Find Us On Social Media :

Diklaim Sebagai Karya Agung Buya Hamka, Benarkah Tafsir Al-Azhar Dirampungkan di Dalam Penjara?

By Ade S, Selasa, 21 Maret 2023 | 13:29 WIB

Kolase Buya Hamka dan Vino G Bastian yang memerankan sosoknya dalam film

Beliau tidak langsung menulis tafsiran dari awal hingga akhir surah, melainkan mengikuti urutan juz-juz Al-Quran.

Beliau juga tidak langsung menyelesaikan satu juz dalam satu kali kuliah subuh, melainkan membaginya menjadi beberapa bagian sesuai dengan tema atau topik ayat-ayatnya.

Buya Hamka baru mulai menulis tiap-tiap pagi waktu subuh sejak akhir tahun 1958 dengan membahas surah al-Kahfi sebagai juz pertamanya. Namun baru pada Januari 1964 beliau dapat menyelesaikan satu setengah juz saja dari juz 18 sampai juz 19.

Ini berarti beliau membutuhkan waktu enam tahun untuk menyelesaikan satu setengah juz dari tiga puluh juz Al-Quran.

Alasan lain adalah kesibukan dan keterbatasan dalam mengurus penerbitan tafsirnya.

Buya Hamka harus mengurus majalah Gema Islam yang menjadi media publikasi tafsirnya, serta menghadapi berbagai masalah politik dan sosial yang terjadi pada masa itu.

Alasan ketiga adalah penangkapan dan pemenjaraan Buya Hamka oleh penguasa Orde Lama dengan tuduhan subversif pada 27 Januari 1964.

Selama di penjara, beliau memanfaatkan waktunya untuk menulis dan menyempurnakan tafsirnya dengan bantuan para ulama dan utusan dari berbagai daerah. Namun beliau juga mengalami penyiksaan fisik dan mental dari para sipir penjara.

Baru setelah dibebaskan dari penjara pada Agustus 1966, Buya Hamka melanjutkan penulisan tafsirnya hingga selesai pada tahun 1981 sesaat sebelum beliau wafat.

Disebut karya monumental

Tafsir Al-Azhar sendiri dianggap sebuah karya monumental karena tafsir ini merupakan salah satu tafsir Al-Quran yang ditulis dengan bahasa Indonesia yang mudah dipahami dan mengandung nilai-nilai kearifan lokal.

Baca Juga: Mengapa Buya Hamka Yakin Islam Dibawa Langsung Oleh Saudagar dari Makkah, Bukan dari Gujarat?

Tafsir ini juga mencerminkan kepribadian dan pandangan hidup Buya Hamka sebagai ulama sekaligus sastrawan yang menulis banyak buku tentang agama, sejarah, sosial, budaya, politik, sastra, dan filsafat.

Selain itu, tafsir ini memiliki karakteristik tersendiri yang lebih sosiologis dan komprehensif. Buya Hamka sering menghubungkan penafsirannya dengan kultur, budaya, dan momen sejarah yang terjadi di Indonesia.

Tidak hanya itu, tafsir ini juga merupakan hasil dari kuliah subuh yang disampaikan oleh Buya Hamka di Masjid Agung Al-Azhar Jakarta selama lebih dari dua puluh tahun hingga selesai pada tahun 1981 sesaat sebelum beliau wafat.

Tafsir ini juga mendapat pengakuan dan penghargaan dari dunia Islam internasional.

Baca Juga: Penjelasan Teori Buya Hamka Terkait Masuknya Agama Islam di Indonesia