Penulis
Pangeran Purbaya disebut sebagai salah satu putra Panembahan Senopati yang sakti mandraguna. Dijuluki banteng Mataram Islam karena dedikasinya.
Intisari-Online.com -Menurut cerita, ada dua putra Panembahan Senopati, pendiri Mataram Islam, yang paling sakti.
Yang pertama adalah Raden Rangga yang mati muda.
Nama kedua adalah Pangeran Purbaya.
Pangeran Purbaya hidup dalam usia yang relatif panjang.
Dia disebut-sebut sebagai pelindungtakhta Mataram Islam saat dipimpin keponakannya, yaitu Sultan Agung (1613-1645).
Maka tak heran bila dia mendapat julukan Banteng Mataram.
Sebagian masyarakat Jawa percaya kalau Sultan Agung sebenarnya putra kandung Purbaya.
Konon, Sultan Agung sewaktu bayi sengaja ditukar Purbaya dengan bayi yang dilahirkan istrinya.
Kisah ini seolah berpendapat kalau Sultan Agung adalah perpaduan darah Mataram dan Giring.
Namun pendapat ini hanyalah pendapat minoritas yang kebenarannya sulit dibuktikan.
Pangeran Purbaya hidup sampai zaman pemerintahan Amangkurat I putra Sultan Agung.
Dia hampir saja menjadi korban ketika Amangkurat I menumpas tokoh-tokoh senior yang tidak sesuai dengan kebijakan politiknya.
Untungnya, Purbaya saat itu mendapat perlindungan dari ibu suri, janda Sultan Agung.
Purbaya meninggal dunia bulan Oktober 1676 saat ikut serta menghadapi pemberontakan Trunajaya.
Amangkurat I mengirim pasukan besar yang dipimpin Adipati Anom, putranya, untuk menghancurkan desa Demung (dekat Besuki) yang merupakan markas orang-orang Makasar sekutu Trunajaya.
Perang besar terjadi di desa Gogodog.
Pangeran Purbaya yang sudah lanjut usia gugur akibat dikeroyok orang-orang Makasar dan Madura.
Ia berjiwa besar, setia akan pengabdiannya, dan dikenal sakti mandraguna.
Pangeran Purbaya yang dianggap sebagai pembesar Mataram juga terlibat dalam pertempuran-pertempuran melawan Belanda.
Perlawanannya dilakukan sekitar tahun 1628 - 1629 di Batavia.
Keberadaannya telah disaksikan oleh seorang Belanda bernama van Goens, yang berkunjung ke Keraton pada tahun 1668.
Goens melaporkan (dari kunjungannya), bahwa ia bertemu dengan seorang bernama Purbaya.
Adanya kabar dari van Goens yang bertemu dengan Purbaya, juga diperkuat oleh utusan Belanda berikutnya bernama Abr. Vespreet.
Meski disadari, sulitnya menyatukan persepsi tentang seorang Purbaya di era Mataram.
Goens mengunjungi Keraton pada bulan oktober 1668.
Ia bersaksi bahwa Purbaya adalah seorang kakek tua, yang merupakan paman dari Sunan dan kakak dari Sultan Agung.
Mengenai hubungan kekeluargaannya dengan para raja Mataram, masih simpang siur.
Begitu yang ditulis De Graaf.
Adapun Babad Tanah Djawi menduga bahwa Purbaya adalah kakek dari Sunan dan ayah dari Sultan Agung.
Meski masih menjadi perdebatan, yang jelas, semula ia adalah putra mahkota bergelar Pangeran Purbaya yang dikenal dengan nama asli Jaka Umbara, anak dari Panembahan Senopati.
"Menurut Serat Kandha, Pengeran Purbaya disebut sebagai seorang yang pertama-tama duduk di tahta Kerajaan Mataram," tulis H.J. De Graaf dalam bukunya, Disintegrasi Mataram di Bawah Mangkurat I, terbit pada 1987.
Kisah tentang Purbaya dalam hemat De Graaf, tertuang pada buku berjudul asli De regering van Sunan Mangku-Rat I Tegal-Wangi, vorst van Mataram, 1646-1677.
Bukunya mengisahkan tentang keberadaan Purbaya dalam kehidupan Mataram.
Terdapat berita-berita mengenai kemakmuran yang semakin meningkat dalam kerajaan.
"Pemerintahan yang adil dan mantapnya tindakan-tindakan yang diambil oleh pemerintah," tambah De Graaf.
Mataram berada dalam kondisi yang baik dan maju.
Hal itu juga tak luput dari kepercayaan rakyat akan kehebatan sosok Purbaya yang tengah bertahta kala itu.
"Ia merupakan putra mahkota dan pemimpin tahta raja yang melegenda," sebutnya.
Sebagaimana disebutkan juga dalam buku Pangeran Purbaya dan Raksasa Jin Sepanjang, yang diterbitkan oleh Kemdikbud pada tahun 2016, tentang kesakitan dan kehebatan Purbaya atau Jaka Umbara, dalam ingatan masyarakat Jawa.
"Ia (Pangeran Purbaya) bersama dengan prajuritnya, bergabung dengan Raden Kuning, menyerbu ke Hutan Kedu," tulisnya.
Purbaya bertekad untuk melawan Jin Sepanjang yang meresahkan Keraton, tujuannya adalah untuk melindungi kerajaannya.
Kala itu, ia bersama prajuritnya, mengepung seorang bernama Sonta, yang ia yakini sebagai jelmaan Jin Sepanjang.
Saat dalam kondisi terkepung, Sonta kembali ke wujud aslinya, sesosok jin berukuran raksasa, yang kemudian berbalik menyerang Purbaya.
Folklore dalam tutur Jawa juga menyebut akan kehebatan dan kesaktian Purbaya.
"Ia memiliki jurus panglimun raga (tak dapat dilihat mata atau menghilang)," lanjutnya.
Lantas, jurus itu yang memperdaya Jin Sepanjang, membuatnya kewalahan dan kelelahan.
Kisah Purbaya mengalahkan Jin Sepanjang membuatnya melegenda.