Find Us On Social Media :

Sejarah Demokrasi Terpimpin, Masa Ketika Bung Karno Diangkat Sebagai Presiden Seumur Hidup Oleh MPRS

By Moh. Habib Asyhad, Kamis, 16 November 2023 | 10:17 WIB

Di masa Demokrasi Terpimpin, Bung Karno diangkat menjadi presiden seumur hidup oleh MPRS. Hubungannya dengan PKI juga semakin mesra.

Di masa Demokrasi Terpimpin, Bung Karno diangkat menjadi presiden seumur hidup oleh MPRS. Hubungannya dengan PKI juga semakin mesra.

Intisari-Online.com - Demokrasi terpimpin menjadi salah satu tahap sejarah demokrasi di Indonesia.

Di fase inilah Presiden Indonesia Bung Karno diangkat sebagai presiden seumur hidup.

Bagaimana sejarah demokrasi terpimpin?

Mengutip Kompas.com, ketika masa Demokrasi Liberal (1950-1959), kehidupan sosial politik di Indonesia belum mencapai kestabilan secara nasional.

Salah satu penyebabnya karena kabinet yang sering mengganti program kerja sehingga tidak bisa dijalankan dengan maksimal.

Pada 5 Juli 1959, Presiden Sukarno mengeluarkan suatu keputusan yang dikenal sebagai Dekrit Presiden sebagai respon atas kegagalan konstituante.

Dekrit Presiden dilihat sebagai usaha untuk mencari jalan dari kemacetan politik melalui pembentukan kepemimpinan yang kuat.

Sehingga pada saat itu digunakan demokrasi terpimpin.

Istilah demokrasi terpimpin pertama kali digunakan secara resmi dalam pidato Presiden Sukarno pada 10 November 1956 pada pembukaan sidang konstituante di Bandung.

Gagasan Presiden Soekarno pada konstituante tersebut dikenal sebagai Konsepsi Presiden 1957.

Pokok-pokok pikiran dalam konsepsi itu yakni:

- Dalam pembaruan struktur politik harus diberlakukan sistem demokrasi terpimpin yang didukung oleh kekuatan-kekuatan yang mencerminkan aspirasi masyarakat secara seimbang.

- Pembentukan kabinet gotong royong berdasarkan imbangan kekuatan masyarakat yang terdiri atas wakil partai-partai politik dan kekuatan golongan politik baru, golongan fungsional atau golongan karya.

Maka pada 9 April 1957, Sukarno melantik kabinet berkaki empat atau Kabinet Karya.

Empat unsur yang terwakilkan di Kabinet Karya yakni Partai Nasional Indonesia (PNI), Masyumi, Nahdlatul Ulama (NU), dan Partai Komunis Indonesia (PKI).

Sementara golongan politik dari masyarakat ditampung dalam Dewan Nasional yang disahkan pada 6 Mei 1957.

Dewan Nasional diketuai Sukarno dengan wakil ketua Roeslan Abdul Gani.

Isinya 41 wakil dari berbagai golongan karya mulai dari pemuda, tani, buruh, wanita, cedekiawan, agama, kedaerahan, dan lain-lain.

Pemberlakuan Demokrasi Terpimpin

Demokrasi Terpimpin yang sudah dirintis pada 1957, sebenarnya baru resmi berjalan sejak 1959, ketika Sukarno mengeluarkan Dekrit Presiden.

Dekrit Presiden dikeluarkan karena ketidakstabilan pemerintah.

Badan Konstituante untuk menetapkan undang-undang baru untuk mengganti UUDS 1959.

Badan Konstituante adalah lembaga negara yang dibentuk lewat Pemilihan Umum (Pemilu) 1955.

Badan tersebut dibentuk untuk merumuskan UU baru.

Tapi sejak dimulai persidangan pada 1956 hingga 1959, Badan Konstituante tidak berhasil merumuskan UU baru.

Kondisi itu membuat Indonesia semakin buruk dan kacau.

Banyak muncul pemberontakan di daerah-daerah, mereka tidak mengakui keberadaan pemerintahan pusat dan membuat sistem pemerintahan sendiri.

Pada 22 April 1959 diadakan sidang lengkap Konstituante di Bandung.

Pada sidang tersebut Presiden Sukarno mengusulkan untuk kembali ke UUD 1945.

