Sejarah Petasan: Dari Pengusir Roh Jahat hingga Pernah Bikin VOC Ketar-ketir

Ade S

Penulis

Ilustrasi petasan dan efek ledakannya. Ini sejarah petasan di Indonesia.

Intisari-Online.com -Ledakan bahan petasan di Magelang, Minggu (26/3/2023) malam telah menimbulkan korban jiwa, korban luka, serta kerusakan pada beberapa rumah.

Kabar tersebutseolah mengingatkan kita tentang "dua sisi mata uang" dari petasan: bisa membawa kebahagiaan, bisa juga membawa penderitaan.

Namun, tahukah Anda seperti apa sejarah petasan? Benarkah petasan lahir dari ritual dan sempat menjadi simbol perjuangan di Indonesia?

Ledakan di Magelang

Diberitakan sebelumnya, sebuah rumah tempat peracikan petasan di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, meledak pada Minggu (26/3/2023) malam.

Ledakan yang bersumber dari bahan petasan itu menewaskan satu orang dan melukai tiga orang lainnya.

Selain itu, dilansir dari kompas.com, Selasa (28/3/2023), ledakan juga merusak sekitar 11 rumah di sekitarnya.

Korban tewas adalah pemilik rumah bernama Mufid (33). Tubuhnya ditemukan tak utuh dan terpencar di lokasi kejadian.

Dari hasil olah Tempat Kejadian Perkara (TKP), polisi menemukan kantong plastik yang diduga berisi bahan mercon.

Kapolda Jawa Tengah Irjen Ahmad Luthfi mengatakan, kepolisian sudah memproses kejadian tersebut dan mengamankan lokasi kejadian.

Baca Juga: Ledakan di Blitar yang Tewaskan 4 Orang Diduga Akibat Petasan, Ini Sederet Tragedi Petasan di Indonesia, Korbannya Banyak?

Ia juga mengatakan, polisi telah mengamankan satu tersangka yang diduga terlibat dalam peracikan petasan tersebut.

"Korban 1 orang atas nama Mufid dan di sumber ledakan kami temukan kantong plastik yang diduga ada bahan mercon. Kami juga sudah amankan satu tersangka," kata Luthfi di lokasi, Senin (27/3/2023).

Petasan: Alat Ritual Cina untuk Mengusir Roh Jahat

Menurut sejarawan, petasan berasal dari Tiongkok, meskipun ada juga yang berpendapat bahwa petasan berasal dari Timur Tengah atau India.

Sejarah petasan dimulai sekitar abad ke-9 Masehi, ketika seorang juru masak Cina secara tidak sengaja mencampurkan tiga bahan yang menjadi dasar bubuk mesiu, yaitu kalium nitrat, belerang, dan arang.

Campuran ini ternyata mudah terbakar dan meledak jika dimasukkan ke dalam batang bambu berongga dan dibakar.

Suara ledakan bambu ini dipercaya oleh masyarakat Cina saat itu dapat mengusir roh jahat yang mengganggu kehidupan mereka.

Oleh karena itu, petasan digunakan dalam berbagai upacara keagamaan, pernikahan, kemenangan perang, dan peristiwa penting lainnya. Petasan juga menjadi simbol kebahagiaan dan kemakmuran.

Pada abad ke-10 Masehi, seorang pendeta bernama Li Tian mengembangkan bubuk mesiu di dekat kota Liu Yang di Provinsi Hunan.

Ia mendirikan pabrik petasan pertama di dunia dan menjadi pelopor pembuatan kembang api.

Hingga kini, Provinsi Hunan masih dikenal sebagai produsen petasan terbesar di dunia.

Baca Juga: Bak Main Api di Gudang Petasan, Model Afghanistan Malah Lakukan Ini saat Temannya Baca Al Quran, Nasibnya Diklaim Bakal 'Sehina' dan Setragis Komedian Ini

Petasan: Alat Perang dan Perdagangan

Bubuk mesiu tidak hanya digunakan untuk membuat petasan dan kembang api, tetapi juga untuk membuat senjata api dan meriam.

Pada abad ke-13 Masehi, bangsa Mongol yang menaklukkan Tiongkok membawa bubuk mesiu ke Eropa melalui Jalur Sutra.

