Find Us On Social Media :

Apa Pandangan para Pendiri Bangsa Terkait Isi Mukadimah Terutama Tentang Ketuhanan?

By Ade S, Selasa, 1 Agustus 2023 | 09:03 WIB

Pandangan para pendiri bangsa terkait isi Mukadimah, terutama frasa 'Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya'.

Wongsonegoro dan Djajadiningrat juga memberikan pendapat, frasa itu berpotensi menimbulkan fanatisme karena seakan-akan memaksa orang-orang Islam untuk menjalankan syariat.

Wachid Hasyim turut berkomentar, “Mengingat kepada dasar permusyawaratan sebab paksaan-paksaan tidak bisa terjadi. Jika ada anggota yang menganggap kalimat ini tajam, ada juga yang menganggap kurang tajam.”

Setelah itu, Dr Radjiman menyatakan karena tidak ada penolakan terhadap bagian lain, maka preambule dianggap sudah disetujui.

Hadikoesoemo mencoba memberi saran agar "bagi pemeluk-pemeluknya" dihilangkan saja.

Namun, Soekarno menolak saran tersebut. Akhirnya, semua anggota sidang menyetujui Mukadimah atau yang kemudian dikenal sebagai Piagam Jakarta.

Meskipun sudah disepakati dalam sidang BPUPKI, frasa "ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya" ternyata menjadi masalah setelah proklamasi kemerdekaan dilantunkan.

Ada kabar bahwa rakyat Kristen di wilayah Indonesia timur akan menolak bergabung Republik Indonesia jika syariat Islam masuk dalam UUD.

Moh Hatta mendengar kabar tersebut dan mengundang perwakilan golongan Islam seperti Wachid Hasjim, Ki Bagoes Hadikoesoemo, Kasman Singodimedjo, dan Teuku Mohammad Hasan untuk membahas persoalan tersebut.

Dalam pertemuan informal, mereka sepakat bahwa frasa "ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya" diganti dengan "Ketuhanan Yang Maha Esa" demi persatuan dan kesatuan.

Piagam Jakarta kemudian diubah menjadi Pembukaan UUD.

Dari ulasan di atas, dapat disimpulkan bahwa pandangan para pendiri bangsa terkait isi Mukadimah, terutama frasa “Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”, beragam dan dinamis.

Ada yang mendukung, ada yang menolak, ada yang mengusulkan perubahan, dan ada yang mengambil sikap kompromi.

Frasa tersebut akhirnya dihapus dari Pembukaan UUD demi persatuan dan kesatuan bangsa. Namun, frasa tersebut tetap memiliki nilai sejarah dan makna yang penting bagi perkembangan Indonesia sebagai negara berdasarkan Pancasila.

Baca Juga: Apakah yang Menjadi Persamaan Pemikiran para Pendiri Bangsa Mengenai Dasar Negara Indonesia?