Find Us On Social Media :

Malahayati, Laksamana Perempuan Pertama di Dunia yang Berasal Dari Aceh Konon Ditakuti Bangsa Portugis

By Afif Khoirul M, Jumat, 19 Januari 2024 | 12:20 WIB

Ilustrasi - Malahayati laksamana perempuan pertama di dunia.

Intisari-online.com - Keumalahayati, atau lebih dikenal dengan nama Malahayati, adalah salah satu pahlawan nasional Indonesia yang berasal dari Aceh.

Ia adalah perempuan pertama di dunia yang menyandang gelar laksamana, panglima angkatan laut Kesultanan Aceh pada abad ke-16 Masehi.

Ia juga dikenal sebagai pendiri Inong Balee, pasukan perang khusus perempuan yang terdiri dari janda-janda prajurit Aceh yang gugur dalam peperangan.

Malahayati dan pasukannya ditakuti oleh musuh-musuh Aceh, terutama bangsa Portugis yang berusaha menguasai Selat Malaka.

Malahayati lahir pada 1 Januari 1550 di Aceh Besar. Ia berasal dari keluarga bangsawan yang memiliki tradisi kelautan. Ayahnya, Laksamana Mahmud Syah, adalah panglima angkatan laut Kesultanan Aceh.

Kakeknya, Laksamana Muhammad Said Syah, adalah putra dari Sultan Salahuddin Syah, raja kedua Kesultanan Aceh yang memerintah pada tahun 1530-1539.

Sultan Salahuddin Syah sendiri adalah putra dari Sultan Ibrahim Ali Mughayat Syah, pendiri Kesultanan Aceh Darussalam pada tahun 1513.

Malahayati mendapat pendidikan istana sejak kecil.

Ia juga mengikuti akademi militer jurusan angkatan laut di Ma'had Baitul Maqdis, sebuah lembaga pendidikan tinggi yang didirikan oleh Sultan Alauddin Riayat Syah al-Mukammil, raja keempat Kesultanan Aceh yang memerintah pada tahun 1585-1604.

Di sana, ia belajar tentang strategi, taktik, navigasi, dan senjata perang laut.

Pada tahun 1585, Malahayati menikah dengan Laksamana Zainal Abidin, kepala pengawal Sultan Alauddin.

Baca Juga: Inilah Laksamana Mpu Nala, Pemimpin Angkatan Laut Majapahit yang Membuatnya Berjaya di Lautan

Ia juga diangkat sebagai kepala barisan pengawal istana rahasia dan panglima protokol pemerintah.

Kemudian menjadi perempuan pertama yang menduduki jabatan penting di istana Aceh.

Perjuangan Melawan Portugis

Perjuangan Malahayati melawan penjajah dimulai setelah terjadinya pertempuran di Teluk Haru pada tahun 1586.

Pada saat itu, armada laut Aceh yang dipimpin oleh suaminya, Laksamana Zainal Abidin, berhadapan dengan armada Portugis yang berusaha menyerang Aceh.

Pertempuran sengit terjadi di perairan Teluk Haru, dekat Selat Malaka.

Armada Aceh berhasil mengalahkan armada Portugis, namun dengan harga yang mahal.

Laksamana Zainal Abidin gugur dalam pertempuran tersebut, meninggalkan Malahayati sebagai janda.

Malahayati tidak putus asa. Ia bersumpah untuk menuntut balas dan meneruskan perjuangan suaminya.

Ia mengusulkan kepada Sultan Alauddin untuk membentuk sebuah pasukan perempuan yang terdiri dari janda-janda prajurit Aceh yang gugur dalam peperangan.

Sultan Alauddin menyetujui usulan tersebut dan memberi nama pasukan itu Inong Balee, yang berarti janda berani.

Baca Juga: Pernah Diangkat Jadi Film, Inilah Kisah Inspiratif Delisa, Penyintas Tsunami Aceh 2004 Yang Harus Hidup Dengan 1 Kaki

Malahayati kemudian menjadi pemimpin pasukan Inong Balee dengan pangkat laksamana. Ia adalah perempuan pertama di dunia yang menyandang pangkat tersebut.

Ia juga mendapat julukan Laksamana Malahayati, yang berarti laksamana yang berhati mulia.

Pasukan Inong Balee terdiri dari sekitar 2.000 perempuan yang terlatih dan tangguh.

Mereka mengenakan pakaian hitam dan membawa senjata seperti pedang, tombak, panah, dan meriam.

Mereka beroperasi di perairan pesisir Aceh Besar dan Selat Malaka, mengawasi dan menghalau setiap kapal asing yang mencurigakan.

Mereka juga melakukan serangan-serangan mendadak terhadap kapal-kapal dan benteng-benteng Portugis.

Salah satu kisah heroik Malahayati dan pasukannya adalah ketika mereka berhasil menyerang dan menenggelamkan kapal Belanda yang dipimpin oleh Cornelis de Houtman pada tahun 1599.

Malahayati sendiri yang bertarung satu lawan satu dengan De Houtman di geladak kapal dan berhasil membunuhnya.

Peristiwa ini membuat nama Malahayati dan pasukannya terkenal dan ditakuti oleh musuh-musuh Aceh.

Akhir Hayat

Malahayati gugur dalam peperangan pada tahun 1615. Ia meninggal saat melindungi Teluk Krueng Raya dari serangan armada Portugis yang dipimpin oleh Laksamana Martim Afonso de Castro.

Baca Juga: Hubungan Kerajaan Aceh dengan Belanda Dari Pengakuan Kedaulatan Hingga Peperangan

Ia berani menghadapi armada Portugis yang lebih besar dan lebih kuat daripada armada Aceh. 

Kemudian berhasil menenggelamkan beberapa kapal Portugis, namun akhirnya kapalnya juga karam dan ia tewas bersama pasukannya.

Jasad Malahayati dikebumikan di bukit Krueng Raya, Lamreh, Aceh Besar. Di sana, terdapat sebuah makam yang dikenal sebagai makam Laksamana Malahayati.

Makam tersebut menjadi salah satu situs sejarah dan wisata di Aceh.

Di dekat makam tersebut, juga terdapat sebuah monumen yang didirikan untuk mengenang jasa-jasa Malahayati dan pasukannya.

Malahayati adalah salah satu contoh perempuan Indonesia yang berani, tangguh, dan berjasa dalam mempertahankan kemerdekaan dan kedaulatan bangsa.

Ia adalah inspirasi bagi generasi-generasi selanjutnya untuk terus berjuang dan berkontribusi bagi kemajuan negeri. 

Beliau adalah laksamana perempuan pertama di dunia yang berasal dari Aceh dan konon ditakuti oleh bangsa Portugis.