Find Us On Social Media :

Cara Syekh Nuruddin Untuk Membantah Aliran Wujudiyah di Aceh

By Mentari DP, Minggu, 26 Februari 2023 | 07:00 WIB

Cara Syekh Nuruddin untuk membantah aliran wujudiyah.

Intisari-Online.com - Ada banyak alasan mengapa Syekh Nuruddin menjadi salah satu ulama Indonesia yang mendunia.

Pertama, dia adalah ulama penasehat Kesultanan Aceh pada masa kepemimpinan Sultan Iskandar Tsani atau Iskandar II.

Kedua, dia juga menulis beberapa buah kitab.

Bahkan membaca Hikayat Seri Rama dan Hikayat Inderaputera, yang kemudian dikritiknya dengan tajam, serta Hikayat Iskandar Zulkarnain.

Dia juga membaca Tāj as-Salātīn karya Bukhari al-Jauhari dan Sulālat as-Salātīn yang populer pada masa itu.

Kedua karya ini lantas memberinya pengaruh yang besar pada karyanya sendiri, yakni Bustān as-Salātīn.

Dalam perjalanannya menyebarkan Islam, ulama asal Aceh ini sempat memperdalam pengetahuan agama saat beribadah haji ke Makkah.

Lalu ketika dia kembali ke Aceh, sekitar tahun 1637 M, dia mendapati pengaruh Syamsuddin as-Sumatrani sangat besar di Aceh.

Saat itu, Syamsuddin as-Sumatrani mengajarkan aliran wujudiyah (salah satu aliran tasawuf).

Namun karena tidak cocok dengan aliran tersebut, dia pindah ke Semenanjung Malaka untuk memperdalam ilmu agama dan bahasa Melayu.

Lalu lahirlah beberapa kitab yang dibuatnya untuk menyanggah pendapat dan paham aliran wujudiyah. Di antaranya:

Baca Juga: Ulama Indonesia yang Mendunia: Begini Kiprah Syekh Hamzah Fansuri

- Asrār al-‘Ārifīn (Rahasia Orang yang Mencapai Pengetahuan Sanubari)

- Hill az-Dzill (Sifat Bayang-bayang)

- Syifā al-Qulb (Pengobatan Hati)

- Al-Muntahi (Pencapai Puncak)

- Tibyān fī Ma‘rifāt al-Adyān (Penjelasan tentang Kepercayaan)

- Syarāb al-‘Asyiqīn (Minuman Para Kekasih)

- Hujjāt al-Siddiq li Daf az-Zindiq (Pembuktian Ulama dalam Membantah Penyokong Bid’ah)

- Asrār al-Insān fī Ma‘rifāt ar-Rūh wal ar-Rahmān (Rahasia Manusia dalam Pengenalan Ruh dan Yang Maha Pengasih)

Tidak hanya itu, dia juga menyanggah ajaran Hamzah Fanzuri melalui polemik-polemik terbuka dengan para pengikut wujudiyah.

Sesudah berpolemik selama sekitar satu bulan, Syekh Nuruddin terpaksa meninggalkan Aceh untuk kembali ke tanah kelahirannya di Ranir, daerah Gujarat India.

Oleh karena itu, dia tidak sempat menyelesaikan karangannya yang berjudul Jawāhir al-‘Ulūm fī Kasyfi al-Ma‘lūm (Hakikat Ilmu dalam Menyingkap Objek Pengetahuan).

Itulah cara yang dilakukan Syekh Nuruddin untuk membantah aliran wujudiyah.

Baca Juga: Ulama Indonesia yang Mendunia: 3 Hal yang Bisa Dicontoh dari Syekh Shaleh Darat