Sejak awal, Chaerul Saleh terang-terangan menolak hasil perundingan Indonesia-Belanda seperti Perundingan Linggarjati, Renville, Roem-Royen, hingga Konferensi Meja Bundar (KMB).
Akibat dari oposisi bersenjata terhadap keputusan KMB, yang dianggap melanggar hukum Pemerintah RI, Chaerul Saleh sempat dipenjara.
Dengan campur tangan Muhammad Yamin yang menjabat Menteri Kehakiman, Chaerul Saleh dibebaskan.
Dia kemudian "dibuang" ke luar negeri dengan dalih tugas belajar ke Eropa.
Chaerul Saleh melanjutkan pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Bonn di Jerman Barat (1952-1955).
Di Jerman Barat, ia menghimpun para pelajar Indonesia dan mendirikan Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI).
Pada 1956, Chaerul Saleh kembali ke Indonesia.
Kepeduliannya kepada nasib bekas anak buahnya di Laskar Rakyat mendorongnya mengupayakan perbaikan nasib bagi mereka hingga terbentuk Legiun Veteran Republik Indonesia (LVRI).
Setelah itu, Chaerul Saleh perlahan masuk ke pemerintahan hingga akhirnya menjadi salah satu penasihat politik sekaligus orang kepercayaan Soekarno.
Berikut ini jabatan dalam kabinet yang pernah dipegang Chaerul Saleh.
- Menteri Negara Urusan Veteran (9 April 1957 - 10 Juli 1959)
- Menteri Pembangunan (10 Juli 1959 - 6 Maret 1962)
- Menteri Perindustrian Dasar dan Pertambangan (10 Juli 1959 - 18 Februari 1960)
- Menteri Perindustrian dan Perdagangan (18 Februari 1960 - 6 Maret 1962)
- Menteri Perindustrian Dasar dan Pertambangan (6 Maret 1962 - 27 Agustus 1964)
- Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Serikat (MPRS) (6 Maret 1962 - 28 Maret 1966)
- Menteri Koordinator Pembangunan (13 November 1963 - 27 Agustus 1964)
- Menteri Urusan Minyak dan Gas Bumi (27 Agustus 1964 - 22 Februari 1966)
- Menteri Koordinator Kompartimen Pembangunan (27 Agustus 1964 - 22 Februari 1966)
- Wakil Perdana Menteri (Waperdam) III
- Pada sekitar peristiwa pembebasan Irian Barat, Chaerul Saleh selaku Wakil Perdana Menteri III bersama Waperdam I dan II duduk dalam pimpinan Komando Operasi Tertinggi (KOTI).
Karena itu, ia diberi pangkat Letnan Jenderal Tituler.
Ketika peristiwa G30S meletus, Chaerul Saleh tengah berada di China memimpin delegasi MPRS.
Mengetahui di Indonesia sedang ada upaya kudeta, ia segera pulang.
Namun, sebagai salah satu orang terdekat Soekarno, Chaerul Saleh ternyata tidak luput dari kecaman dan beragam aksi dari lawan politiknya.
Dia masuk dalam daftar hitam yang dicurigai pro-komunis dan terlibat G30S.
Tuduhan selanjutnya, Chaerul Saleh bahkan diisukan melakukan korupsi sebesar 5 juta dollar dan memiliki simpanan kekayaan melimpah.
Chaerul Saleh, yang sempat melakukan perubahan pada Surat Perintah Sebelas Maret atau dikenal sebagai Supersemar bersama Waperdam I Soebandrio, terkena imbas dari surat yang kontroversial itu.
Setelah Supersemar diterima Soeharto, beberapa aksi beruntun yang menggerus kekuasaan Soekarno sebagai presiden dijalankan.
Pada 18 Maret 1966, Soeharto menangkap 15 menteri loyalis Presiden Soekarno yang diduga berhaluan kiri atau komunis, termasuk Chaerul Saleh.
Awalnya, Chaerul Saleh dikenakan tahanan rumah, sebelum akhirnya ditahan tanpa proses peradilan di Rumah Tahanan Militer (RTM) Jakarta.
Chaerul Saleh meninggal pada 8 Februari 1967 dengan masih berstatus sebagai tahanan yang tidak pernah tahu alasan resmi penahanannya ataupun bukti yang memberatkan semua tuduhan yang dialamatkan kepadanya.
Sepeninggalnya, Presiden Soeharto menyatakan bahwa Chaerul Saleh tidak terlibat peristiwa G30S.
Namun, Chaerul Saleh dirasa bertanggung jawab atas masalah "ekonomi" yang kasusnya pun akhirnya ditutup oleh pemerintah pada 29 April 1967.