Di Eropa, bubuk mesiu digunakan untuk membuat senjata api yang lebih canggih dan memicu revolusi militer.

Sementara itu, petasan dan kembang api juga menyebar ke berbagai negara melalui jalur perdagangan maritim.

Bangsa Arab, India, Persia, Turki, dan lain-lain mengenal petasan dari pedagang-pedagang Cina yang singgah di pelabuhan-pelabuhan mereka.

Petasan dan kembang api kemudian menjadi bagian dari tradisi dan budaya mereka.

Di Indonesia, petasan diperkirakan dibawa oleh para pedagang Cina yang bermukim di Nusantara sejak abad ke-15 Masehi.

Petasan digunakan untuk merayakan tahun baru Imlek dan acara-acara lainnya. Petasan juga disukai oleh masyarakat lokal, terutama orang Betawi yang meniru tradisi orang Cina.

Petasan: Alat Perlawanan dan Larangan

Petasan tidak hanya digunakan untuk bersenang-senang, tetapi juga untuk melawan penjajah.

Baca Juga: Miris, Diberi Makan Nanas Berisi Mercon, Seekor Gajah Hamil Ini Ditemukan Mati Berdiri Gegara Kelaparan di Tengah Sungai

Pada masa kolonial Belanda, petasan digunakan sebagai alat komunikasi dan sinyal antara pejuang-pejuang Indonesia.

Petasan juga digunakan sebagai senjata untuk menyerang tentara Belanda dengan cara dilempar atau ditembakkan.

Oleh karena itu, pemerintah kolonial Belanda melarang penggunaan petasan pada tahun 1650 dengan alasan bahaya dan gangguan ketertiban umum.

Larangan ini tertuang dalam Vuurwerkordonantia 1932 Stb 3 1932 No 143 jo Stbl 1933 no 9. Kemudian, larangan ini diperkuat dengan Peraturan Kapolri Nomor 17 Tahun 2017 tentang Perizinan, Pengamanan, Pengawasan, dan Pengendalian Bahan Peledak Komersial.

Menurut peraturan ini, petasan yang berisikan mesiu lebih dari 20 gram dengan ukuran lebih dari dua inci dilarang untuk dibuat, dijual, dan digunakan.

Petasan: Tradisi dan Budaya

Meskipun ada larangan dan bahaya yang mengancam, petasan tetap menjadi bagian dari tradisi dan budaya masyarakat Indonesia.

Petasan digunakan untuk merayakan tahun baru Imlek, lebaran, pernikahan, dan acara-acara lainnya. Petasan juga menjadi simbol kegembiraan dan kebersamaan.

Salah satu tradisi yang menggunakan petasan adalah Lebaran Betawi. Lebaran Betawi adalah perayaan yang digelar oleh masyarakat Betawi setelah Idul Fitri. Dalam perayaan ini, ada atraksi petasan yang disebut jawara petasan.

Jawara petasan adalah orang-orang yang menempelkan dan menyalakan petasan di tubuh mereka tanpa takut terbakar atau terluka. Mereka percaya bahwa mereka memiliki ilmu kebal yang melindungi mereka dari bahaya petasan.

Selain itu, ada juga tradisi petasan yang disebut mercon bumbung di Jawa Tengah. Mercon bumbung adalah petasan yang dibuat dari bambu berongga yang diisi dengan mesiu dan sumbu.

Mercon bumbung dinyalakan dan dilemparkan ke udara sehingga meledak dengan suara keras dan api yang menyala-nyala. Tradisi ini biasanya dilakukan oleh anak-anak muda pada malam takbiran atau malam tahun baru.

Petasan memang memiliki sejarah yang panjang dan menarik di dunia dan di Indonesia. Namun, seperti sempat disebut di awal artikel, petasan juga memiliki sisi positif dan negatif bagi masyarakat. Oleh karena itu, kita harus bijak dalam menggunakan petasan dan menghormati aturan yang berlaku.

Baca Juga: Mbah Arjo si Manusia Tertua di Indonesia Wafat di Usia 193 Tahun, Petasan Dibunyikan saat Jasadnya Masuk ke Liang Lahat

Artikel Terkait