Sialnya, operasi tidak berjalan begitu lancar.
Saat kembali ke Indonesia, Usman dan Harun tertangkap polisi patroli laut Singapura.
Keduanya juga tidak disidang secara militer karena ketika ditangkap tidak memakai seragam militer.
Upaya grasi pemerintah Indonesia gagal dilakukan.
17 Oktober 1968 pagi, Usman dan Harun akhirnya dieksekusi di tiang gantungan.
Banyak warga Indonesia melakukan penghormatan jenazah di Kedutaan Besar Indonesia.
Beberapa mahasiswa di Jakarta melakukan unjuk rasa ke Kedutaan Besar Singapura.
Presiden Soeharto langsung memberikan penghargaan bagi Usman dan Harun sebagai pahlawan nasional dengan SK Presiden No.050/TK/Tahun 1968, tanggal 17 Oktober 1968.
Setelah tiba di Jakarta, hampir satu juta orang mengiringi jenazah mereka dari Kemayoran, Markas Hankam hingga Taman Makam Pahlawan Kalibata.
Sejak saat itu, hubungan Indonesia-Singapura memanas, tapi kembali mendingin ketika PM Singapura datang ke Indonesia pada 1973.
Lee Kuan Yew secara khusus datang ke Taman Makam Pahlawan Kalibata untuk memberi penghormatan dan menaburkan bunga di pusara keduanya.
Pemerintah Indonesia, untuk mengenang jasa Usman dan Harun, nama keduanya diabadikan menjadi nama Kapal Perang Republik Indonesia (KRI).