Find Us On Social Media :

Ramadan Berkah Itu Benar Adanya, Negara Indonesia Ternyata Lahir Saat Bulan Puasa

By Moh. Habib Asyhad, Kamis, 23 Maret 2023 | 14:13 WIB

Momen ketika Bung Karno membacakan teks proklamasi kemerdekaan Indonesia bertepatan dengan hari kesembilan bulan puasa.

Bung Karno membacakan teks proklamasi kemerdekaan Indonesia bertepatan dengan hari kesembilan bulan puasa

Intisari-Online.com - Benar kata orang-orang, bulan puasa alias bulan Ramadan merupakan bulan yang penuh berkah.

Keberkahan itu salah satunya terwujud dalam kemerdekaan negara Republik Indonesia tercinta pada 17 Agustus 1945.

Itu adalah hari di mana Bung Karno dan Bung Hatta membacakan proklamasi di sebuah rumah di Pegangsaan Timur No 56, Jakarta Pusat--sekarang Jalan Proklamasi.

Benar, itu adalah rumah Bung Karno.

Peristiwa ini terjadi bertepatan dengan tanggal 9 Ramadhan 1364 H, bulan di mana umat Islam sedang menjalankan ibadah puasa.

Proses menuju proklamasi kemerdekaan tidaklah mudah.

Bung Karno dan Bung Hatta sebagai tokoh utama harus menghadapi berbagai rintangan dan tekanan dari pihak Jepang maupun Sekutu.

Mereka juga harus berjuang melawan waktu agar dapat memproklamasikan kemerdekaan sebelum kedatangan tentara Sekutu.

Pada malam sebelum proklamasi, Bung Karno dan Bung Hatta diculik oleh sejumlah pemuda yang ingin mempercepat proklamasi.

Mereka dibawa ke Rengasdengklok untuk menyusun naskah proklamasi.

Setelah berhasil meyakinkan para pemuda bahwa mereka akan memproklamasikan kemerdekaan pada esok hari, Bung Karno dan Bung Hatta dibawa kembali ke Jakarta.

Di Jakarta, mereka menuju rumah Laksamana Tadashi Maeda di Jalan Imam Bonjol No 1.

Rumah ini dipilih karena Maeda adalah salah satu pejabat Jepang yang bersimpati dengan perjuangan Indonesia.

Di sana, mereka menyusun naskah proklamasi bersama tokoh-tokoh lainnya seperti Soebardjo, Ahmad Soebardjo Djojoadisurjo, Sajoeti Melik, dan Sayuti Melik.

Naskah proklamasi ditulis oleh Bung Karno dengan bantuan Sajoeti Melik yang mengetiknya dengan mesin ketik milik Maeda.

Naskah ini kemudian ditandatangani oleh Bung Karno dan Bung Hatta sebagai presiden dan wakil presiden pertama Republik Indonesia.

Menurut catatan Puan Maharani, cucu Bung Karno, proses penyusunan naskah proklamasi ini dilakukan pada saat waktu sahur puasa Ramadhan.

Hal ini menunjukkan bahwa meskipun dalam kondisi sulit dan mendesak, Bung Karno tetap menjalankan ibadah puasanya sebagai seorang Muslim.

Pada pagi hari tanggal 17 Agustus 1945 atau 9 Ramadhan 1364 H, naskah proklamasi dibacakan oleh Bung Karno di halaman rumahnya di Jalan Pegangsaan Timur No 56.

Peristiwa ini ini dihadiri oleh ratusan orang dari berbagai lapisan masyarakat yang antusias menyaksikan lahirnya negara Indonesia.

Setelah pembacaan teks proklamasi, bendera Merah Putih yang dijahit oleh Ibu Fatmawati dikibarkan untuk pertama kalinya sebagai simbol kedaulatan bangsa Indonesia.

Bendera ini dikibarkan oleh Latief Hendraningrat dengan bantuan Soehoed atas perintah Bung Karno.

Peristiwa proklamasi kemerdekaan Indonesia di bulan puasa merupakan peristiwa yang sangat bersejarah dan menginspirasi bagi seluruh rakyat Indonesia.

Peristiwa ini menunjukkan bahwa dengan semangat juang yang tinggi dan keimanan yang kuat kepada Allah SWT, bangsa Indonesia mampu meraih kemerdekaannya dari penjajahan asing.

Bung Karno beli sate ayam untuk berbuka puasa

Ada cerita menarik di sekitar proklamasi ini terkait bulan puasa dan sate ayam.

Pada 18 Agustus 1945, sehari setelah proklamasi, Bung Karno memesan 50 tusuk sate ayam untuk berbuka puasa.

Dalam buku Bung Karno, Penyambung Lidah Rakyat, Bung Karno dipilih secara aklamasi sebagai presiden pertama Indonesia dalam rapat PPKI di Gedung Raad van Indië (sekarang Gedung Kementerian Luar Negeri).

Setelah itu, ia pulang berjalan kaki karena belum memiliki mobil dinas.

Di tengah perjalanan, ia bertemu dengan tukang sate yang sedang berdagang di pinggir jalan.

Dia kemudian meminta tukang sate tersebut untuk membuatkan 50 tusuk sate ayam.

Kabarnya, ini menjadi perintah pertama Bung Karno sebagai presiden kepada rakyatnya.

Namun tidak diketahui pasti apakah Bung Karno memesan sate itu saat hari masih terang atau sudah lepas waktu Maghrib.