Makam Sultan Agung, raja terbesar Mataram Islam, menjadi makam pertama yang ada di kompleks Astana Pajimatan Himagiri alias Makam Imogiri.
Intisari-Online.com -Namanya gagah: Astana Pajimatan Himagiri.
Orang-orang mengenalnya sebagai Makam Imogiri, tempat raja-rata trah Mataram Islam dimakamkan.
Meski begitu, ternyata tak semua raja Mataram Islam dimakamkan di Makam Imogiri.
Makam Imogiri dibangun pada masa Sultan Agung Hanyakrakusuma, sekitar tahun 1632.
Makam ini terletak sekitar 12 km di sebelah selatan Kota Yogyakarta, persisnya di Bukit Merak, Dusun Pajimatan, Girirejo, Imogiri, Bantul, DIY.
Makam Imogiri dikenal dengan gaya arsitekturnya yang khas dan 300an anak tangga yang ada di depannya.
Makam Raja Imogiri menjadi salah satu tujuan ziarah paling populer di Jawa, terutama pada hari-hari tertentu.
Pembangunan kompleks pemakaman raja di Bukit Merak ini dimulai pada tahun 1554 Saka atau 1632 Masehi.
Sejatinya Sultan Agung sebelumnya sudah memerintahkan pembangunan makam keluarga di Bukit Girilaya.
Tapikarena Panembahan Juminah yang mengawasi pembangunannya pemakaman meninggal duluan dan dimakamkan di Giriloyo, maka Sultan Agung memerintahkan untuk membuat pemakaman baru.
Melalui pemilihan lokasi yang tidak sederhana, akhirnya Sultan Agung memilih Bukit Merak sebagai lokasi pembangunan pemakaman.
Pemilihan lokasi makam di tempat yang tinggi ini mengingatkan pada kepercayaan masyarakat di masa lalu bahwa arwah nenek moyang akan bersemayam di tempat yang tinggi.
Konon katanya, Sultan Agung ingin dimakamkan di sebuah tempat di Meka.
Tapi setelah mendapatkan pertimbangan dari sahabatnya yang seorang ulama, niat itu diurungkan.
Sebagai gantinya, ulama tersebut menyarankan Sultan Agung untuk membawa segenggam tanah yang harum itu untuk dibawa ke Mataram.
Setibanya di Mataram, tanah yang harum tersebut kemudian dilemparkan Sultan Agung dan jatuh di daerah Giriloyo.
Rupanya pembangunan makam bukan hanya mempersiapkan lubang namun membangun kompleks makam yang melibatkan ribuan orang.
Paman Sultan Agung yaitu Gusti Juminah ikut membantu mengawasi pembangunan makam, namun kemudian ia jatuh sakit hingga meninggal dan lalu dimakamkan di kompleks tersebut.
Karena pamannya sudah dimakamkan di Giriloyo, Sultan Agung pun merasa kompleks makam tersebut tidak akan cukup untuk keluarga dan keturunannya.
Sultan Agung pun mengambil sisa tanah yang berbau harum kemudian melemparnya ke selatan dan jatuh di Bukit Merak.
Di tempat inilah kompleks makam akhirnya dibangun dan dibagi menjadi beberapa bagian yang dimaksudkan tidak hanya untuk dirinya sendiri, namun juga untuk keluarganya.
Hingga akhirnya pada tahun 1645 Sultan Agung wafat dan sesuai keinginannya maka jasadnya pun dimakamkan di tempat tersebut.
Makam Sultan Agung menjadi makam pertama sekaligus makam induk yang disebut Kasultanagungan.
Setelah itu barulah kompleks makam ini digunakan sebagai makam untuk raja-raja setelahnya.
Setelah Perjanjian Giyanti,makam Imogiri kemudian dibagi menjadi dua bagian: bagian barat untuk makam raja-raja Kasunanan Surakarta dan bagian timur Kasultanan Yogyakarta.
Kompleks Makam Raja Imogiri dibagi menjadi delapan kelompok makam yang masing-masing disebut dengan kedaton.
1. Kedaton Sultan Agungan: Sultan Agung, Sunan Amangkurat II, Sunan Amangkurat III.
2. Kedaton Pakubuwanan: Sunan Paku Buwana I, Sunan Amangkurat IV, Sunan Paku Buwana II.
3. Kedaton Bagusan/Kasuwargan: Sunan Paku Buwana III, Sunan Paku Buwana IV, Sunan Paku Buwana V
4. Kedaton Astana Luhur: Sunan Paku Buwana VI, Sunan Paku Buwana VII, Sunan Paku Buwana VIII, Sunan Paku Buwana IX
5. Kedaton Girimulyo: Sunan Paku Buwana X, Sunan Paku Buwana XI
6. Kedaton Kasuwargan Yogyakarta: Sultan Hamengku Buwana I dan III
7. Kedaton Besiyaran: Sultan Hamengku Buwana IV, Sultan Hamengku Buwana V, Sultan Hamengku Buwana VI
8. Kedaton Saptarengga: Sultan Hamengku Buwana VII, Sultan Hamengku Buwana VIII, Sultan Hamengku Buwana IX