Find Us On Social Media :

Masa Demokrasi Terpimpin Terdapat Perubahan Politik Indonesia Mulai Menancapkan Posisinya Dalam Peta Politik Dunia

By Moh. Habib Asyhad, Sabtu, 27 April 2024 | 13:17 WIB

Pada masa Demokrasi Terpimpin terdapat perubahan politik di mana Indonesia mulai menancapkan posisinya dalam peta politik dunia. Salah satunya adalah konfrontasi dengan Malaysia dan dan kecenderungan Bung Karno untuk condong ke blok komunis.

Intisari-Online.com - Pada masa Demokrasi Terpimpin terdapat perubahan politik di mana Indonesia mulai menancapkan posisinya dalam peta politik dunia.

Salah satunya adalah konfrontasi Indonesia dan Malaysia dan dan kecenderungan Bung Karno untuk condong ke blok komunis.

Tapi sebelum itu, kita bahas dahulu peta politik nasional saat itu.

Mengutip Kompas.com, Demokrasi Terpimpin menjadi pembalikan proses politik yang berjalan di masa demokrasi parlementer.

Peta kekuatan politik Demokrasi Terpimpin mengalami pasang surut.

Saat Demokrasi Terpimpin yang berlangsung antara 1960-1965, seluruh kekuasaan negara dipegang penuh oleh Presiden Soekarno.

Presiden Soekarno menjalankan tugasnya dengan didampingi Angkatan Darat dan PKI di sampingnya.

Presiden Soekarno selalu mengungkapkan bahwa revolusi Indonesia memiliki lima gagasan penting yang terangkum dalam Manisfeesto Politik, yaitu:

- Undang-Undang Dasar 1945

- Sosialisme Indonesia

- Demokrasi Terpimpin

- Ekonomi Terpimpin

- Kepribadian Indonesia

Sejak tahun 1961, Manifesto Politik menjadi salah satu ilmu yang harus dipelajari dalam dunia pendidikan.

Beberapa surat kabar yang pro Masyumi dan PSI menolak ide tersebut, sehingga dilarang terbit oleh pemerintah.

Konflik dengan DPR

Dalam perkembangan pilitik Demokrasi Terpimpin, terjadi pecah konflik antara Presiden dan DPR karena banyak fraksi yang menolak kebijakan Presiden Soekarno.

Puncak konflik terjadi, ketika DPR menolak RAPBN 1960 yang diajukan pemerintah.

Penolakan tersebut kemudian dijadikan alasan Presiden untuk membubarkan DPR hasil pemilu 1955.

Setelah itu, Presiden Soekarno membentuk Dewan Perwkilan Rakyat Gotong Royong (DPR-GR).

Pemilihan anggota DPR dilakukan oleh presiden sendiri dan harus terikat dengan aturan presiden.

Partai politik

Politik Demokrasi Terpimpin juga membatasi adanya partai politik.

Pembatasan dilakukan melalui Penetapan Presiden No 7 tahun 1959 tentang syarat-syarat penyederhanaan partai yang berbunyi:

- Menerima dan membela konstitusi 1945 dan Pancasila

- Menggunakan cara-cara damai dan demokrasi untuk mewujudkan cita-cita politiknya.

- Partai politik setidaknya memiliki cabang di seperempat wilayah Indonesia.

- Presiden berhak menyelidiki administrasi dan keuangan partai.

- Presiden berhak membubarkan partai yang terindikasi berusaha merongrong politik pemerintah dan mendukung pemberontakan.

Hingga 1961, pemerintah hanya mengakui sembilan partai politik yaitu PKI, Partai Murba, Partai Katolik, PSII, PNI, NU, IPKI, Perti dan Partindo.

Ajaran Resopim

Revolusi, sosialisme Indonesia, dan pimpinan nasional (Resopim) bertujuan untuk memperkuat kedudukan Presiden Soekarno.

Intinya seluruh unsur kehidupan berbangsa dan bernegara harus dicapai melalui revolusi, jiwa oleh sosialisme, dan dikendalikan oleh satu pimpinan, yang disebut Panglima Besar Revolusi yaitu Presiden Soekarno.

Presiden seumur hidup dan Nasakom

MPRS menetapkan Presiden Soekarno sebagai presiden sumur hidup dalam Sidang Umum 1063.

Presiden Soekarno mendapat tiga dukungan yaitu, nasionalis, agama, dan komunis (Nasakom).

Sistem pemerintahan yang dikembangkan Presiden Soekarno memberikan peluang bagi tumbuh dan berkembangnya ideologi komunis.

Presiden Soekarno juga mengajarkan Nasakom kepada masyarakat.

Di mana Nasakom merupakan cermin paham bebagai golongan masyarakat Indonesia.

Sehingga persatuan Indonesia dapat terwujud jika melaksanakan dan menerima ajaran Nasakom.

