Mirip Bharada E, 50 Tahun Lalu Bripda Djani Ditumbalkan Dalam Kematian Rene Conrad

Ervananto Ekadilla

Penulis

Mirip Bharada E, 50 Tahun Lalu Bripda Djani Ditumbalkan Dalam Kematian Rene Conrad, Demi Taruna Akpol?Bharada E dan Ibu Rene Louis Conrad

Intisari-Online.com -Mirip Bharada E, 50 Tahun Lalu Bripda Djani Ditumbalkan Dalam Kematian Rene Conrad, Demi Taruna Akpol?

Bharada E disebut sebagai tumbal atasannya, Ferdy Sambo, dalam kasus pembunuhan Brigadir J.

Namun, ternyata dalam catatan sejarah, kasus anggota kepolisian berpangkat rendah menjadi tumbal dari kasus yang melibatkan kekuasaan pernah terjadi kepada Bripda Djani.

Bahkan, jauh sebelum adanya kasus pembunuhan Brigadir J yang disebut Bharada E sebagai tumbal.

Kasus anggota kepolisian jadi tumbal kekuasaan ternyata juga pernah terjadi di era kepemimpinan Kapolri Jenderal Hoegeng Imam Santoso pada 1972.

Saat itu, kasus kematian mahasiswa ITB, Rene Louis Conrad, melibatkan Taruna Akpol.

Namun, sosok yang tiba-tiba muncul sebagai tersangka, bernama Bripda Djani Maman Sujarman dari korps Brimob menjadi tumbal.

Kapolri saat itu, Jenderal Hoegeng Imam Santoso secara gamblang menyebut, Taruna Akpol (saat itu bernama Akabri Kepolisian) sebagai pelakunya.

Namun, meski kasus ini didampingi Adnan Buyung Nasution, Bripda Djani yang secara kebetulan juga berasal dari korps Brimob, seperti Bharada E, tetap dijatuhi vonis bersalah.

Kasus ini melibatkan sejumlah pihak yang kelak menjadi petinggi di Kepolisian Indonesia.

Beberapa di antaranya, mulai dari Kapolda Metro Jaya hingga Kapolri.

Adnan sampai menyebut, Bripda Djani Maman Sujarman sebagai contoh orang kecil yang dikorbankan untuk kepentingan sebuah struktur kekuasaan yang jauh lebih besar.

'Penumbalan' ini berawal dari gesekan antara pemuda, khususnya mahasiswa, dengan aparat kepolisian.

Di periode awal kekuasaannya, Soeharto melarang pria memiliki rambut gondrong.

Saat itu, kebijakan ini saat di lapangan dieksekusi oleh apara kepolisan, berikut para tarunanya.

Mereka kerap merazia dan menggunting langsung rambut dari pemuda gondrong.

Tentu saja hal ini mendapat tentangan keras dari para mahasiswa.

Mereka menganggap, kebijakan tersebut merebut hak asasi setiap orang.

Di tengah polemik yang kian memanas antara mahasiswa dan kepolisian (khususnya taruna), tiba-tiba muncul ide untuk melangsungkan pertandingan sepak bola persahabatan.

Tepat pada 6 Oktober 1970, di tengah kampus ITB, pertandingan antara mahasiswa ITB dan taruna Akabri Kepolisian yang berasal dari Sukabumi.

Keunggulan 2-0 yang diraih tim ITB membuat para mahasiswa semakin percaya diri melontarkan sindiran-sindiran pedas kepada para Taruna Akpol.

Bentrokan pun tak terhindarkan.

Sehingga, sempat memicu adanya suara tembakan.

Keadaan ini membuat pihak ITB murka.

Lantaran, melanggar kesepakatan untuk tidak membawa senjata.

Para Taruna Akpol tersebut pun diusir.

Hal itu melengkapi kemuraman Taruna Akpol hari itu, setelah kalah dalam pertandingan dan disindir habis-habisan oleh para mahasiswa.

Dalam perjalanan pulang, di sekitar Jalan Ganesha, iring-iringan Taruna Akpol itu berpapasan dengan seorang mahasiswa ITB, Rene Louis Conrad.

Rene yang saat itu sedang mengendarai Harley Davidson, disebut-sebut diludahi oleh salah seorang di dalam bus para taruna.

Sontak, hal tersebut memicu amarah Rene yang kemudian menantang para taruna tersebut turun.

Seakan lupa posisi mereka sebagai calon pengayom masyarakat, para Taruna Akpol tersebut meladeni tantangan Rene dengan mengeroyoknya.

Belum puas mengeroyok satu orang mahasiswa ITB, salah seorang Taruna Akpol kemudian mengunakan senjata apinya untuk menembak dan menewaskan Rene Louis Conrad.

Peristiwa ini jelas mencoreng wajah Polri yang kala itu dipimpin oleh sosok kharismatik, Jenderal Polisi Hoegeng Imam Santoso.

Dengan ketegasan dan kejujuran, Hoegeng segera mengusut kasus yang sempat membuat polisi dan para taruna dilarang keluar dari barak tersebut.

Hoegeng yakin, pelakunya adalah salah seorang Taruna Akpol, pada akhirnya tak bisa berbuat lebih banyak.

Lantaran, ia keburu dilengserkan oleh Soeharto pada 2 Oktober 1971.

Setelah itu, sebuah kejanggalan terbesar pun muncul.

Brigadir Polisi Djani Maman Surjaman, tiba-tiba ditetapkan sebagai tersangka.

Djani sama sekali tidak terlibat dalam aksi pemukulan yang dilakukan para juniornya, apalagi sampai menembak.

Namun, kekuatan besar demi melindungi putra-putra 'petinggi' yang ada dalam barisan para taruna tersebut terlalu kuat.

Bripda Djani yang berasal dari korps Brimob, kemudian dijatuhi hukuman 1 tahun 6 bulan pada 1972 dengan dalih melakukan kelalaian hingga membuat Rene Louis Conrad meninggal.

Baca Juga: Soal Bharada EBatal Ditahan di Lapas Salemba,Kemenkumham: Lapas di Indonesia Sudah Tidak Manusiawi

Artikel Terkait