Find Us On Social Media :

Capek-capek Dibesarkan Sultan Agung, Mataram Islam Pecah Karena Ambisi Anak-cucunya

By Moh. Habib Asyhad, Minggu, 30 April 2023 | 09:17 WIB

Setelah Sultang Agung mangkat, kondisi Mataram Islam tak baik-baik saja. Puncaknya adalah Perjanjian Giyanti, mengakibatkan kesultanan pecah jadi dua: Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta.

6. Sri Sultan tidak akan menuntut haknya atas Pulau Madura dan daerah-daerah pesisiran yang telah diserahkan oleh Sri Sunan Pakubuwana II kepada VOC dalam kontraknya tertanggal 18 Mei 1746.

Sebaliknya, VOC akan memberi ganti rugi kepada Sri Sultan sebesar 10.000 real tiap tahunnya.

7. Sri Sultan akan memberi bantuan kepada Sri Sunan Pakubuwana III sewaktu-waktu jika diperlukan.

8. Sri Sultan berjanji akan menjual bahan-bahan makanan dengan harga tertentu kepada VOC.

9. Sultan berjanji akan menaati segala macam perjanjian yang pernah diadakan antara penguasa Mataram terdahulu dengan VOC, khususnya perjanjian-perjanjian yang dilakukan pada tahun 1705, 1733, 1743, 1746, dan 1749.

Perjanjian Giyanti memberikan dampak besar dari keberlangsungan pemerintahan pascaterbelahnya Mataram Islam.

Salah satunya adalah sebagai bukti berhasilnya politik adu domba yang dilakukan oleh VOC.

Selain itu, berikut adalah beberapa poin dari dampak Perjanjian Giyanti:

1. Terbelahnya wilayah Mataram Islam menjadi dua kerajaan, yaitu Kasunanan Surakarta Hadiningrat dan Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat.

2. Wilayah Kerajaan Mataram Islam di sebelah timur Sungai Opak (yang mengalir dekat Candi Prambanan) dikuasai oleh Kasunanan Surakarta Hadiningrat yang dipimpin Susuhunan Pakubuwana III.

3. Sedangkan wilayah Kerajaan Mataram Islam di sebelah barat Sungai Opak dikuasai oleh Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat yang dipimpin oleh Pangeran Mangkubumi atau Sultan Hamengkubuwana I

4. Riwayat Kerajaan Mataram Islam telah berakhir baik secara de facto maupun de jure.

Itulah bagaimana Perjanjian Giyanti terjadi sebagai solusi atas ambisi keturunan-keturunan Sultan Agung yang saling klaim tentang siapa yang paling berhak meneruskan takhta Mataram Islam.