Penulis
Intisari-online.com - Pada tanggal 17 Agustus 1945, Indonesia menyatakan kemerdekaannya dari penjajahan Jepang.
Namun, Belanda tidak mengakui kemerdekaan Indonesia dan berusaha untuk mengembalikan kekuasaannya di Hindia Belanda.
Belanda membentuk Nederlandsch-Indische Civiele Administratie (NICA) sebagai pemerintahan sipil yang bertugas untuk mengurus urusan administrasi dan keamanan di wilayah yang dikuasai Belanda.
NICA juga memiliki tentara yang terdiri dari mantan tawanan perang Belanda, mantan anggota KNIL, dan sukarelawan dari Eropa dan Asia.
Salah satu wilayah yang menjadi sasaran Belanda adalah Kalimantan, yang memiliki sumber daya alam yang melimpah dan strategis.
Belanda ingin menguasai Kalimantan untuk mengamankan kepentingan ekonomi dan politiknya di kawasan tersebut.
Belanda juga ingin mengisolasi Kalimantan dari pengaruh Republik Indonesia yang berpusat di Jawa.
Namun, di Kalimantan, terdapat perlawanan dari rakyat Indonesia yang mendukung kemerdekaan.
Salah satu benteng perlawanan tersebut adalah Kotawaringin, yang merupakan salah satu kabupaten tertua di Kalimantan.
Di Kotawaringin, terdapat kota Kumai, yang merupakan pelabuhan penting yang menghubungkan Kalimantan dengan Jawa dan Sumatera.
Kumai juga menjadi tempat berkibarnya bendera merah putih pertama kali seantero Kalimantan pada 6 September 1945.
Baca Juga: Kisah Heroik Tentara Indonesia yang Menolak Mundur dari Jakarta atas Perintah NICA dan Sekutu
Pertempuran
Pada tanggal 14 Januari 1946, Belanda mengirimkan lima buah kapal perang yang membawa 250 tentara NICA ke Kumai.
Tujuan Belanda adalah untuk mendarat di pelabuhan dan menduduki kota Kumai. Namun, rencana Belanda tidak berjalan mulus.
Di Kumai, terdapat pasukan Tentara Keamanan Rakyat (TKR) yang baru dibentuk, laskar Kalimantan yang terdiri dari pemuda-pemuda, dan barisan ulama yang bersenjatakan senapan dan bambu runcing.
Mereka dipimpin oleh Panglima Utar, seorang tokoh pejuang yang berpengalaman dalam bergerilya melawan Jepang.
Pasukan Indonesia mengetahui kedatangan kapal-kapal Belanda dan bersiap untuk menghadapi serangan.
Mereka menempati posisi-posisi strategis di sepanjang pantai dan pelabuhan. Ketika kapal-kapal Belanda mulai mendekati Kumai, pasukan Indonesia membuka tembakan.
Pertempuran sengit pun terjadi antara kedua belah pihak.
Pasukan Indonesia berhasil menghalau kapal-kapal Belanda yang tidak bisa menepi dan mendarat di Kumai.
Kapal-kapal Belanda terpaksa mundur dan meninggalkan Kumai.
Pertempuran Kumai berlangsung selama sekitar satu jam.
Pertempuran Kumai menjadi salah satu kemenangan Indonesia dalam menghadapi agresi Belanda di Kalimantan.
Baca Juga: Aksi Heroik Dr Sulianti Saroso Selamatkan Raibuan Nyawa di Balik Peristiwa Serangan NICA 1948
Pertempuran Kumai juga menjadi bukti dari semangat juang dan patriotisme rakyat Indonesia di Kotawaringin.