Hampir Satu Indonesia Setuju Ajakan Stop Bayar Pajak, Padahal Bisa Bikin Negara Lumpuh dan Malah Jadi 'Kacung' IMF

Khaerunisa

Penulis

Ilustrasi. Bayar pajak.

Intisari-Online.com - Kasus penganiayaan dengan tersangka Mario Dandy Satriyo (20) merembet ke berbagai hal, hingga munculnya ajakan soal stop bayar pajak di media sosial.

Seperti diketahui, Mario Dandy merupakan putra dari Rafael Alun Trisambodo, seorang pejabat Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

Gaya hidup mewah Mario Dandy telah disoroti, kekayaan ayah Mario Dandy pun dibongkar.

Merujuk data yang dikutip dari Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK, diketahui bahwa harta kekayaan Rafael Alun Trisambodo berjumlah Rp 56,1 miliar.

Jumlah harta kekayaan ayah Mario Dandy itu dilaporkan pada 31 Desember 2021 silam.

Bahkan, berdasarkan laporan tersebut, terungkap bahwa mobil Rubicon dan motor Harley Davidson yang dipamerkan Mario Dandy tidak tercatat di LHKPN, membuat publik semakin geram.

Kasus penganiayaan anak pejabat pajak ini pun merembet kepada masalah integritas dan kepercayaan publik terhadap kementerian keuangan yang dipimpin Sri Mulyani.

Ramai di berbagai platform media sosial warganet mengungkapkan keengganan dan ajakan untuk tidak membayar pajak.

Selain viral tagar 'Stop Bayar Pajak' di media sosial Twitter, ada pula berbagai video TikTok membahas soal kekayaan ayah Mario Dandy yang dianggap tak masuk akal jika dibandingkan dengan gaji seorang pejabat Eselon II Dirjen Pajak.

Ramai ajakan stop bayar pajak, apa dampaknya bagi negara jika warganya tidak membayar pajak?

Dampak bagi negara jika warganya tidak membayar pajak rupanya tak main-main.

Baca Juga: Buntut dari Kasus Mario-David dan Teguran Sri Mulyani, Kini Muncul Fenomena Banyak Moge 'Diobral'

Melansir Kompas.com (20/7/2022), soal pentingnya pajak dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dijelaskan Staf Khusus Kementerian Keuangan Yustinus Prastowo.

Ia menjelaskan, jika pajak tidak dibayarkan, hal itu akan berdampak pada layanan dan fasilitas publik.

"Peran pajak sangat penting dalam APBN kita. Seluruh layanan dan fasilitas untuk publik akan terganggu, ujungnya rakyat yang dirugikan," ujar Yustinus, seperti dikutip Kompas.com.

Selain itu, jika masyarakat tidak membayar pajak, bisa juga berdampak pada kebangkrutan negara.

Hal itu diungkapkan Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira.

Dijelaskan bahwa sebagian besar pendapatan negara bersumber dari pajak.

Bhima Yudhistira mengungkapkan bahwa pajak menyumbang 83,5 persen dari total pendapatan negara.

Sehingga jika masyarakat Indonesia tidak membayar pajak, berarti negara akan kesulitan membiayai belanja negara dan sulit membayar bunga utang.

"Maka bisa berakibat pada kebangkrutan atau default," ujarnya (20/7/2022).

Ia mengatakan, hal itu berimbas ke semua masyarakat, misalnya dengan rupiah melemah drastis dan mengakibatkan semua barang menjadi mahal.

Kebangkrutan sebuah negara akibat gagal membayar utang sudah banyak terjadi, misalnya yang sempat menyedot perhatian dunia beberapa waktu lalu adalah bangkrutnya Sri Lanka.

Baca Juga: Nama Asli Wali Songo dan Alasan Mereka Diberi Julukan Tersebut

Seperti diketahui pada April 2022, Sri Lanka mengumumkan gagal bayar utang 51 miliar dollar AS (Rp 732 triliun) yang dipinjamnya dari luar negeri.

Sri Lanka bangkrut dan pemerintah sempat menerapkan darurat nasional.

Negara pulau berpenduduk 22 juta orang itu juga mengalami kekurangan makanan, bahan bakar, dan kebutuhan pokok lainnya yang akut.

Kesengsaraan meluas di Sri Lanka, di mana kondisi itu disebut menjadi yang terburuk sejak kemerdekaan dari Inggris pada 1948.

Selain Sri Lanka yang mengalami kebangkrutan karena gagal bayar utang pada 2022 lalu, ada sederet negara yang juga mengalami hal serupa jauh sebelum Sri Lanka.

Meksiko bangkrut pada 1982 dengan utang 80 miliar dollar AS saat itu.

Menghadapi kebangkrutan, Meksiko akhirnya dibantu dengan dana bailout dari IMF, Kanada, sejumlah negara Amerika Latin, dan khususnya pinjaman 50 miliar dollar AS oleh Presiden AS saat itu Bill Clinton.

Kemudian pada 1998, kebangkrutan dialami Rusia, dengan utang 17 miliar dollar AS saat itu.

Dikutip dari situs web Rabobank, pada Juli 1999 IMF sepakat menyuntikkan dana 4,5 miliar dollar AS (kini Rp 66,52 triliun) untuk membawa Rusia kembali ke akses pasar keuangan internasional.

Argentina juga mengalami kebangkrutan yaitu pada 2001 dengan utang 145 miliar dollar AS sat itu.

Bahkan saking parahnya krisis Argentina bangkrut, "Negeri Tango" itu sampai berganti presiden empat kali selama akhir 2001 hingga tahun baru 2002.

Baca Juga: Disorot Karena Gaya Hidup Mewahnya, Terkuak Segini Gaji Terkecil Pegawai Pajak

Negara lainnya yang mengalami kebangkrutan akibat gagal bayar utang adalah Islandia.

Pada 2008 Islandia bangkrut akibat utang 85 miliar dollar AS (kini Rp 1,25 kuadriliun).

Dikutip dari Policy Forum, Islandia mulai keluar dari daftar negara bangkrut setelah mendapat bailout IMF pada 2009.

Pemerintah juga menaikkan pajak (terutama untuk pendapatan yang lebih tinggi), memotong anggaran pendidikan dan kesehatan, serta memangkas gaji sektor publik.

Ada pula Yunani pada tahun 2012, yang bangkrut setelah gagal membayar utang 138 miliar dollar AS saat itu.

Dikutip dari Euronews, Yunani bisa keluar dari kategori negara yang bangkrut setelah mendapat tiga bailout berturut-turut dengan total sekitar 260 miliar euro (kini Rp 4 kuadriliun) selama 2010-2018 dari Dana Moneter Internasional (IMF).

Baca Juga: Ingin Tahu Burung Masuk Rumah Pertanda Apa Menurut Primbon Jawa? Simak Berikut Ini

Baca Juga: Kisah Kaisar Kangxi Kaisar China yang Perintahkan Perang dengan Rusia, Hingga Kuasai Wilayah Ini

(*)

Artikel Terkait