Intisari-Online.com -Di tengah pergolakan politik dan ekonomi pada masa Demokrasi Terpimpin (1959-1965), pemerintah Indonesia mengambil langkah berani untuk mengatasi krisis ekonomi yang melanda.
Salah satu kebijakan yang diambil adalah devaluasi atau penurunan nilai mata uang rupiah pada 25 Agustus 1959.
Artikel ini akan mengupas tuntas 3 tujuan di balik devaluasi pada masa Demokrasi Terpimpin dan dampaknya terhadap perekonomian Indonesia.
Tantangan Ekonomi di Era Demokrasi Terpimpin
Di balik semangat transformasi politik, ekonomi Indonesiadimasa Demokrasi Terpimpin dihadapkan pada berbagai permasalahan kompleks.
Salah satu masalah krusial adalah merosotnya ekspor dan investasi.
Faktor eksternal seperti gejolak politik global dan internal, serta fokus pada pembangunan dalam negeri, turut berkontribusi pada penurunan ini.
Hal ini berakibat pada menipisnya cadangan devisa, yang pada gilirannya memperparah kondisi ekonomi.
Kondisi ini diperparah dengan inflasi yang melonjak hingga ratusan persen.
Harga kebutuhan pokok melambung tinggi, membebani rakyat dan menghambat aktivitas ekonomi.
Menyadari situasi genting ini, pemerintah mengambil langkah-langkah untuk menanggulangi permasalahan ekonomi, termasuk di antaranya devaluasi.
Baca Juga: Peristiwa yang Mengakibatkan Tersendatnya Perekonomian pada Masa Demokrasi Terpimpin
Kebijakan Ekonomi di Era Demokrasi Terpimpin
Kebijakan-kebijakan berikut ini, seperti dilansir dariKompas.com, meskipun sebagian besar mengalami kegagalan, mencerminkan upaya keras pemerintah dalam menavigasi situasi yang penuh tantangan.
* Devaluasi: Mencoba Meredam Inflasi
Salah satu kebijakan yang diambil adalah devaluasi atau penurunan nilai mata uang rupiah pada 25 Agustus 1959.
Kebijakan ini bertujuan untuk membendung inflasi yang tinggi, mengurangi jumlah uang yang beredar di masyarakat, dan meningkatkan nilai rupiah.
Devaluasi dilakukan dengan cara:
-Uang kertas pecahan Rp500 menjadi Rp50- Uang kertas pecahan Rp1.000 menjadi Rp100- Pembekuan semua simpanan di bank yang melebihi Rp25.000
Namun, devaluasi tidak mampu mengatasi kemerosotan perekonomian secara menyeluruh, terutama dalam perbaikan di bidang moneter.
* Depernas dan Bappenas
Pada 15 Agustus 1959, dibentuk Dewan Perancang Nasional (Depernas) yang dipimpin oleh Moh. Yamin dengan 50 anggota.
Tujuan Depernas adalah untuk merencanakan pembangunan ekonomi di bawah Kabinet Djuanda atau Kabinet Karya (1958), dengan harapan dapat memperbaiki kondisi ekonomi pada masa Demokrasi Terpimpin.
Baca Juga: Sejarah Demokrasi Terpimpin, Masa Ketika Bung Karno Diangkat Sebagai Presiden Seumur Hidup Oleh MPRS
Depernas kemudian digantikan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) pada 1963.
* Deklarasi Ekonomi
Deklarasi Ekonomi (Dekon) dibentuk pada 28 Maret 1953 sebagai respons atas buruknya kondisi ekonomi pada masa Demokrasi Terpimpin.
Dekon bertujuan untuk perbaikan ekonomi secara menyeluruh.
Devaluasi menjadi bukti bahwa dalam situasi krisis, terkadang diperlukan langkah-langkah yang tidak populer untuk mencapai tujuan yang lebih besar.
Kebijakan ini menjadi pengingat bahwa ekonomi dan politik saling terkait erat, dan stabilitas satu pihak tidak dapat dicapai tanpa stabilitas pihak lainnya.
Dengan memahami tujuan di balik devaluasi pada masa Demokrasi Terpimpin, kita dapat lebih menghargai kompleksitas pengambilan kebijakan ekonomi dan pentingnya mempertimbangkan berbagai faktor yang saling terkait.
Baca Juga: Peristiwa yang Mengakibatkan Tersendatnya Perekonomian pada Masa Demokrasi Terpimpin