani hukuman gantung di Kota Batavia.