Find Us On Social Media :

Dukungan Abadi Indonesia dan Sumpah Bung Karno Dukung Kemerdekaan Palestina

By Afif Khoirul M, Rabu, 29 Mei 2024 | 14:30 WIB

Bung Karno ogah akui Israel sebelum kemerdekaan Palestina diberikan.

Intisari-online.com - Invasi Gaza oleh Israel telah memicu kecaman keras dari rakyat Indonesia. Pun tak sedikit yang menyerukan genjatan senjata hingga pembebasan Palestina.

Tidakan Israel yang melakukan serangan membabi buta ke Palestina dikutuk keras oleh Indonesia.

Beberapa waktu lalu, Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi menyerukan genjatan senjata di Majelis Umum PBB.

Tak hanya itu saja, Retno Marsudi berangkat ke Yordania dan Arab Saudi untuk mendorong dukungan Organisasi Kerjasama Islam (OKI) untuk mendukung genjatan senjata.

-------------

Dukungan Indonesia terhadap Palestina pun bukanlah semata-mata aksi kemarin sore di tengah berkecamuknya situasi di Palestina.

Dukungan "Abadi" Indonesia untuk Palestina telah lama ada bahkan sejak kemerdekaan Indonesia.

Secara resmi Indonesia tak pernah bahkan tak mau mengakui Islael dan menjalin hubungan diplomatik dengan negara Yahudi tersebut.

Pada 14 Mei 1948, Presiden Soekarno yang kala itu menjabat sebagai presiden mengeluarkan perintah untuk tidak mengakui Israel sebagai sebuah negara.

Keputusan Si Bung ini bertepatan dengan Israel memproklamasikan diri sebagai sebuah negara.

Sikap Indonesia jelas tak mau memiliki hubungan apapun dengan Israel.

Baca Juga: Pemikiran Bung Karno Menarik Perhatian Fidel Castro Hingga Kirimkan Che Guevara ke Indonesia

Bung Karno terus menyuarakan antikolonialisme dan imperialisme mengutuk tindakan keras yang dilakuan Israel.

Kecaman itupun pernah di suarakan oleh Si Bung Besar di hadapan Pengadilan Hindia Belanda.

Menurut Reuters, Bung Karno menolak mengakuis Israel yang kala itu diproklamirkan oleh David Ben-Gurion pada 14 Mei 1948.

Bung Karno tak terima dengan kemerdekaan Israel yang diperoleh dengan mengusir paksa warga Palestina dari tanah Airnya.

Apalagi Israel juga didukung oleh Amerika Serikat (AS) dan PBB.

Hal ini pun membuatnya mengeluarkan sikap tegas bahwa sesuai dengan amanat janjinya di hadapan Pengadilan Hindia Belanda, Bung Besar tak akan mau mengakui Israel.

"Hak yang diberikan atau tidak hak diberikan, diberi pegangan atau tidak diberi pegangan, diberi penguatan atau tidak diberi penguatan, setiap makhluk, setiap bangsa, setiap bangsa bisa atau tidak bisa, pasti akan bangkut, akhirnya harus bangun, akhirnya harus menggerakkan tenaganya, kalau sudah terlalu merasakan celaka, dia dianiaya suatu kekuatan yang murka," ujar si bung dalam Pledoi Indonesia Lestari (1930).

Dukungan si bung besar pun berlanjut, kala Indonesia memboikot Israel dari keikutserataannya pada Asian Games 1962.

Namun, sikap Bung Karno ini mendapat kritikan dari Komite Olimpiade Internasional (IOC).

Karena sikap Bung Karno dianggap mencampurkan politik dalam olahraga.

Baca Juga: Pada Masa Pendudukan Jepang di Indonesia, Aktivitas Berpolitik Dilarang Apa Penyebabnya?

IOC kemudian meminta Indonesia meminta maaf atau status keanggotaan Indonesia dicabut.

Bung Karno pun ogah meminta maaf, justru bangkit melakukan perlawanan.

Soekarno menantang PBB

Penjajahan yang dilakukan Israel juga sempat membuat Soekarno murka di hadapan PBB.

Lewat pidatonya berjudul "To Build the World Anew" Soekarno mengkritik PBB dengan lantang.

Bahkan pidato si bung besar ini ditetapkan UNESCO sebagai salah satu Memory of The World (MoW).

Dalam kecamananya, Soekarno menyebut PBB perlu melalukan reorganisasi, reformasi, dan perombakan, terutama terkait hak veto.

"Ada kemungkinan, bahwa badan ini harus mempertimbangkan, apakah anggotanya harus menyerahkan sesuatu bagian dari kedaulatan mereka kepada badan internasional ini. Tetapi jika keputusannya diambil secara bebas, dan dengan suara bulat, dan sederajat. Harus diputuskan sederajat oleh semua bangsa, yang kuno dan yang baru, bangsa baru muncul dan semua sudah lama ada yang sudah maju dan yang belum maju," ujarnya.

"Nasib umat manusia tak lagi ditentukan oleh beberapa bangsa besar dan kuat. Kami juga, bangsa-bangsa yang lebih muda, bangsa yang sedang bertunas, bangsa yang lebih kecil, kami berhak bersuara dan suara itu berkumandang sepanjang zaman," papar Si Bung Besar.

Kecaman Bung Karno tak lepas dari sistem hak veto yang dipegang oleh empat dari lima pemegang hak veto di kawasan Asia dan Afrika.

Konflik Palestina yang berkecamuk sejak 1948, bukannya didamaikan oleh negara maju justru membuat negara tersebut tak mengenai kata damai sejak Perang Dunia II.

Soekarno memandang sejak berdirinya zionisme Israel 1948, menyebut penjajahan Israel yang didukung Inggris dan AS sebagai neokolonialisme dan neoimperialisme di tanah Palestina.

Menurut Soekarno mengakui Israel adalah "haram" hukumnya sebelum mengakui kemerdekaan Palestina.

"Selama kemerdekaan Bangsa Palestina belum diserahkan kepada orang Palestina, selama itu pula bangsa Indonesia berdiri menantang penjajah Israel," ungkap Soekarno dalam pidatonya medio 1962.

*