Tradisi Sekaten disebut diciptakan oleh Wali Songo sebagai sarana untuk menyebarkan agama Islam di Pulau Jawa.
Intisari-Online.com -Berbicara tentang tradisi sekaten artinya berbicara tentang dua keraton yang ada di Pulau Jawa.
Keraton Kasunanan Surakarta dan keraton Kesultanan Yogyakarta.
Lalu siapa yang menciptakan tradisi sekaten?
Dikutip dari situs Surakarta.go.id, sekaten merupakanmerupakan acara tahunan yang digelar di Kasunan Surakarta dan Kesultanan Yogyakarta.
Di Solo sendiri sekaten sudah berlangsung sejak abad ke-15.
Acara ini merupakan tradisi yang dilakukan untuk memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW.
Sekaten sangat erat kaitannya dengansejarah penyebaran agama Islam yang ada di Pulau Jawa.
Wali Sanga adalah tokoh utama di balik lahirnya tradisi sekaten.
Sekaten digunakan oleh Wali Sanga untuk menyebarkan agama islam di Pulau Jawa.
Pada awalnya sekaten merupakan kelanjutan upacara tradisional yang dilaksanakan oleh raja-raja Jawa sejak zaman Majapahit.
Sebagai bentuk upacara selamatan untuk menjaga keselamatan kerajaan.
Namun lambat laun tradisi sekaten telah berubah, dan digunakan sebagai sarana untuk penyebaran agama Islam khususnya di Jawa Tengah.
Penyebaran agama Islam yang ada di Jawa Tengah ini melalui media kesenian gamelan.
Gamelan dijadikan sebagai media penyebaran agama Islam, dikarenakan pada waktu itu masyarakat Jawa menggemari kesenian Jawa yaitu gamelan.
Hingga pada akhirnya peringatan Maulid Nabi Muhammad pada acara sekaten tidak lagi menggunakan rebana.
Melainkan menggunakan gamelan sebagai pengiring untuk melantunkan shalawat.
Di Solo sendiri biasanya pagelaran sekaten akan diikuti dengan kegiatan pasar malam selama sebulan penuh.
Tanda bahwa pagelaran Sekaten dimulai yaitu dengan membunyikan gamelan yang akan diarak ke masjid.
Acara ini akan berlangsung pada tanggal 5 hingga 12 Rabiul Awal, yang mana pada tanggal ini gamelan akan ditabuh atau dibunyikan secara terus menerus.
Setelah itu acara akan dilanjutkan dengan Tumplak Wajik dan Grebeg Maulud.
Tumplak Wajik akan dilaksanakan selama dua hari sebelum Grebeg Maulud diadakan.
Upacara Tumplak Wajik ini berupa kotekan atau permainan lagu dengan kentongan.
Hal ini dilakukan dan dijadikan sebagai tanda bahwa pembuatan gunungan telah dimulai.
Lagu-lagu yang dimainkan dalam Tumplak Wajik adalah Lompong Keli, Owal Awil, Tudhung Setan dan lain sebagainya.
Rangkaian acara selanjutnya yaitu ada Grebeg Maulud. Acara ini diselenggarakan pada tanggal 12 Rabiul Awal.
Grebeg Maulud adalah puncak acara dalam tradisi sekaten.
Di dalam Grebeg Maulud terdapat gunungan yang terbuat dari beras ketan, buah-buahan, makanan, dan sayur sayuran.
Gunungan ini ditujukan sebagai wujud doa dan selamatan yang melambangkan kesejahteraan kerajaan.
Setelah didoakan, gunungan ini akan dibagikan ke masyarakat.
Sekaten masih dijaga dan dilaksanakan hingga sekarang. Walaupun acara sekaten sempat vakum selama dua tahun akibat dari pandemi Covid-19, kini acara sekaten sudah mulai dibuka kembali.
Hal ini dilakukan karena Pandemi sudah cukup longgar. Sehingga memungkinkan sekaten untuk diadakan kembali.
Untuk kamu yang ingin mengunjungi sekaten bisa langsung datang ke Kota Surakarta untuk menikmati meriahnya pagelaran acara yang berlangsung.