Yasser Arafat punya jejak panjang dalam mengawal perjuangan kemerdekaan Palestina. Pernah diganjar hadiah Nobel.
Intisari-Online.com -Dalam beberapa kesempatan, Palestina sangat identik dengan sosok Yasser Arafat.
Saat masih hidup, Yasser Arafat adalah representasi Palestina di dunia internasional.
Kegigihannya mengawal perjuangan Palestina tak bisa diragukan lagi.
Seperti apa sosok Yasser Arafat?
Arafat adalahketua Organisasi Pembebasan Palestina (PLO).
Dilansir Kompas.com, perjuangan Yasser Arafat di PLO amat panjang, dari 1969 hingga menjelang kematiannya pada 2004.
Arafat lahir di Kairo, Mesir, pada 1929.
Diaberada di garis depan, mewakili Palestina dalam perselisihan dengan Israel selama bertahun-tahun.
Menurut Britannica, dia berperan mengawal sengketa perbatasan, gerakan pembebasan, hingga upaya mencapai perjanjian damai.
Awal perjuangannya dimulai saat dia masih remaja.
Saat masih berada di Kairo dia mulai menyelundupkan senjata ke Palestina.
Senjata ini digunakan untuk melawan orang-orang Yahudi dan Inggris, yang mengambil peran administratif di tanah Palestina.
Arafat yang menempuh pendidikan di Universitas Faud I memutuskan bergabung dengan pasukan tanah air melawan orang-orang Yahudi dalam Perang Arab-Israel pada 1948.
Perang itu sendiri dimenangkan kaum Yahudi Israel dan jadi cikal bakal pendirian negara Israel.
Perjuangan belum berakhir.
Pada 1958, Arafat dan beberapa rekannya mendirikan Al-Fatah, jaringan bawah tanah yang mendorong perlawanan bersenjata melawan Israel.
Pada pertengahan 1960-an, Arafat meninggalkan Kuwait dan terus melancarkan serangan ke Israel.
Pada 1964, Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) yang menyatukan sejumlah kelompok dengan visi negara Palestina merdeka terbentuk.
Pada 1969, Fatah masuk ke dalam PLO menjadi faksi terbesar.
Arafat menjabat sebagai ketua Komite Eksekutif PLO.
Arafat terus mengembangkan PLO, dari Palestina ke Yordania.
Raja Hussein sempat mengusirnya sehingga ia memindahkannya ke Lebanon.
Pemboman, penembakan, dan pembunuhan yang digerakkan PLO terhadap Israel, jadi santapan sehari-hari.
Arafat melancarkan gerakan protes, intifada, terhadap pendudukan Israel di Tepi Barat dan Jalur Gaza.
Pada 1988, air mukanya berubah cerah.
Arafat yang berpidato di PBB, menyatakan bahwa semua pihak yang terlibat konflik dapat hidup bersama dalam damai.
Hal ini mengarah pada Perjanjian Oslo 1993, yang memungkinkan berdirinya pemerintahan sendiri Palestina dan pemilihan umum.
Pada 1994, Arafat dan Shimon Peres serta Yitzhak Rabin dari Israel, menerima Hadiah Nobel untuk Perdamaian.
Pada tahun berikutnya, mereka menandatangani perjanjian baru, Oslo II, yang meletakkan dasar untuk serangkaian perjanjian damai antara PLO dan Israel.
Tapi, selalu ada celah untuk konflik. Intifada pada 2000 dan serangan teroris pada 11 September 2001, memicu lagi aksi-aksi kontra-damai.
Pada 11 November 2004, Arafat meninggal dunia.
Meski termasuk sosok kontroversial, dia terus dikenang dalam perjuangannya mengawal Palestina merdeka.