Find Us On Social Media :

Sudah Berlangsung 17 Tahun, Begini Sejarah Aksi Kamisan Depan Istana

By Moh. Habib Asyhad, Jumat, 19 Januari 2024 | 16:11 WIB

Sejarah Aksi Kamisan bermula pada 18 Januari 2007. Sejak itu, setiap Kamis sore, di depan Istana Negara, keluarga korban pelanggaran HAM berat berdiri dan mengenakan baju serba hitam

Sejak itulah para korban dan keluarga pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat beraksi mengenakan pakaian dan atribut serba hitam dan berdiri di depan Istana Negara.

Mereka menuntut tanggung jawab negara dalam menuntaskan kasus HAM berat di Indonesia, seperti tragedi Semanggi I, Semanggi II, Trisakti, Tragedi 13-15 Mei 1998, Talangsari, Tanjung Priok dan Tragedi 1965.

Tapi selama itu, belum ada langkah konkret dari negara yang mampu menjawab tuntutan para korban dan keluarga.

Kamisan adalah aksi damai sejak 18 Januari 2007 dari para korban maupun keluarga korban pelanggaran HAM di Indonesia.

Setiap Kamis pukul 16.00-17.00 WIB, mereka mengenakan pakaian dan atribut serba hitam, berdiri, diam, dan berpayung hitam bertuliskan berbagai kasus pelanggaran HAM.

Kamisan hadir sebagai bentuk aksi dari para korban dan keluarga Tragedi 1965, Semanggi I, Semanggi II, Trisakti, Tragedi 13-15 Mei 1998, Talangsari, Tanjung Priok, dan korban pelanggaran HAM lainnya.

Mereka meminta negara untuk menyelesaikan kasus-kasus tersebut yang sekarang masih terhambat di Kejaksaan Agung.

Sejak 18 Januari 2007 dimulai, Kamisan kini sudah digelar sebanyak 801 kali.

Salah satu penggagas Kamisan, Maria Katarina Sumarsih mengungkapkan, pada tahun 1999, dirinya bersama korban dan keluarga pelanggaran HAM membentuk sebuah paguyuban, yaitu Paguyuban Korban/Keluarga Korban Tragedi Berdarah 13-15 Mei 1998, Semanggi I (13 November 1998), Semanggi II (24 September 1999), dan Tim Relawan untuk Kemanusiaan (TruK).

“Mereka sampai sekarang berjuang mencari keadilan, tapi ternyata tidak mudah walau Indonesia adalah negara hukum,” kata Sumarsih.

Sumarsih mengisahkan, sejak awal menggelar Kamisan, dirinya pernah mengungkapkan bahwa Kamisan berhenti jika hanya tersisa tiga orang yang melakukan aksi.

“Namun hingga kini justru yang ikut Kamisan makin banyak, terutama anak muda. Sekecil apapun itu harapannya, kami akan terus melakukan Kamisan,” ungkap Ibu dari Bernardinus Realino Norma Irmawan (Wawan), mahasiswa Unika Atma Jaya Jakarta yang tertembak saat kerusuhan Mei 1998.