Dalam pidatonya, Soekarno mengkritik cara kerja Konstituante yang kurang mengalami kemajuan selama dua tahun lima bulan dan 12 hari.

Bung Karno juga meminta supaya usul pemerintah disetujui dengan segera.

Usulan Bung Karno untuk kembali ke UUD 1945 terjadi pro dan kontra, ada yang mendukung dan menolak.

Dua partai besar, PNI dan PKI menerima usul rencana pemerintah tentang UUD 1945, sedangkan Masjumi menolak.

Di kalangan yang menolak menjelaskan kekhwatirannya tentang akibat-akibat pelaksanaan Demokrasi Terpimpin dengan pelaksanaan UUD 1945.

Namun dalam sidang Konstituante telah beberapa kali dilakukan pemungutan suara tidak berhasil memecahkan usul pemerintah tersebut.

Akhirnya pada 5 Juli 1959, di Istana Merdeka, Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden yang berisi:

- Dibubarkannya Konstituante

- Diberlakukannya kembali UUD 1945

- Tidak berlakunya lagi UUDS 1950

- Dibentuknya Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) dan Dewan Pertimbangan Agung Sementara (DPAS) yang diberlakuakan dalam waktu yang sesingkat-singkatnya.

Dengan adanya Dekrit Presiden, maka sistem pemerintahan liberal dan kabinet parlementar berakhir.

Kemudian diganti dengan sistem pemerintahan terpimpin dan kabinet diganti dengan presidensial.

Bung Karno diangkat sebagai presiden seumur hidup

Karakteristik utama demokrasi terpimpin adalah penggabungan sistem kepartaian dengan terbentuknya DPR-GR.

Meski begitu, peranan lembaga legislatif dalam sistem politik nasional menjadi lemah, begitu pula dengan hak asasi manusia.

Demokrasi Terpimpin adalah masa puncak dari semangat anti-kebebasan pers, dan sentralisasi kekuasaan makin dominan dalam hubungan antara pemerintah pusat dengan daerah.

Pada masa Demokrasi Terpimpin inilah hubungan Bung Karno dan PKI semakin "mesra".

Hubungan keduanya merupakan hubungan timbal balik.

PKI memanfaatkan popularitas Bung Karno untuk mendapat massa.

Pada Mei 1963, MPRS mengangkat Bung Karno menjadi presiden seumur hidup.

Keputusan ini didukung oleh PKI.

Sementara itu, unsur kekuatan lainnya dalam Demokrasi Terpimpin adalah TNI-Angkatan Darat yang melihat perkembangan PKI dan Sukarno dengan curiga.

Terlebih saat angkatan lain, seperti TNI-Angkatan Udara, mendapatkan dukungan Sukarno.

Hal ini dianggap sebagai upaya menyaingi kekuatan Angkatan Darat dan memecah belah militer.

Keretakan hubungan Bung Karno dengan pemimpin militer akhirnya muncul.

Keadaan ini dimanfaatkan PKI untuk mencapai tujuan politiknya.

Sikap militan radikal yang ditunjukkan PKI melalui agitasi dan tekanan politiknya yang meningkat, membuat jurang permusuhan yang terjadi kian melebar.

Konflik yang terjadi itu kemudian mencapai puncaknya pada pertengahan bulan September 1965.

Partai politik pada masa Demokrasi Terpimpin mengalami pembubaran paksa.

Pembubaran ini dilakukan lewat Penetapan Presiden (Penpres) yang dikeluarkan pada 31 Desember 1959.

Peraturan tersebut menyangkut persyaratan partai sebagai berikut:

- Menerima dan membela Konstitusi 1945 dan Pancasila

- Menggunakan cara damai dan demokrasi untuk mewujudkan cita-cita politiknya

- Menerima bantuan luar negeri hanya seizin pemerintah

- Partai harus mempunyai cabang terbesar minimal di seperempat jumlah daerah tingkat I, dan jumlahnya harus seperempat dari jumlah daerah tingkat II di seluruh Indonesia

- Presiden berhak menyelidiki administrasi dan keuangan partai

- Presiden berhak membubarkan partai, yang programnya diarahkan untuk merongrong politik pemerintah, atau yang secara resmi tidak mengutuk anggota partai untuk membantu pemberontakan.

Sampai 1961, hanya ada 10 partai yang diakui dan dianggap memenuhi prasyarat di atas.