Find Us On Social Media :

Keraton Kartasura, Saat Ditemukan Kembali Bekas Ibukota Mataram Islam Itu Berwujud Hutan Belantara Dan Penuh Menjangan

By Moh. Habib Asyhad, Minggu, 18 Juni 2023 | 11:41 WIB

Sekitar 90 tahun keraton Kartasura menjadi ibukota Mataram Islam. Saat ditemukan kembali, kondisinya memprihatinkan.

Sekitar 90 tahun keraton Kartasura menjadi ibukota Mataram Islam. Saat ditemukan kembali, kondisinya memprihatinkan. 

Intisari-Online.com - Sunan Amangkurat II yang dinobatkan sebagai raja Mataram Islam oleh VOC memutuskan untuk memindahkan ibukota ke Kartasura.

Pertimbangannya, karena Keraton Plered sudah tak layak lagi dijadikan ibukota akibat serangan pemberontak Trunojoyo.

Selain Kartasura, menurut sejarawan UGM Sri Margana, ada sejumlah tempat yang diusulkan sebagai ibukota Mataram Islam yang baru.

Ada Semarang, ada Salatiga.

Tapi keduanya disebut tidak memenuhi kosmologi dan tradisi keraton Jawa.

Keraton Kartasura digunakan sebagai ibukota Mataram Islam dari 1680 hingga 1745.

Setelah keraton Mataram Islam pindah ke Surakarta, praktis keraton Kartasura ditinggalkan begitu saja.

Hingga ratusan tahun kemudian, bekas Keraton Kartasura kembali ditemukan dalam kondisi yang memprihatinkan.

Wujudnya sudah menjadi hutan belantara dan banyak menjangan di sana.

Hal itu disampaikan oleh Juru Kunci Hastana Keraton Kartasura, Mas Ngabehi Surya Hastono Hadiprojonagaro.

"Keraton Kartasura setelah pindah ke Surakarta tahun 1745, kemudian ditinggalkan," kata dia.

"Tahun 1811 eyang buyut saya diminta mencari keraton yang ditinggalkan itu," imbuhnya.

Saat ditemukan, Keraton Kartasura ini sudah berupa hutan yang dipenuhi menjangan.

Menjangan itu kemudian ditangkarkan dan dibuatkan kandang di lokasi yang kini berubah menjadi Markas Grup 2/Kopassus.

"Tahun 1816 ada penasihat raja Mas Ngabehi Sutorejo meninggal dunia, diminta dimakamkan di sini. Makam beliau jadi cikal bakal di sini," ucapnya.

"Kemudian oleh Pakubuono IV, tempat ini dijadikan makam," imbuhnya.

Surya tidak bisa memastikan sudah ada berapa orang yang dimakamkan di bekas Keraton Kartasura ini.

Sebab, selain kerabat kerajaan, di sini juga digunakan untuk makam umum masyarakat.

"Sebelum adanya Undang-undang (UU) cagar budaya, boleh digunakan untuk makam," jelasnya.

"Tapi sejak tahun 2010 dengan adanya UU Cagar Budaya, sudah tidak boleh digunakan untuk makam, tapi untuk wisata. Termasuk untuk memakamkan Kerabat Keraton," ujarnya.

Saat ini sisa-sisa peninggalan Keraton Kartasura menjadi tanggungjawab Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Sukoharjo, setelah pelimpahan dari Badan Pelestarian Cagar Budaya (BPJB) Jawa Tengah tahun 2020 lalu.

Sejarah Keraton Kartasura

Saat pemberontakan Trunajaya, Amangkurat I beserta keluarganya mengungsi kearah barat termasuk putranya yaitu Raden Mas Rahmat.

Dalam pengungsiannya, dia mengangkat kembali Raden Mas Rahmat sebagai adipati anom, sebelumnya hak putra mahkota telah diberikan kepada Pangeran Puger.

Singkat cerita, Amangkurat I meninggal dunia dalam pelarian dan dimakamkan di Tegalarum.

Berkat bantuan VOC, Raden Mas Rahmat menyatakan diri sebagai susuhunan Mataram Islam dengan gelar Amangkurat II.

Pada tahun 1678 Amangkurat II mengerahkan pasukannya menyerang Trunajaya di Kediri.

Pasukan pemberontak kewalahan menghadapi Mataram yang dibantu serdadu VOC.

Setelah melalui pertempuran tersebut, Trunajaya tertangkap dan dijatuhi hukuman mati.

Kekuasaan Mataram berhasil dipulihkan oleh Amangkurat II.

Amangkurat II kemudian menarik pasukannya menuju Semarang, kemudian ia memerintahkan kepada Patih Nerangkusuma agar membuka hutan Wanakerta yang akan dibangun menjadi keraton baru.

Pada hari Rebo Pon, tanggal 27 Ruwah, tahun Alip 1603 AJ, bertepatan dengan tanggal 11 September 1680 M, Amangkurat II secara resmi menempati Keraton Kartasura dan memindahkan pusat pemerintahannya di sana.