Partai Komunis Indonesia (PKI)

Dalam perjalanannya, PKI memanfaatkan ajaran Nasakom, sehingga berhasil mendapatkan tempat dalam konstelasi politik Indonesia.

Strategi ini juga meyakinkan Presiden Soekarno bahwa PKI merupakan partai pendukung utama kebijakan pemerintah.

Bahkan saat Presiden Soekarno membubarkan beberapa partai politik yang terlibat dalam pemberontakan, PKI berhasil terhindar dari pembubaran tersebut.

Angkatan Darat yang mengetahui kedekatan PKI dengan Presiden Soekarno mengerahkan berbagai cara untuk menghambat pergerakan PKI.

Pimpinan Angkatan Darat mengeluarkan perintah untuk menangkap DN Aidit dan melarang terbitan surat kabar harian Rakyat.

Namun hal tersebut menuai protes Presiden Soekarno dan memerintahkan agar semua keputusan Angkatan Darat dicabut.

Memasuki tahun 1964 serangan terhadap PKI semakin banyak.

Beberapa surat kabar memberitakan penemuan dokume rahasia PKI yang berencana merebut kekuasaan.

Hal tersebut dibantah oleh DN Aidit.

Isu tersebut berkembang menjadi isu politik besar.

Presiden Soekarno berupaya menyelesaikan masalah tersebut dengan mengumpulkan seluruh pimpinan partai politik.

Dalam pertemuan tersebut, seluruh pemimpin partai politik sepakat mengakhiri perseteruan karena pemerintah sedang berkonfrontasi dengan Malaysia.

Langkah politik internasional Bung Karno selama Demokrasi Terpimpin

Tetap, politik luar negeri Indonesia yang diterapkan pada masa Demokrasi Terpimpin adalah politik bebas–aktif.

Kebijakan politik luar negeri Indonesia didasarkan pada Manipol USDEK yang merupakan akronim dari Manifesto Politik UUD 1945, Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Ekonomi Terpimpin, dan Kepribadian Indonesia.

Meskipun begitu, penerapan politik bebas–aktif pada masa Demokrasi Terpimpin bersifat revolusioner dan radikal.

Dalam jurnal Politik Luar Negeri Indonesia pada masa Demokrasi Terpimpin (2018) karya Sandi Dwi dan Corry Liana, karakteristik dari politik luar negeri Indonesia adalah kekuatan dan ketegasan.

Diplomasi yang diajukan oleh Indonesia harus direalisasikan dan bersifat tuntutan yang berfokus pada ketercapaian kepentingan nasional.

Sifat politik luar negeri bebas-aktif Sifat politik luar negeri bebas-aktif Indonesia yang revolusioner dan ofensif dapat kita lihat melalui kebijakan pemerintah Indonesia dalam konflik internasional, sebagai berikut :

Pengembalian Irian Barat

Pada awalnya, Indonesia mengupayakan jalan diplomasi melalui tuntutan terhadap Belanda untuk mengembalikan kawasan Irian Barat ke Indonesia.

Upaya diplomasi tersebut mengalami kegagalan, sehingga Soekarno memutuskan untuk melakukan perang terbuka dengan Belanda.

Kebijakan Soekarno dalam penyelesaian masalah Irian Barat menunjukkan ketegasan politik luar negeri Indonesia untuk memperjuangkan kedaulatan NKRI secara utuh.

Politik New Emerging Forces (NEFOS)

Gagasan politik NEFOS disampaikan oleh Soekarno pada KTT Non-Blok tahun 1961.

Penyampaian gagasan NEFOS merupakan realisasi dari pidato Soekarno "Membangun Dunia Kembali" yang bertujuan untuk melakukan konfrontasi penuh melawan kolonialisme dan imperialisme.

Dalam pidatonya, Soekarno menyatakan bahwa permasalahan internasional merupakan dampak dari pertentangan antara kekuatan lama (OLDEFOS) dan kekuatan baru yang berisi negara progresif (NEFOS).

Soekarno mengajak negara-negara yang tergabung dalam Gerakan Non-Blok untuk bersama-sama melawan dominasi OLDEFOS di dunia Internasional.

Ajakan tersebut mendapatkan penolakan dengan alasan menyalahi prinsip dasar yang telah disepakati dalam pembuatan GNB.

Konfrontasi Indonesia dan Malaysia

Indonesia menerapkan politik luar negeri yang konfrontatif terkait konflik dengan Malaysia.

Soekarno menganggap bahwa pendirian federasi Malaysia oleh Inggris merupakan bentuk imperialisme baru (neo-imperialism) di kawasan Asia Tenggara serta mengganggu ketertiban wilayah Indonesia.

Begitulah, pada masa Demokrasi Terpimpin terdapat perubahan politik di mana Indonesia mulai menancapkan posisinya dalam peta politik dunia. Salah satunya adalah konfrontasi dengan Malaysia dan dan kecenderungan Bung Karno untuk condong ke blok komunis.

Dapatkan artikel terupdate Intisari-Online.com di Google News