Oleh karena itu, kerajaan ini sering berhubungan dengan Portugis dan Spanyol dalam perdagangan dan misi agama.
Kerajaan Larantuka juga pernah mengalami konflik dengan Belanda atau VOC yang ingin menguasai wilayahnya.
Untuk melawan Belanda, kerajaan ini beraliansi dengan Portugis dan mendapat perlindungan dari mereka.
Namun pada akhirnya, Portugis terpaksa menyerahkan wilayah Flores kepada Belanda pada tahun 1859 setelah perundingan panjang.
Kerajaan Larantuka dibubarkan oleh Belanda pada tahun 1904 setelah pemberontakan rakyat melawan penjajahan Belanda dipadamkan secara brutal.
Namun demikian, warisan budaya dan agama Kerajaan Larantuka masih terpelihara hingga kini.
Salah satu contohnya adalah tradisi Semana Santa atau Pekan Suci yang dilakukan oleh umat Katolik di Larantuka setiap menjelang Paskah.
Tradisi Semana Santa merupakan salah satu wisata rohani bagi umat Katolik di Indonesia maupun mancanegara.
Dalam tradisi ini, umat Katolik melakukan prosesi mengarak patung Yesus Kristus (Tuan Ana) dan Bunda Maria (Tuan Ma) sambil menyanyikan lagu-lagu religius dalam bahasa Portugis kuno.
Patung-patung tersebut merupakan peninggalan Portugis dari abad ke-16 Masehi.
Zaman keemasan Kerajaan Larantuka, bersekutu dengan Portugis
Zaman keemasan kerajaan Larantuka terjadi pada abad ke-17 Masehi ketika kerajaan ini berhasil memperluas wilayah kekuasaannya hingga mencakup Pulau Solor, Pulau Lembata, dan Pulau Adonara.