Find Us On Social Media :

Mengenang Sosok Usman Dan Harun, Pahlawan Indonesia Yang Dianggap Penjahat Dan Dihukum Gantung Oleh Singapura

By Moh. Habib Asyhad, Senin, 16 Oktober 2023 | 18:17 WIB

Bagi Singapura, Usman-Harun adalah penjahat yang pantas dihukum gantung. Tapi bagi Indonesia, keduanya adalah pahlawan.

Bagi Singapura, Usman-Harun adalah penjahat yang pantas dihukum gantung. Tapi bagi Indonesia, keduanya adalah pahlawan.

Intisari-Online.com - Bagi Singapura, Usman dan Harun adalah penjahat yang layak mendapat hukuman gantung.

Tapi bagi Indonesia, keduanya adalah pahlawan penuh jasa.

Oleh pemerintah Singapura, Usman dan Harun adalah dua orang yang dianggap paling bertanggung jawab terhadap pengeboman di MacDonlad House di Orchad Road, Singapura, pada 1965.

Usman dan Harun adalah anggota Operasi Korps Komando Indonesia (sekarang Korps Marinir).

Keduanya diperintahkan untuk menyusup ke Singapura selama Konfrontasi Indonesia-Malaysia (1963-1965).

Ketika itu, Sukarno yang anti-noeliberalisme dan neokolonialisme menentang pembentukan negara boneka Malaysia.

Bung Karno juga menganggap Singapura sebagai salah satu dari bagian pembagian negara boneka Inggris.

Usman dan Harun digantung oleh pemerintah Singapura pada Oktober 1968.

Eksekusi ini mendapat reaksi dari sekitar 400 mahasiswa Indonesia yang menyerang kedutaan besar dan membakar bendera Singapura di Jakarta.

Usman Janatin lahir di sebuah dusun kecil di Purbalingga, Jawa Tengah.

Sementara Harun Tohir bin Mandar lahir di Bawean, Gresik, pada 14 April 1947.

Kisah kepahlawanan mereka dimulai pada malam 8 Maret 1965.

Usman Haji Mohamed Ali dan Harun Said, ditemani Gani bin Aroep, menyusup ke daratan Singapura.

Ketiganya adalah anggota KKO (Korps Komando Operasi)—sekarang marinir—yang ditugaskan untuk menyusup ke Singapura selama konfrontasi Indonesia-Malaysia melalui Batam.

Ketiganya mendapat tugas untuk melakukan sabotase di Singapura yang banyak dihuni tentara sekutu.

Ketiganya lalu menyamar sebagai pedagang.

Gani yang wajahnya sedikit Cina dapat dengan mudah membaur.

Setelah melakukan observasi, akhirnya dipilih MacDonald House dekat stasiun Dhoby Ghaut sebagai target.

Banyak warga Inggris yang menginap di situ.

10 Maret 1965 dini hari, ketika banyak penghuni hotel yang tertidur, Usman dan Harun meletakkan bom seberat 12,5 kg di dekat lift lantai 10.

Straits Times menulis, ledakannya suskes memencahkan kaca jendela dalam radius 100 meter.

Beberapa mobil yang berada di dekat hotel ikut rusak.

Tiga orang meninggal dan 33 lainnya luka parah.

Sialnya, operasi tidak berjalan begitu lancar.

Saat kembali ke Indonesia, Usman dan Harun tertangkap polisi patroli laut Singapura.

Keduanya juga tidak disidang secara militer karena ketika ditangkap tidak memakai seragam militer.

Upaya grasi pemerintah Indonesia gagal dilakukan.

17 Oktober 1968 pagi, Usman dan Harun akhirnya dieksekusi di tiang gantungan.

Banyak warga Indonesia melakukan penghormatan jenazah di Kedutaan Besar Indonesia.

Beberapa mahasiswa di Jakarta melakukan unjuk rasa ke Kedutaan Besar Singapura.

Presiden Soeharto langsung memberikan penghargaan bagi Usman dan Harun sebagai pahlawan nasional dengan SK Presiden No.050/TK/Tahun 1968, tanggal 17 Oktober 1968.

Setelah tiba di Jakarta, hampir satu juta orang mengiringi jenazah mereka dari Kemayoran, Markas Hankam hingga Taman Makam Pahlawan Kalibata.

Sejak saat itu, hubungan Indonesia-Singapura memanas, tapi kembali mendingin ketika PM Singapura datang ke Indonesia pada 1973.

Lee Kuan Yew secara khusus datang ke Taman Makam Pahlawan Kalibata untuk memberi penghormatan dan menaburkan bunga di pusara keduanya.

Pemerintah Indonesia, untuk mengenang jasa Usman dan Harun, nama keduanya diabadikan menjadi nama Kapal Perang Republik Indonesia (KRI).