Find Us On Social Media :

Kesultanan Cirebon, Kerajaan Islam yang Namanya Tersohor di Asia

By Afif Khoirul M, Senin, 11 Desember 2023 | 14:30 WIB

Pendiri Kerajaan Cirebon ternyata masih keturunan Prabu Siliwangi, raja Kerajaan Pajajaran. Pada masa, Cirebon pernah jadi pusat perdagangan yang cukup maju.

Intisari-online.com - Kesultanan Cirebon adalah salah satu kerajaan Islam tertua dan terbesar di Pulau Jawa.

Kerajaan ini berdiri pada abad ke-15 dan 16 Masehi, sebagai hasil dari penyebaran Islam oleh para wali di tanah Sunda.

Kesultanan Cirebon memiliki posisi strategis di pantai utara Jawa, yang menjadi jalur perdagangan dan pelayaran antara Asia Tenggara, India, dan Timur Tengah.

Kesultanan Cirebon juga dikenal sebagai kerajaan yang kaya akan budaya, seni, dan sastra, yang dipengaruhi oleh berbagai unsur, seperti Hindu, Buddha, Sunda, Jawa, Arab, Persia, Cina, dan Eropa.

Pendiri Kesultanan Cirebon adalah Pangeran Cakrabuana, putra Prabu Siliwangi dari Kerajaan Pajajaran.

Ia mendirikan istana Pakungwati di Cirebon pada tahun 1430 M, dan menjadi raja pertama dengan gelar Dalem Agung Pakungwati. 

Beliau juga memeluk Islam dan berguru kepada Sunan Ampel, salah satu dari sembilan wali yang menyebarkan Islam di Jawa.

Pangeran Cakrabuana kemudian menikah dengan putri Sunan Ampel, bernama Nyai Rara Santang, yang melahirkan Sunan Gunung Jati.

Sunan Gunung Jati adalah raja kedua Kesultanan Cirebon, yang memerintah dari tahun 1479 hingga 1568 M.

Ia adalah tokoh yang sangat berpengaruh dalam sejarah Islam di Jawa, karena berhasil memperluas wilayah dan pengaruh Kesultanan Cirebon ke berbagai daerah, seperti Banten, Sunda Kelapa, Rajagaluh, Kawali, Talaga, Sumedang, dan Lampung.

Ia juga berjasa dalam membangun berbagai fasilitas, seperti pelabuhan, masjid, pesantren, dan benteng. Ia dikenal sebagai wali yang sakti, zuhud, dan berwibawa.

Baca Juga: Inilah Arca Yang Dianggap Sebagai Penghormataan Perwujudan Dari Kertanegara

Kemudian dimakamkan di Gunung Jati, Cirebon, yang menjadi tempat ziarah bagi umat Islam.

Setelah Sunan Gunung Jati wafat, Kesultanan Cirebon diteruskan oleh keturunannya, yang bergelar Sultan.

Kesultanan Cirebon mencapai puncak kejayaannya pada masa Sultan Zainul Arifin atau Panembahan Ratu I, yang memerintah dari tahun 1570 hingga 1649 M.

Ia berhasil menjalin hubungan baik dengan kerajaan-kerajaan lain, baik di dalam maupun luar negeri. 

Beliau juga memperkaya budaya dan seni Kesultanan Cirebon, dengan menciptakan berbagai karya, seperti kereta Singa Barong, gamelan Sekati, dan wayang golek.

Namun, pada abad ke-17, Kesultanan Cirebon mengalami kemunduran, akibat dari konflik internal dan tekanan dari Kesultanan Mataram.

Pada tahun 1677, Kesultanan Cirebon terpecah menjadi dua, yaitu Kesultanan Kasepuhan dan Kesultanan Kanoman, yang masing-masing dipimpin oleh dua saudara, yaitu Sultan Sepuh I dan Sultan Anom I.

Kedua kesultanan ini kemudian menjadi bawahan Kesultanan Mataram, dan kemudian VOC, yang mengambil alih kekuasaan politik dan ekonomi di Jawa.

Meskipun demikian, Kesultanan Cirebon tetap mempertahankan eksistensinya sebagai kerajaan Islam yang berdaulat, dengan memiliki sistem pemerintahan, hukum, adat, dan tradisi yang khas.

Kesultanan Cirebon juga tetap menjaga warisan budaya dan seninya, yang menjadi salah satu kekayaan dan keunikan Indonesia.

Kesultanan Cirebon adalah kerajaan Islam yang tersohor di Asia, yang patut dibanggakan dan dilestarikan.